Mohon tunggu...
KSM Defensia
KSM Defensia Mohon Tunggu... Lainnya - Kelompok Studi Mahasiswa Defensia

KSM DEFENSIA merupakan sebuah kelompok studi yang didirikan sejak 14 Desember 2003 oleh mahasiswa hubungan internasional UPN Veteran Yogyakarta. Fokus kajian dalam kelompok studi ini adalah mengenai pertahanan dan keamanan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Politik

206 Woyla: Terror yang Menyandra Sang Garuda

24 Desember 2023   17:39 Diperbarui: 24 Desember 2023   17:44 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa Woyla atau peristiwa pembajakan Garuda Indonesia dengan Nomor penerbangan 206 pada tanggal 28 Maret 1981 merupakan salah satu peristiwa yang terbilang oleh banyak orang sebagai operasi kontra terorisme paling sukses di Indonesia. Kejadian berawal dari pesawat DC-9 "Woyla" Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 206 dijadwalkan untuk berangkat dari Bandar Udara Soekarno Hatta, Jakarta menuju Pangkalan Udara Soewondo, Medan. Penerbangan ini kemudian melakukan transit di Pelabuhan Udara Talang Betutu dilanjut perjalanan menuju Medan. Namun, tidak disadari bahwa terdapat 5 orang anggota kelompok ekstrimis bernama "Komando Jihad" yang menyamar di antara para penumpang dan berencana melakukan pembajakan. Kelompok teroris tersebut berencana membawa pesawat ke Libya dengan transit terlebih dahulu di Colombo, Sri Lanka. Pembajakan berhasil dilakukan dan kelompok teroris menyuruh pilot pesawat untuk menuju Sri lanka. Namun, pilot menginformasikan bahwa bahan bakar tidak akan cukup untuk mencapai tujuan. Setelah mendengar informasi dari pilot, pihak teroris mengubah rute dan mendarat di Penang, Malaysia. Disana mereka meminta tiga hal yaitu pelepasan teman mereka yang merupakan pelaku penyerangan di Cicendo, uang sebesar 1,5 juta Dollar Amerika, dan jalur penerbangan khusus untuk rute pelarian diri. Pesawat kemudian diberangkatkan kembali, tetapi kehabisan bahan bakar dan mendarat di Bandar Udara Don Mueang, Thailand. Di tempat ini lah kemudian ABRI melaksanakan Operasi Woyla yang menjadi salah satu operasi pembebasan pembajakan paling ternama di Indonesia. 

Operasi woyla ini menjadi salah satu pembuktian militer Indonesia di mata dunia. Dikarenakan korban jiwa berhasil diminimalisir, korban tersebut yaitu 1 anggota pasukan, 4 anggota teroris, dan 1 sipil yaitu pilot pesawat. Operasi dijalankan oleh Kopassandha yang merupakan nama Kopassus saat itu. ABRI kala itu memiliki pengalaman dan pelatihan yang minim terkait pembajakan pesawat. Namun, bukannya mengedepankan negosiasi, pihak Indonesia justru mengerahkan pasukan khususnya. Padahal menurut Asisten Intelijen Departemen Pertahanan dan Keamanan (Asintel Hankam) Letjen Benny Moerdani kemungkinan keberhasilan operasi tersebut disampaikannya ke Presiden Soeharto sebagai "fifty-fifty". Terlebih lagi tidak adanya pengumuman secara resmi dari pemerintah dan tidaknya adanya media yang menyampaikan secara detail terhadap kronologi dan alat pembajakan kejadian tersebut sehingga terkesan tertutup. Disisi lain terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pembatasan informasi ini dilakukan demi menjaga penurunan kasus pembajakan pesawat yang sebelumnya terdapat lonjakan pada tahun 1970-an. 

Peristiwa pembajakan woyla juga memberikan perspektif baru terkait bagaimana negara satu dan negara lain berinteraksi dalam menghadapi kasus pembajakan. Dalam buku The Admiral Laksdya TNI (Purn.) Soedibyo Rahardjo menjelaskan bahwa pihak Indonesia meminta Malaysia untuk tidak melakukan Refuel dan memberikan dukungan logistik lainnya. Namun, yang terjadi menuai rasa kekecewaan dan terkhianati lantaran pihak pemerintah malaysia justru memberikan bantuan bahan bakar dan logistik ke penerbangan Garuda 206 yang telah dibajak. Sementara pihak Thailand sempat tidak memberi izin kedatangan pasukan khusus Indonesia karena Perdana Menteri Thailand saat itu Prem Tinsulanonda merasa bahwa keberatan jika pasukan dari negara asing melakukan operasi militer di wilayahnya. 

Hal lain yang menjadi perhatian adalah bagaimana keamanan bandar udara Indonesia saat itu memiliki banyak weak spot sehingga teroris dapat menyelundupkan persenjataannya melalui seluruh pemeriksaan yang ada. Adapun beberapa orang berpikir bahwa terdapat pihak internal bandara yang berafiliasi dengan kelompok "Komando Jihad" tersebut. Kecurigaan juga diarahkan pada pihak bandar udara di Penang, malaysia yang membantu mengisi bahan bakar pesawat dan memberikan perbekalan berupa makanan padahal pesawat itu dalam posisi dikendalikan oleh kelompok teroris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun