Mohon tunggu...
KUASA DOA
KUASA DOA Mohon Tunggu... lainnya -

Pensiunan perusahaan minyak. Profesi sebagai "pengacara", pengangguran banyak acara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Corruptio Optimi Pessima

11 Maret 2015   16:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:48 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hahaaaaa, binatang apa ini 'corruptio optimi pessima'. Inilah kata bijak dalam bahasa Latin, yang tentu saja bahasa yang terkadang sulit untuk dicerna atau dimengerti. Arti harafiahnya adalah pembusukan (moral) dari orang yang tertinggi kedudukannya adalah yang paling jelek.  Terjemahan bebasnya antara lain: korupsi yang dilakukan oleh pejabat tinggi merupakan yang terjelek, atau kebejatan yang terjelek  adalah kebejatan yang dilakukan oleh para petinggi.

Seperti kita saksikan saat ini adalah keributan antara gubernur Jakarta Ahok dengan para anggota legislatif DPRD Dki Jakarta.  Apalagi yang diributkan kalau bukan soal korupsi.  Seperti disinyalir bahwa DPRD adalah salah satu lembaga yagn cukup busuk di republik ini, karena pembusukan oleh para pejabat negara ini. Nampaknya perseteruan itu merupakan klimaks antra eksekutif dan legislatif. Ahok yang selalu dikafirkan dan dicina-cinain, cukup menyedihkan. Banyak orang yang ngakunya beragama dan banyak di antara  menyandang gelar keagamaan, tapi nyatanya tidak santun sesuai dengan gelar yang dimilikinya.  Ahok yang disebut kafir apalagi cina,  terus disudutkan, Pada hal apa yang ingin diperbuat Ahok adalah membela kepentingan rakyat DKI khususnya agar dana-dana  anggaran DKI tidak dibegal oleh para koruptor.  Akhirnya toh ketahuan juga siapa sih yang menjadi 'master mind' di balik hiruk pikuk antara gubernur DKI dan  anggota DPRD. Aroma busuk kini makin tercium, bahwa yang sok alim dan santun  itu ternyata ibarat  serigala berbulu domba. Serakah sekali mereka mbegal  uang rakyat demi golongannya atau kepentingan dirinya sendiri.  Sebagai pejabat negara, mereka tidaklah miskin dibanmdingkan dengan mereka yang memang miskin dan terpinggirkan.

Koruptor itu bukanlah orang miskin. Umumnya mereka adalah orang berkecukupan. Sebagai pejabat publik memperoleh gajih yang lebih dari cukup di samping tunjungan-tunjungan yang sangat berkelebihan. Namun hatinya degil, barangkali masih harus mengembalikan hutang bank sewaktu kampanye legislatif tempo hari,  sehingga jalan yang seburuk apa pun dilakukan.

Kembali kepada istilah 'corruptio optimi pessima', yang berarti  korupsi yang dilakukan oleh pejabat tinggi merupakan yang terjelek, atau kebejatan yang terjelek itu apabila dilakukan oleh para pejabat  negeri ini. Jadi, terms 'corruptio optimi pessima' adalah pas untuk para pejabat atau  para anggota legislatif dan siapa pun yang mbegal uang rakyat Indonesia.  Selama ini uang rakyat selalu menjadi bancakan para petinggi negeri ini dengan berbagai alasan.

Sekarang dengan hadirnya  pemerintahan baru Jokowi-Jk yang berusaha bersih-bersih untuk negeri ini ternyata selalu dihambat oleh mereka yang merasa zona kenyamanannya terganggu.  Menyedihkan sekali. Banyak orang tidak rela untuk merubah mentalnya. Revolusi mental yang dicanangkan oleh pemerintahan baru ternyata dihadang oleh tembok besar yang seolah sulit diruntuhkan dan telah dibangun kokoh oleh para koruptor.

Bangsa ini sudah terlalu lama di tangan cengkeraman para koruptor sehingga sulit pemerintahan baru untuk bersih-bersih. Ada saja yang mengganggunya. Yang satu belum selesai, datanglah masalah baru lagi. Seolah hiruk pikuk ini silih berganti. Atau barangkali memang  ada 'master  mind' yang ingin memainkan kartu trufnya bahwa pemerintahan baru Jokowi-Jk memang tidak layak memerintah negeri ini.

Masih ada harapankah negeri ini di masa mendatang! Semoga saja. Dan sekarang kita mencatat istilah baru dalam bahasa Latin 'corruptio optima pessima' artinya  kebejatan yang terjelek adalah kebejatan yang dilakukan oleh petinggi. Selamat direnungkan.-***

Jus Soekidjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun