Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Usaha Intervensi Asing terhadap Presiden Joko Widodo Bagian I

30 Oktober 2014   19:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:08 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia rupanya merupakan momen yang dianggap penting oleh Negara sahabat. Di luar korps diplomatic, hadir enam kepala pemerintahan, dua kepala Negara, lima menteri Negara, dan lima utusan khusus. Total ada 17 negara mengirimkan perwakilannya, sebuah rekor baru untuk Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa mahalnya Indonesia dalam percaturan politik maupun ekonomi dunia. Namun dalam adagium politik luar negeri, berlaku satu konsep dasar, yaitu selalu ada udang di balik batu. Setiap tindakan, tingkah laku, aksi dan reaksi dalam diplomasi selalu bermakna lebih dari yang terlihat.

Sebuah pertanyaan muncul, apa yang diinginkan oleh Negara-negara yang mengirimkan perwakilannya ? apakah hanya sekadar ingin kenal ? atau ada udang di balik bakwan ? siapa yang sukses memainkan kartunya pada pelantikan kemarin dan negara mana yang melakukan miskalkulasi ? dan yang terpenting, apakah Presiden Jokowi tunduk kepada kepentingan asing?

Pertama-tama marilah kita melihat siapa saja yang menghadiri pelantikan Joko Widodo sebagai presiden republic Indonesia

Kepala Negara :

1.       Presiden Timor-Timur

2.       Sultan Brunei Darussalam

Kepala Pemerintahan

1.       Perdana Menteri Australia

2.       Perdana Menteri Singapura

3.       Perdana Menteri Malaysia

4.       Perdana Menteri Papua Nugini

5.       Perdana Menteri Haiti

Pejabat setingkat Menteri

1.       Menteri Luar Negeri Amerika Serikat

2.       Menteri Industri dan Perdagangan Rusia

3.       Menteri Luar Negeri Britania Raya

4.       Menteri Luar Negeri Thailand

5.       Menteri Luar Negeri Selandia Baru

Utusan Khusus

1.       Deputi Kongres Rakyat Tiongkok

2.       Utusan khusus Kerajaan Belanda

3.       Utusan khusus pemerintah Jepang

4.       Utusan khusus Republik Korea Selatan

5.       Utusan khusus Republik Rakyat Vietnam

Dari 17 nama ini, 3 merupakan tamu rutin setiap pelantikan, yaitu PM Australia, Sultan Brunei dan PM Malaysia. Kemudian Marilah kita telisik kepentingan masing-masing Negara, dan apa yang mereka inginkan.

Malaysia

PM Malaysia malah melakukan "selfie" bersama Presiden Joko Widodo setelah selesai beraudiensi, hal ini menunjukkan bahwa beliau santai dan relax, dan dapat terlihat bahwa hubungan ke depan dengan Malaysia akan cerah. Tindakan pembongkaran mercu suar di Tanjung Datu juga merupakan sebuah "gesture" bahwa Malaysia mengambil langkah aman, dan berharap sebuah hubungan yang lebih baik ke depannya.

Brunei Darussalam

Berhubung ukuran Negara yang liliput dibandingkan Indonesia, Sultan Brunei tampaknya akan meneruskan tradisi live and let live sambil terus menjaga hubungan baik. ASEAN telah memberikan kestabilan politik luar negeri selama hampir 4 dekade, sehingga Brunei dapat berkonsentrasi pada pembangunan Ekonomi dalam negerinya, karena itu, bagi Brunei Indonesia adalah "Pasangan Sehidup-Sematinya".

Australia

Sebagai sebuah Negara yang mempunyai hubungan sejarah dan budaya yang lekat dengan Eropa di Asia. Australia berada pada posisi yang unik pada saat ini. Ketika hampir 80 % Ekspor Australia ditujukan kepada Asia, maka secara ekonomi, Australia bergantung pada Asia, namun secara kultur dan sejarah, ia menengok ke Eropa. Indonesia merupakan partner dagang yang cukup penting, dimana ekspor Australia mencapai hampir 6 miliar dollar setahun. Yang perlu dicatat adalah tampaknya PM Tony Abbot tidak terlalu mempermasalahkan ekonomi, beliau malah lebih tertarik untuk masalah pertukaran pelajar. Ini artinya secara jangka pendek, Australia yakin bahwa perdagangan kedua Negara tidak akan terlalu banyak berubah. Sementara masalah terorisme dan perbedaan paham lebih mendesak (terutama masalah ISIS). Sedangkan undangan untuk mengikuti G-20 bisa diartikan keinginan PM Tony Abbot untuk mengenal Presiden Joko Widodo lebih jauh. Tampaknya Australia yakin bahwa walaupun Presiden Joko Widodo menaruh program swasembada pangan sebagai program prioritas, Ekspor Gandum, Daging dan Sapi Australia tidak akan banyak terpengaruh.

Singapura

Sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia dan Negara ASEAN, Singapura termasuk yang jarang menghadiri pelantikan presiden. Karena itu, kehadiran PM Singapura kemarin merupakan indicator bahwa Singapura sedikit khawatir mengenai keberlangsungan kepentingannya. Visi Maritim Presiden Jokowi merupakan hal terakhir yang diinginkan oleh Singapura. 14 % ekspor Indonesia ditujukan ke Singapura, dan sudah pasti bahwa 80 % nya akan di Re-ekspor ke Negara lain. Dengan revitalisasi Indonesia sebagai Negara Maritim, peran Singapura akan sangat termarginalkan. Kita juga bisa mendengar bahwa PM Singapura meminta Presiden Joko widodo untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia, dan ada bisnis Singapura yang mengalami kesulitan akibat sistem hukum yang idak jelas. Ini bisa kita baca sebagai, "INDOSAT punya gua, awas, jangan di buyback". Tentunya pada kemudian hari, kita bisa menggunakan ini sebagai daya tawar, mungkin dengan meminta Singapura mengembalikan control udara di sebagian wilayah Indonesia yang selama ini dikontrol oleh ATC Changi, Singapura.

Timor Leste

Sebagai Negara bekas Jajahan Indonesia (PBB tidak pernah mengakui timor-timur sebagai bagian dari NKRI) Timor Leste memiliki perasaan yang ambivalen terhadap NKRI. Bergantung pada perdagangan kecil-kecilan via atambua dan suplai BBM dari PERTAMINA, Timor Leste berharap bisa independen dengan cadangan MIGAS di Celah Timor, namun dengan perundingan batas laut dengan Australia menghadapi jalan buntu, tampaknya Timor Leste berharap agar Indonesia bersedia untuk berinvestasi dan berdagang dengannya. Di sisi lain, kedatangan Presiden Timor Leste juga mengisyaratkan adanya closure atau permulaan baru dalam hubungan kedua Negara. Bagaimanapun juga LetJen (Purn) Soesilo Bambang Yudhoyono, merupakan produk ABRI yang dimasa lalu, menginvasi Timor Leste. Sehingga munculnya figure Presiden Joko Widodo yang tidak memiliki kaitan langsung dengan masa lalu Timor Leste, merupakan suatu pertanda yang baik dan perlu diapresiasi.

Papua Nugini

Sebagai Negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia di pulau Irian (atau Papua, terserah), Papua Nugini seringkali lebih peduli dengan apa yang terjadi di London, Canberra atau Wellington ketimbang apa yang terjadi di Jakarta. Kemungkinan terbesar mengapa Port Moresby sampai mengirimkan Perdana Menteri adalah fakta bahwa Joko Widodo adalah seorang Presiden yang (tampaknya) peduli kepada Papua lebih dari sekedar berapa nilai royalti tambang yang didapat pemerintah pusat. Ini merupakan hal yang historis, karena bila kita bisa menggandeng Papua Nugini, maka kita bisa berkoordinasi mengenai perdagangan antar Negara yang berujung pada peningkatan kesejahteraan bagi kedua belah pihak, terutama bagi penduduk Papua (baik yang di wilayah Indonesia maupun Papua Nugini). Permasalahan yang juga bisa diselesaikan adalah masalah penentuan tapal batas, serta pergerakan OPM yang seringkali melintas batas kedua Negara. Tampaknya, dari percakapan antara PM Papua Nugini dengan Presdien Joko Widodo, memang kedua hal itu yang ingin diprioritaskan.

Haiti

Sejujurnya, ini hal yang tidak terduga. Ada kemungkinan bahwa pemerintah Haiti ingin belajar bagaimana rekonstruksi pasca-gempa dari Aceh. Serta perbaikan structural pada sistem pemerintahannya dalam hal penganganan bencana. Selebihnya, masih sangat gelap untuk mengetahui apa yang sebenarnya dicari Haiti dalam rangka kunjungannya mengingat sejarah hubungan kedua Negara yang sangat terbatas.

Amerika Serikat

[caption id="attachment_370544" align="aligncenter" width="300" caption="Menlu AS dan Presiden RI--Reuters"][/caption]

Presiden Barrack H. Obama berkata pada Presiden Yudhoyono ketika berada di sidang umum PBB, menggunakan bahasa Indonesia "terima kasih bapak". Hal ini mengisyaratkan bahwa selama ini Indonesia telah menjadi kawan baik Amerika Serikat. Terlebih bahwa di bawah kepresidenan SBY, Indonesia dapat membeli beberapa ALUTSISTA yang hanya diberikan kepada sekutu Amerika (AH-64 Apache dan Rudal FGM-148 Javelin) yang benar-benar solid mendukung kepentingan (Interest) Amerika Serikat. Kedatangan Menlu John Kerry ke Indonesia bisa di terjemahkan bahwa Amerika Serikat sebenarnya lumayan khawatir. Terlihat ketika bertemu dengan Presiden Joko Widodo, sempat beberapa kali salah tingkah. Sementara Presiden Joko Widodo memilih menggunakan Batik lengan panjang, yang artinya beliau berada pada posisi Defensif, namun sekaligus mengatakan kepada tamunya bahwa ia menghargai kedatangannya. Pantaslah bagi Amerika Serikat untuk mengirimkan bidak menteri, karena bagaimanapun juga CHEVRON memproduksi 450.000 barrel minyak dari 875000 barrel per hari. Sementara Freeport McMorran sangat bergantung pada renegosiasi. Dalam dunia politik juga berlaku adagium "apa yang tidak diucapkan lebih bermakna". Ketika Menlu AS berbicara soal pertemuan APEC dan perubahan iklim, maka isu sebenarnya adalah kelangsungan investasi AS di masa pemerintahan Joko Widodo. Sedangkan beliau juga berharap agar Presiden Joko widodo berkenan untuk bertemu dengan Presiden Obama di KTT APEC. yang berarti ada campuran antara harapan dan sedikit kepanikan. karena bila benar-benar PD maka pastilah Presiden Joko Widodo akan diundang ke gedung putih. sehingga tampaknya Presiden Obama memilih bermain aman terlebih dulu dan bertemu di luar Amerika Serikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun