(Lagi-lagi, penanya terpaku dengan jawaban Trump yang membandingkan dirinya dengan diktator)
P: Anda tidak khawatir dengan efek psikologis yang mungkin dialami korban bully-ing itu?
T: Efek psikologis apa? Justru semangat mereka akan berkobar. Saya ingat, dulu saya sangat sedih dengan Meksiko yang mengirim pecundang-pecundang jahat ke Amerika. Dan saya terlecut untuk membalas bully dari Meksiko itu.
P: Bukankah itu pada akhirnya jadi lingkaran setan? Yang satu mem-bully lalu yang lain membalas. Lalu saling mengejek hingga akhirnya jatuh korban.
T: Saya tak peduli. Buat saya, yang penting adalah menang.
Anda bisa melihatnya, seberapa gilanya jika identitas sebagai 'bully' itu terus dipelihara?
PS: Seperti sebelumnya, semua isi wawancara ini adalah fiksi. Tapi Anda bisa melihat kenyataan yang menyedihkan di baliknya. Dan Anda bisa juga menjadikannya sebagai refleksi betapa berbahayanya kegiatan saling mem-bully.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H