Tanggal 29 April 2015 ini Kopassus akan menyelenggarakan syukuran dalam rangka HUT yang ke-63. Acara ini dilakukan memang tidak tepat pada hari ulang tahunnya tanggal 16 April lalu. Sebab tanggal 16 April telah diambil dan digunakan oleh Panglima TNI untuk kepentingan politiknya mengangkat Presiden Jokowi sebagai warga kehormatan TNI melalui suatu upacara pemberian baret. Padahal acara pembaretan itu gak penting-penting amat sih... Diangkat sebagai warga TNI atau tidak, seorang Presiden tetap bisa menggerakkan TNI atas kebijakan politik negara. Sebab Presiden sesuai UUD memang Panglima Tertinggi TNI. Menjadi lebih jelas bahwa upacara pembaretan pada HUT Kopassus itu bukan ritual militer yang sakral tapi drama politik murahan untuk kepentingan Panglima TNI. Dalam upacara militer yang hanya ada satu-satunya di dunia itu, Presiden Jokowi diangkat menjadi warga kehormatan TNI dengan simbol pemakaian jaket dan baret Kopassus, Marinir dan Paskhas. Kemudian diakhiri dengan pemakaian jaket dan baret Mabes TNI.
Masih segar dalam ingatan kita, bahwa upacara militer yang diikuti oleh 6.450 prajurit dengan berbagai peralatan tempurnya itu memakan korban satu orang Prajurit Denjaka TNI AL. Tidak cuma itu, satu pesawat tempur F16 juga mengalami kecelakaan. Peristiwa ini menurut sebagian pengamat bisa menjadi cermin bagi rendahnya kualitas TNI karena dipimpin oleh Panglima yang genit berpolitik pencitraan. Setali tiga uang, Presiden Jokowi juga tidak begitu paham dengan baik tata cara busana atau penggunaan dress code dalam suatu acara akbar yang digelar khusus untuk menghormati dirinya. Menggunakan baju putih biasa dengan lengan baju digulung Jokowi tampil di hadapan 6.450 prajurit TNI berpakaian lengkap. Semakin jelas dan sempurna, upacara pembaretan itu cuma panggung sandiwara untuk saling menghibur diri antara Panglima TNI dan Presiden. Sementara prajurit TNI yang kita banggakan hanya menjadi pelengkap panggung hiburan tersebut. Tapi, sudahlah... saat ini memang era drama, era seni panggung, era dimana para pemimpin menemukan eksistensi diri saat berada di atas panggung sebagai pusat tontonan, bukan tuntunan bagi rakyat yang dipimpinnya.
Namun tetap menjadi keheranan bagi kita semua, di atas panggung drama kolosal (karena melibatkan 6.450 prajurit dari semua angkatan dan kesatuan), sudah sangat jelas diatur dalam UUD bahwa Presiden merupakan penguasa tertinggi AD, AL dan AU, tapi koq masih diberi warga kehormatan TNI melalui upacara besar-besaran? Tentu saja upacara tersebut menggunakan duit rakyat. Ini sama halnya warga suatu desa membuat upacara adat besar-besaran untuk menganggkat Kepala Desa yang mereka pilih sendiri menjadi warga desa tersebut. Aneh, lucu dan sekaligus (maaf) terlihat bodoh....
Lebih terlihat aneh, lucu dan sekaligus (maaf) terlihat bodoh pada upacara pembaretan tersebut Panglima TNI Jenderal Moeldoko memberikan pernyataan politiknya dengan mendeklarasikan dukungan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi selama 5 tahun. Politik TNI adalah politik negara bukan politik kekuasaan apalagi politik murahan dan dangkal dengan cara dukung mendukung. Mari berandai, jika nasib politik Jokowi tidak sampai 5 tahun, atas kehendak rakyat seperti yang terjadi pada pemerintahan Soekarno, Soeharto atau Gus Dur, apakah TNI tetap mendukung dan memilih berhadapan dengan kehendak rakyat? Wahai Jenderal Moeldoko, mau dibawa kemana lagi TNI ini? Janganlah menjadi pahlawan kesiangan. TNI itu alat negara Jenderal, bukan alat pemerintah dan bukan pula alat politik untuk mendukung popularitasmu.....
Hal lain yang juga terlihat unik dalam peristiwa itu adalah, adanya distorsi dalam memahami profesionalitas dengan penggunaan simbol baret dan korps yang digunakan TNI untuk mewakili profesionalitasnya. Adalah benar dan tepat, bila dalam upacara itu TNI AD diwakili oleh Kopassus karena Kopassus memang jagoannya TNI AD. Tetapi jelas salah besar, bila TNI AL dan AU diwakili oleh Marinir dan Paskhas. Karena kedua korps tersebut selain tidak setara dengan Kopassus dalam kualitas dan prestasi tempurnya, juga tidak mencerminkan profesionalitas TNI AL dan TNI AU.
Bukankah profesionalitas AL dan AU di negara mana pun diwakili oleh kualitas prajuritnya yang mengawaki kapal perang dan pesawat tempur. Oleh sebab itulah kedua mesin perang itu mereka sebut alat utama (alut), dan sistem senjatanya (sista). Karena tanpa alut sistanya itu, AL dan AU tidak bisa bertempur sesuai domain dan tugas pokoknya. Sementara bagi TNI AD alut sistanya adalah prajurit. Bukan mesin perang atau senjatanya. Ini prinsip paling mendasar dalam memahami core profesionalisme prajurit.
Disadari atau tidak, disengaja atau tidak, pengangkatan Presiden sebagai warga kehormatan TNI yang dilakukan bukan pada hari TNI pada tanggal 5 Oktober, tetapi dilakukan tepat di HUT Kopassus tanggal 16 April merupakan bentuk pengakuan tertinggi bagi profesionalitas Kopassus. Pengakuan terhadap Kopassus juga telah ditunjukkan oleh Kasal dan Kasau, yang dengan bangganya mengenakan pakaian Marinir dan Paskhas yg menyerupai pakaian Kopassus, dan mendemonstrasikan kemampuan prajuritnya untuk melakukan demonstrasi aksi pembebasan sandera yang juga ikut-ikutan seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh Kopassus.
Semua bentuk pengakuan yang tulus dari Panglima TNI, Kasal dan Kasau atas kehebatan Kopassus, serta prestasi luar biasa dari penerjun Kopassus dalam memecahkan rekor terjun payung CRW Asia Australia, diharapkan tidak membuat Prajurit Kopassus menjadi sombong dan pongah. Dengan berbagai kemampuan tempur tersebut prajurit Kopassus harus bisa semakin rendah hati, dan menjadikan pemicu untuk lebih giat lagi berlatih. Sehingga bisa semakin banyak lagi kesatuan TNI lainnya yang ikut-ikutan dan meniru Kopassus.
Oh ya..... satu lagi yang sangat membesarkan hati kami, Rakyat Indonesia, adalah acara ulang tahun yang diselenggarakan oleh Kopassus kali ini sungguh berbeda dan membanggakan. Kopassus tidak hanya semakin rendah hati dengan kemampuan tempurnya yang semakin hebat namun juga semakin arif dan penuh bijaksana. Puncak perayaan HUT Kopassus yang akan diselanggarakan 29 April nanti akan dihadiri oleh para mantan musuh negara yang pernah bertempur dan saling berhadapan dengan Kopassus di medan perang. Ini sungguh luar biasa! Hanya orang arif dan bijak dengan tingkat pengendalian diri yang dalam dan kepribadian matang yang dapat melakukannya. Reuni sekolah, reuni almamater atau reuni teman sepermainan itu sudah lumrah. Ini baru pertama terjadi di dunia, reuni dengan musuh yang pernah diperangi pada suatu pertempuran. Hmmmm... gemana rasanya ya. Namun demikian, inilah kualitas Kopassus. Reuni ini juga menunjukkan bahwa Kopassus memang tidak pernah memiliki musuh. Kopassus berperang untuk negara, demi merah putih dan Indonesia tercinta. Musuh Kopassus adalah musuh negara, bukan musuh pemerintah. Ketika negara menetapkan bahwa mereka sudah tidak lagi sebagai musuh negara, Kopassus mematuhinya dan menjadikan mereka sebagai kawan sebagaimana negara telah menganggap mereka sebagai sahabat.
Begitu pula dengan hadirnya komunitas pasukan khusus dari berbagai negara yang pernah belajar dan berlatih di Pusdik Passus Batujajar menunjukkan, bahwa profesionalitas Kopassus memang pantas menjadi legitimasi profesionaltas TNI yang tertinggi. Tidak ada pasukan yang bisa bertindak arif, bijak, matang dan loyal pada negara seperti Kopassus. Tidak ada pula pasukan yang disegani oleh negara lain selain Kopassus. Kopassus memang Pasukan Khusus kebanggaan rakyat Indonesia. Mengganggu Indonesia berarti mengganggu Kopassus, mengganggu Kopassus berarti mengganggu Indonesia. Kopassus ditakuti lawan dan disegani kawan karena memiliki profesionalitas prajurit yang tinggi.
Selamat ulang tahun ke-63 Kopassus. Kami Rakyat Indonesia bangga melihat Kopassus bisa hebat tanpa harus ikut-ikutan meniru tentara mana pun. Tunjukan kepada dunia, bahwa Kopassus adalah alat negara yang profesional. Bukan alat politik praktis untuk mencari popularitas bagi segelintir petinggi TNI. Hanya ada satu pasukan khusus, ya Kopassus... KOMANDO !!!