Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Perang Minyak III: Perang Semesta Minyak

23 Maret 2020   14:25 Diperbarui: 24 Maret 2020   13:22 1972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"(Jerigen) Minyak lebih kuat daripada pedang" -- Senator Dirksen

Dalam Artikel yang penulis tayangkan pada akhir 2014, penulis menyebutkan bahwa tindakan OPEC memainkan harga minyak dunia bertujuan untuk "mematahkan" kekuatan dari pengebor baru, terutama Iran dan Amerika Serikat. Sayangnya kita semua tahu, hal tersebut tidak berhasil. Hal tersebut tampaknya sedang (dicoba) diulang kembali.

Asal Mula Cerita

Minggu lalu, setelah perundingan OPEC dengan Rusia gagal mencapai kesepakatan, pemerintah Arab Saudi menggunakan senjata pamungkasnya, yaitu akan segera meningkatkan produksinya hingga 12 juta barrel per hari pada bulan April 2020.

Selama ini Arab Saudi menahan produksinya pada level 9,7 Juta Barrel, dengan harapan agar harga dunia stabil tinggi.

Gayung bersambut, produsen minyak lainnya seperti Uni Emirat Arab turut mengamini, dengan meningkatkan produksi mereka. Tujuannya sama, untuk ramai-ramai menghajar industri minyak Amerika Serikat.

Sementara itu, gabungan dari efek pelemahan ekonomi dunia akibat perang dagang dan penurunan permintaan yang disebabkan oleh virus Covid-19 menyebabkan harga minyak dunia semakin tertekan. 

Pada 16 maret 2020 harga minyak West Texas Intermediate bertengger di 28 US$/barrel, atau anjlok 50 % dibanding setahun yang lalu. Minyak Brent pun setali tiga uang, longsor 50% dari 67,5 US$/barrel menjadi 31 US$/barrel.

Harapan dari Arab Saudi dkk adalah mereka berharap dengan dunia yang sedang sibuk dengan serangan virus corona, harga minyak akan jatuh dengan cepat, dan menyebabkan produsen minyak serpih bertumbangan dengan segera. Sehingga Arab Saudi dkk bisa kembali menguasai pasar minyak dunia.

Sasaran Perang Minyak

Amerika Serikat

Amerika Serikat dengan Industri minyak serpihnya (Shale Oil) berhasil melewati Arab Saudi sebagai eksportir minyak bumi terbesar dunia.

Dengan produksi minyak bumi sebanyak 12 juta barrel per hari, Amerika Serikat tidak memerlukan banyak kiriman minyak bumi lagi dari jazirah Arab. 

Satu-satunya permasalahan adalah minyak serpih relative lebih mahal biaya produksinya, di mana untuk menghasilkan satu barrel, diperlukan biaya sebesar 40 US$. Sementara biaya produksi minyak bumi di lapangan darat Arab Saudi hanya sebesar 10 US$.

Harapannya, dengan menekan harga minyak di bawah 30 US$, Arab Saudi bertujuan agar produsen minyak serpih segera gulung tikar, dan selanjutnya Arab Saudi akan kembali menguasai pangsa pasar minyak.

Rusia

Sasaran Sekunder Arab Saudi adalah Rusia. Hal ini dilakukan karena Rusia dianggap tidak mau bekerja sama dalam hal pengurangan jumlah produksi minyak.

Namun masalah Rusia adalah karena mereka sulit untuk menaik turunkan produksi dalam jumlah besar untuk waktu singkat. 

Mengingat banyak lapangan minyak mereka yang berada pada lingkaran artik, di mana agar minyak tidak membeku, mereka harus terus menerus memanasi pipa dan/atau menaikkan tekanan minyaknya.

Selain itu nilai tukar Rubel Rusia yang kompetitif juga memnyebabkan mereka sanggup menoleransi harga minyak yang lebih rendah.

Iran

Sasaran terakhir Arab Saudi adalah Iran. Saat ini minyak memberikan sumbangsih terhadap 50 % pendapatan pemerintah Iran.

Harapannya dengan sumber dana yang lebih sedikit, maka kemampuan Iran untuk mendukung operasi ektra territorialnya semakin menurun. Terutama sokongan Iran kepada pemberontak Houthi di Yaman dan Suriah yang menyebabkan perang terus berlarut2.

Pengaruh Perang Minyak bagi Dunia

Kondisi badai yang sempurna bagi minyak bumi menyebabkan harga bensin di beberapa tempat di dunia sudah mulai mengalami penurunan yang drastis. 

Di beberapa negara yang notabene merupakan importir tentu dapat memberikan insentif lebih bari para konsumen yang menggunakan kendaraan pribadi.

Negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, India dan Afrika Selatan akan sangat terbantu dengan turunnya harga minyak bumi. Karena selain harga minyak bumi yang merosot, harga gas bumi pun turut melorot, dari 4 US$/mmBtu menjadi 3,1 US$/mmBtu.

Berhubung negara-negara tersebut adalah net importir energi, sehingga bisa Bersama-sama mengurangi beban pasca-virus COVID 19.

Negara-negara produsen minyak dunia tentunya menjadi pihak yang paling dirugikan. Arab Saudi secara mengejutkan menahan ratusan perwira militer dan birokrat, walaupun secara resmi mereka dituduh melakukan korupsi dan pembangkangan.

Namun, tindakan ini, bisa diartikan sebagai sebuah tindakan pencegahan untuk memastikan kesetiaan kepada penguasa de facto saat ini.

Karena sesungguhnya agar APBN Arab Saudi tidak defisit, harga minyak minimal harus sebesar 85 US$ menurut perhitungan The Economist. 

Hal ini terbukti dimana beberapa hari yang lalu, pemerintah Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka akan memangkas 5 % dari APBN mereka akibat penurunan harga minyak bumi. Dus, menjadi penting untuk "memastikan" kesetiaan aparatur negara dengan segala cara.

Tabel 1. Minimum harga minyak agar APBN negara produsen tidak defisit | Sumber:European Council on Foreign Affairs website
Tabel 1. Minimum harga minyak agar APBN negara produsen tidak defisit | Sumber:European Council on Foreign Affairs website
Pengaruh ke Indonesia

Indonesia sebagai negara net importir minyak akan sangat terbantu, di mana subsidi negara untuk solar bisa menjadi sangat rendah.

Ada kemungkinan timing turunnya harga minyak ini bisa menyebabkan alokasi subsidi yang sebesar 120 Trilyun bisa direalokasikan ke sektor yang lagi sekarat akibat serangan virus covid-19.

Namun, tidak seluruh dana subsidi tersebut bisa dialokasikan semua, karena Indonesia pun juga mendapatkan pajak dan bagi hasil dari ekstraksi minyak. Kemudian dengan turunnya harga minyak, maka pendapatan dari pajak dan bagi hasil pun otomatis akan melorot. Sehingga, akan ada selisih yang harus ditanggung oleh pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun