Mohon tunggu...
Ekho Pratama
Ekho Pratama Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

pecandu musik dan romanisti dari binjai. fessy alwi, gilang ayunda dan maya intan itu tiga presenter favorit saya. pengen ke jepang sebab menurut saya jepang adalah surganya wanita cantik hahaha...musik progresif rock itu jiwa saya, lulus kuliah itu harapan saya. ekhopratama.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Final Liga Champions 2012/13, Cerita tentang Robben, Heynckes, Bayern Munchen, dan Juara Sejati

26 Mei 2013   05:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:01 2410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu wasit Nicola Rizzolli dari Italia meniupkan peluit panjang tanda usainya pertandingan final Liga Champions 2012/13 antara Borussia Dortmund melawan Bayern Munchen, tersungkur harulah beberapa pemain Munchen dikarenakan skor akhir berpihak pada kubu Bavarians. All German Final yang dilangsungkan di Stadion Wembley, London, Inggris ini dimenangi oleh Munchen dengan skor tipis 2-1.

Sekilas mengenai jalannya pertandingan, Dortmund langsung mengambil inisiatif serangan di babak pertama. Beberapa percobaan sempat sangat membahayakan gawang Manuel Neuer  melalui tendangan-tendangan keras Marco Reus dan Jakub Blaszczykowski. Beruntung kiper nomor 1 timnas Jerman itu mampu menepis peluang-peluang tersebut dengan sangat baik. Munchen yang banyak menguasai bola namun tidak terlalu banyak membikin peluang berbahaya akhirnya mendapat peluang matang di pertengahan babak pertama melalui sundulan Mario Mandzukic yang masih mampu ditepis dengan baik oleh kiper ROman Weidenfeller. Kendati jual beli serangan berlangsung seru di babak pertama, namun tak ada gol yang berhasil diciptakan hingga turun minum.

Di awal babak kedua tempo permainan tidak sekencang babak pertama. Munchen tetap tampil dengan penguasaan bola. Munchen mampu unggul lebih dulu melalui Mario Mandzukic di menit ke-60. Bermula dari umpan terobosan, Arjen Robben mampu melepaskan diri dari jebakan offside dan mengirimkan umpan silang yang disambut Mandzukic dgn sebuah tendangan placing. 1-0 untuk Munchen. Dortmund yang terkejut kemudian berusaha membalas. Tusukan Reus dihadang oleh Dante dengan sebuah pelanggaran di kotak penalti. Hadiah penalti berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh Ilkay Gundogan di menit ke-68. Setelah gol tersebut kedua tim menjadi semakin bersemangat untuk mencetak gol kemenangan. Peluang berbahaya untuk Munchen diciptakan David Alaba dan Bastian Schweinsteiger melaluui tendangan keras dari luar kotak penalti, namun Weidenfeller dengan gemilang berhasil menepisnya. Tekanan bertubi-tubi Munchen akhirnya berbuah hasil manis ketika umpan sodoran Franck Ribery disambut oleh Robben yang kemudian menggiring bola beberapa meter memasuki  area gawang dan mengakhirinya dengan menceploskan bola ke gawang, lagi-lagi dengan tendangan placing nan akurat. Gol di menit ke-89 itu seakan meruntuhkan asa Dortmund, mengingat gol itu terjadi di ujung pertandingan. Usaha Dortmund untuk menyamakan kedudukan dalam 3 menit masa additional time dengan memasukkan Julian Schieber dan Nuri Sahin akhirnya sia-sia karena tak ada gol balasan yang mampu Dortmund hasilkan. Kapten Munchen Phillip Lahm akhirnya mengangkat Trofi Si Kuping Besar di podium kehormatan stadion , menandai sahnya gelar kelima Liga Champions bagi Munchen,

Sorotan pertama saya setelah laga final ini berakhir adalah sosok Arjen Robben. Musim lalu (2011/12) Munchen juga mampu menembus babak final Liga Champions, namun mereka gagal menjuarainya setelah dikalahkan Chelsea melalui adu penalti. Padahal ketika itu final dilangsungkan di kandang mereka sendiri di Stadion Allianz Arena, Munchen, dan Chelsea sebagai lawan mereka ketika itu datang dengan kekuatan timpang lantaran beberapa pemain kuncinya ada yang terkena skorsing ataupun cedera. Toh itu tak mampu dimanfaatkan Munchen, skor imbang 1-1 di babak normal berlanjut hingga akhir babak perpanjangan waktu. Eksekutor terakhir di babak adu penalti, Didier Drogba mampu menunaikan tugas dengan baik dan juaralah Chelsea musim itu. Robben dapat ditunjuk sebagai salah satu sumber kekalahan Munchen malam itu. Selain permainan yang kurang maksimal, dia juga gagal mengeksekusi penalti yang sempat dihadiahkan wasit di babak perpanjangan waktu. Namun ceritanya berbeda pada final musim ini. Robben justru tampil sebagai pahlawan dengan 1 assist dan 1 gol penentu kemenangan Munchen. Robben sepanjang pertandingan konsisten mengoyak2 sisi kiri dan kanan pertahanan Dortmund dan menciptakan momen-momen berbahaya.  Bahkan kalau ditarik jauh ke belakang, Robben juga berperan penting atas lolosnya Munchen dari hadangan Barcelona di semifinal. Tak heran, Robben tampak begitu emosional ketika peluit akhir dibunyikan, gelar yang tak pernah dia cicipi selama karirnya akhirnya dia rasakan juga, lebih kerennya lagi dia menjadi aktor utama dalam laga final itu.

Sorotan kedua adalah sang pelatih Munchen, Jupp Heynckes. Jupp membawa Munchen menjadi tim super musim ini, menjuarai Bundesliga dengan selisih 25 poin atas Dortmund, mencapai final Piala Jerman, dan puncaknya melenggang mulus hingga final Liga Champions dengan cara yang spektakuler, menyingkirkan tim-tim kuat Eropa dengan agregat meyakinkan. Jupp malam ini telah mendapatkan 2 gelar musim ini, yaitu Bundesliga dan Liga Champions. Dan bukan tak mungkin Munchen akan menjadi treble winner musim ini jika mampu mengalahkan Stuttgart di final Piala Jerman pekan depan. Capaian luar biasa itu terasa sebagai sebuah perpisahan manis bagi Jupp. Ya, musim depan posisinya akan digantikan oleh Josep Guardiola. Hal tersebut bahkan sudah dipastikan pihak klub di kala musim masih berjalan dan Jupp sedang enak melatih. Well anda tahu bagaimana rasanya bekerja dalam keadaan  sudah ada kepastian bahwa musim depan tenaga anda tak akan dipakai lagi. Namun Jupp justru tidak menjadikan hal yang menyakitkan itu untuk asal-asalan melatih Munchen, tapi dia justru termotivasi untuk memberikan semua kemampuannya yang terbaik untuk kejayaan Munchen di akhir masa kerjanya. Dan gelar Liga Champions 2012/13 menjadi kado manis perpisahan Jupp dengan klub dan fan Munchen, sekaligus pengobat rasa penasaran akibat musim lalu kandas di final kompetisi serupa. Juga sebagai pembuktian bahwa kelas Jupp tidak kalah dengan si penggantinya, Pep Guardiola.

Sorotan ketiga adalah tim Bayern Munchen sendiri. Sudah cukup lama mereka tak merasakan gelar Liga Champions lagi, terakhir kali mereka menjuarainya di musim 2000/01 setelah mengalahkan Valencia via adu penalti. Sebenarnya lamanya penantian menantikan kembalinya trofi adalah hal yang wajar bagi klub-klub besar Eropa. Namun bagi Munchen Menjadi menarik karena mereka dalam 3 musim terakhir sukses 2x mencapai final namun dua-duanya kalah, masing-masing oleh Inter Milan di musim 2009/10 dan Chelsea di final musim lalu. Dapat dibayangkan betapa penasarannya skuad Munchen untuk merasakan kebanggaan mengangkat trofi Si Kuping Besar. Kita sama mengetahui pula bahwa mencapai final Liga Champions bukanlah hal yang mudah, butuh perjalanan yang sangat panjang dari babak penyisihan hingga semifinal, tak jarang harus bertemu sesama tim-tim kuat Eropa. Ketika semua itu bisa dilewati dan anda selangkah lagi untuk merebut gelar, namun anda kandas di babak final, maka dapat dipastikan hal itu sangat-sangat menyakitkan. Apalagi sampai terjadi 2x dalam 3 tahun terakhir, Maka sangat wajarlah apabila ekspresi kegembiraan, kelegaan, dan kepuasan begitu terasa di wajah para punggawa Munchen ketika mereka mengakhiri kesialan tersebut di final musim ini. Dalam hal ini saya melihat nasib Munchen agak mirip dengan nasib timnas kita, Timnas Indonesia. Ya, Indonesia sangat sering melaju hingga ke partai final kejuaraan bergengsi Asia Tenggara, apakah itu Piala AFF ataupun SEA Games. Namun kenyataannya timnas kita jarang sekali juara atau merebut medali emas, bahkan di Piala AFF kita belum sekalipun pernah juara kendati sudah berulang kali lolos ke partai final. Semoga saja berakhirnya nasib buruk Munchen ini bisa menular ke timnas kita, dimulai dengan merebut emas sepakbola SEA Games akhir tahun ini.

Saya sebut Munchen adalah juara sejati Liga Champions musim ini. Andaipun tadi Munchen kalah, di mata saya Munchen adalah juara sesungguhnya. Keyakinan ini bertolak dari penampilan gagah dan nyaris tanpa cela yang diperagakan Munchen sepanjang Liga Champions musim ini. Tergabung di grup F bersama tim-tim kuat Valencia, Lille, dan kuda hitam BATE, Munchen mampu tampil mendominasi grup ini dan hanya sekali kalah ketika menghadapi BATE. Munchen keluar sebagai juara grup F dan menghadapi tim kuat lain, Arsenal di babak 16 besar. Toh Munchen bisa melewatinya kendati harus menelan kekalahan di leg kedua melawan Arsenal. di babak 8 besar, Munchen harus bertemu dengan raksasa Italia, Juventus, yang amat kokoh di Serie A dalam 2 musim terakhir. Namun Juve seolah tak berdaya ketika berjumpa Munchen, baik laga kandang maupun tandang mereka sama-sama dilibas dengan skor identik 2-0 oleh Munchen. Puncaknya menurut saya adalah di semifinal. Berhadapan dengan tim paling ditakuti di dekade ini, Barcelona, Munchen mampu melumatnya dengan skor 4-0 di Allianz Arena dan 3-0 di Camp Nou. Ini luar biasa bagi saya, rasanya sudah lama sekali saya tak melihat Barca kalah dengan selisih 3-0. Lebih lama lagi rasanya dalam hal kekalahan itu terjadi di kandang sendiri. Dan tak pernah terbayangkan di pikiran paling liar saya, bahwa di babak sepenting semifinal, ada tim yang mampu disingkirkan dengan agregat 7-0. Lebih tak masuk akal lagi, yang menderita selisih 7 gol itu adalah tim paling menakutkan di dekade ini dengan megabintangnya Lionel Messi. Toh itu semua mampu dilakukan dengan efektif dan dingin oleh Munchen. Sejak saat itu saya punya keyakinan, bahwa Munchen harus juara Liga Champions musim ini. Tak terbayangkan sakitnya jika usaha hebat Munchen melewati rintangan-rintangan berat tersebut harus gagal pada langkah terakhir. Dan untunglah Tuhan Maha Adil, tim yang tampil hebat ini akhirnya keluar juga sebagai juara. Well, Valencia, Arsenal, Juventus, Barcelona adalah tim-tim kuat. Mampu melewatinya adalah sebuah langkah besar, dan dengan tak ragu-ragu saya menyebut Munchen sebagai Super Munchen dan sang juara sejati Liga Champion 2012/13.

Mengenai Dortmund, musim ini mereka menjadi sorotan besar. Nyaris 10 tahun berselang ketika terakhir kalinya tim kuda hitam mampu menembus babak final Liga Champions, yaitu pada musim 2003/04 yang menghadirkan FC Porto dan Monaco, dan Dortmund mampu melakukannya pada musim ini. Dortmund yang berstatus juara Bundesliga 2012 harus tergabung di grup D, Grup 'neraka' bersama Real Madrid, Manchester City, dan Ajax. Hebatnya Dortmund mampu lolos dan menjuarai grup neraka tersebut. Di 16 besar Dortmund menyingkirkan Shakhtar Donetsk, dilanjut dengan menyingkirkan Malaga di 8 besar secara dramatis. Di semifinal Dortmund menyingkirkan favorit juara Real Madrid dengan agregat 4-3, dimana di leg pertama Robert Lewandowski membuat sensasi karena berhasil menyarangkan quattrick ke gawang Madrid. Sayang Dortmund akhirnya harus mengakui keunggulan kolega mereka di Bundesliga pada babak final. Dilihat dari perjalanannya, sebenarnya Dortmund musim ini juga tak kalah mengkilap dibandingkan Munchen, bahkan mereka tak terkalahkan dari babak grup hingga leg ke -2 semifinal (Dortmund hanya kalah sekali di leg kedua semifinal dari Madrid 2-0) . Namun langkah hebat itu mereka torehkan atas lawan-lawan yang di atas kertas relatif lebih ringan ketimbang yang harus dihadapi Munchen. Apapun itu, Dortmund mampu mendobrak prediksi banyak orang, tim kuda hitam mampu melangkah hingga ke final dan menyita perhatian dunia sepakbola disebabkan konsep kepelatihan Jurgen Klopp dan juga orientasi pembinaan pemain muda di kubu Dortmund yang menginspirasi banyak penikmat dan pelaku sepakbola.

Sejak awal saya sudah menduga bahwa final Liga Champions musim ini akan berjalan seru dan menarik. Patokan saya adalah final Piala Jerman musim lalu, dimana banjir gol terjadi di babak final yang mempertemukan Dortmund dan Munchen. Dortmund memenangi laga itu dengan skor 5-2. Dan prediksi saya kemudian terjadi di pertandingan final Liga Champions ini, kedua tim saling serang dan berani bermain terbuka selama 90 menit penuh. Rasanya sudah lama sekali saya tak melihat partai final sepakbola berlangsung seterbuka pertandingan tadi. Selalu ada kecenderungan bagi tim yang bermain di babak final untuk bermain hati-hati dan cenderung tertutup. Tapi duo Jerman mematahkan kecenderungan tadi dan mempertunjukkan laga final yang ideal dan menarik. Terimakasih Munchen dan Dortmund atas pertandingan yang seru tadi. Selamat untuk Munchen, semoga makin berkembang di era Guardiola nanti. Dan buat Dortmund semoga tetap konsisten menjalankan pola dan prinsip kepelatihan Klopp serta tetap konsisten dalam hal pembinaan pemain muda, karena pembinaan adalah salah satu hal paling urgen dalam dunia sepakbola.

salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun