Setiap tahun ada paduan suara dari masyarakat yang selalu bernada kurang enak, "harga lebaran naik", "kok mahal sekali", "ini karena lebaran bu". Masyarakat apabila ditanya soal harga ketika lebaran, pasti jawabannya satu, naik. Pemerintah sudah melakukan berbagai jurus, namun saking peliknya masalah yang dihadapi, sampai-sampai seorang menteri berkata : "ini sudah lumrah menjelang lebaran, harga pasti naik". Sebuah jawaban yang dirasa menjadi simplifikasi.
Pada tahun 2005, ketika BBM (Bahan Bakar Minyak) akan dinaikkan harganya, pemerintah meminta pandangan BI (Bank Indonesia, bukan Bajigur Instan) akan efeknya kepada perekonomian. Pada waktu itu, BI memprediksi inflasi akan naik hingga 3,74 persen Yoy per satu bulan. Kenyataannya adalah 19,74 % Yoy. Pertanyaannya, mengapa BI, dengan segudang keahlian dan puluhan ahli keuangan bisa meleset jauh? Kemudian apabila BI sudah miskalkulasi pada prakiraan inflasi, apakah masih sanggup untuk mengatasi dampaknya? Jawabannya adalah jelas, BISA. Karena sebagai bank sentral yang punya SATU TUGAS, menjaga nilai rupiah, BI memiliki kemauan dan kemampuan. Hanya saja, perlu strategi yang lebih komprehensif, dalam hal ini sebuah TRISULA, serangan bermata tiga untuk melawan monster inflasi.
YÂ Â Â Â Â Â Komponen Trisula pertama: Pengendalian Permintaan Barang
Setiap lebaran, yang terjadi adalah kenaikan permintaan oleh karena masyarakat merayakan hari raya (idul fitri dan ramadhan). BI, walaupun hanya berkoordinasi dengan TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah), namun dapat mengumpulkan data permintaan barang. Sehingga, dalam perannya sebagai koordinator perbankan nasional, dapat memberi desakan kepada perbankan untuk membuat pasar murah sembako dari dana CSR. Kemudian, masih menggunakan dana CSR, BI perlu membuat paket sembako yang dijual dengan harga pabrik, ditawarkan mulai H-4 bulan di media sosial, sehingga tekanan pembelian pada lebaran bisa turun.
YÂ Â Â Â Â Â Komponen Trisula Kedua: Pengendalian Sirkulasi Uang
Kesalahan BI yang acap kali terjadi adalah membuka pintu selebar-lebarnya untuk penukaran uang kecil. Perlu diingat, bahwa psikologi manusia ketika memiliki banyak uang (jumlah,bukan hanya nominal) pasti akan lebih menghambur-hamburkan. Dalam hal ini, BI perlu membatasi penukaran sampai H-30 saja, sehingga hanya orang-orang yang benar-benar perlu saja yang mau repot-repot menukar.
Berhubung THR (Tunjangan Hari Raya, bukan Taman Hutan Rakyat) sudah merupakan produk hukum, maka BI bisa memberikan alternatif, seperti pemberian bilyet deposito tenor 1 bulan dengan bunga +1% dari SBI (praktik yang sebenarnya lumrah di kalangan perbankan) ketimbang THR dalam bentuk tunai. Untuk tahap awal, bisa diaplikasikan untuk PNS dan diwajibkan untuk mereka yang THR diatas 20 juta sehingga akan sangat menekan jumlah uang beredar pada bulan ramadhan.
Selain uang kartal, uang giral dalam bentuk kartu kredit juga harus diwaspadai, BI sebagai pengawas kesehatan perbankan, bisa memberikan seasonal surcharge katakanlah 10 % pada saat musim ramai. Sehingga hanya orang-orang yang memiliki kemampuan finansial sajalah yang akan memilih menggunakan kartu kredit. Serta promo-promo kartu kredit dari mulai H-30 sampai H+10 ditiadakan.
Dan yang terakhir adalah pengetatan likuiditas untuk kredit konsumtif, seperti KTA dan pegadaian. Semua ini wajib dilakukan demi kesehatan perbankan dan kesehatan perekonomian Negara kita. BI harus bisa membuat masyarakat memilah mana yang kebutuhan dan mana yang keinginan.
YÂ Â Â Â Â Â Komponen Trisula Ketiga : Pengendalian Psikologi Massa
Sebenarnya, sama seperti pada kenaikan inflasi BBM, yang terjadi adalah faktor perceived ketimbang faktor riil. Sehingga, untuk melawannya pun harus menggunakan psikologi massa. Contoh, ketika BI menyatakan bahwa BI menyiapkan uang tunai hingga 150 Trilyun untuk masa lebaran, yang terjadi adalah BI mempersilahkan masyarakat untuk belanja ekstra 150 trilyun. Pada saat yang sama BI mepertahankan atau menaikkan BI rate untuk mengerem likuiditas, sehingga kedua kebijakan ini saling menegasikan satu sama lain. Yang harusnya BI lakukan adalah membombardir masyarakat dengan pernyataan seperti ini: "BI telah memastikan bahwa devisa cukup untuk impor daging sapi dan gandum, sehingga harganya akan tetap stabil selama 3 bulan kedepan", "BI telah mengeluarkan clearance untuk L/C (letter of credit) impor sapi sebesar 70.000 ton pada bulan juli depan), "BI telah memastikan bahwa uang kartal telah tersedia merata dan cukup untuk menghadapi musim lebaran". Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri pasar dalam menghadapi permintaan yang berlebih.
Kemudian BI juga perlu mensponsori beberapa kuliah tujuh menit, pengajian-pengajian yang menitikberatkan pada ketidakperlunya foya-foya, berlebihan dan ilustrasi bahaya konsumerisme menurut ajaran agama. Sehingga pola pikir masyarakat bisa berubah, atau setidaknya, mengurangi hasrat pembelian barang-barang yang pada akhirnya malah menyebabkan inflasi.
Akhirnya, dengan Strategi TRISULA, yaitu Pengendalian Permintaan Barang, Pengendalian Sirkulasi Uang dan Pengendalian Psikologi Massa, dimana semuanya dapat dilakukan oleh BI. Inflasi musiman lebaran akan segera menjadi hanya sebuah catatan kaki dimasa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H