Mohon tunggu...
Ksatria Nusantara
Ksatria Nusantara Mohon Tunggu... -

Cinta NKRI, Berjiwa Merah Putih, Anti Penjajahan... Moerdeka ataoe mati!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Harga Beras Melonjak, Panglima TNI Bertindak

28 Februari 2015   21:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:21 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga Beras Melonjak, Panglima TNI Bertindak maka TNI Semakin Jauh dari Barak

Akhir-akhir ini harga beras melonjak hingga mencapai 30%. Diduga, lonjakan harga beras tersebut disebabkan oleh permainan mafia beras. Beras impor dari Thailand, India dan Vietnam sengaja ditahan oleh distributor, sementara Indonesia sangat tergantung pada beras impor tersebut. Kekeliruan mendasar sebenarnya terletak pada kebijakan impor dan praktek swastanisasi impor beras. Dengan curah hujan yang cukup dan lahan yang subur, sebenarnya Indonesia mampu swasembada beras bahkan menjadi eksportir beras. Lantas mengapa Indonesia kekurangan beras dan harus mengimpornya dari luar? Rupanya, butir beras yang berasal dari padi sebagai konsumsi bahan pokok rakyat Indonesia, tidak hanya terkait dengan lahan yang subur dan curah hujan yang cukup. Persoalan menanam padi ini terkait juga dengan kebijakan pemerintah lainnya seperti perlindungan hukum terhadap tanah pertanian, kebijakan harga pupuk dan kebijakan terhadap harga beras saat musim panen tiba.

Lihatlah, saat ini sejumlah lahan persawahan dijadikan restoran bernuansa alam, tempat usaha, bangunan ruko hingga apartemen. Harga tanah menjadi naik demikian gila menggoda petani melepas sawahnya. Lahannya sama, tapi tanaman padi berganti menjadi gedung mewah. Saat menanam padi, petani butuh pupuk. Saat itu, kadang pupuk menjadi langka, kalaupun pupuk tersedia harganya menjadi sangat luar biasa. Saat panen tiba, harga gabah ditentukan oleh tengkulak seenaknya. Dari sektor hulu dan hilir produksi padi, negara seperti absen dan menutup mata. Tanpa sadar, kita digiring dan dipaksa mengambil kebijakan untuk mengimpor beras.

Disini hukum dasar pasar berlaku, semakin banyak orang berminat, semakin butuh dan tergantung pada sesuatu, maka semakin besar pihak untuk tertarik pada bisnis tersebut. Semakin banyak yang tertarik berbisnis beras, semakin tergantung orang pada mekanisme pasar. Situasi makro seperti inilah yang menumbuhkan iklim mafia. Pada level yang berbeda, kuasa mafia seperti ini terjadi juga pada distribusi BBM, cabai, garam bahkan jengkol dan petai. Perhatikan, lonjakan harga tersebut seperti digilir. Bulan ini harga BBM naik, bulan depan harga cabai yang naik, bulan berikutnya harga beras yang melonjak, demikian seterusnya.

Dengan demikian, mafia beras ini bukan urusan kecil seperti menghadapi begal motor yang marak akhir-akhir ini. Mafia beras tersebut cukup sistemstis dan terstruktur.Bergerak berdasarkan prinsip kapitalisme global dan digerakkan melalui suatu sistem invisible hand. Medan peperangannya pada wilayah ekonomi dan kebijakan pemerintah, bukan pada wilayah pertahanan dan keamanan yang melibatkan pasukan militer bersenjata. Jika semua urusan negara harus melibatkan tentara, nanti urusan perkawinan atau perceraian suami isteri juga bisa mengerahkan tentara.

Lantas, jika urusan melonjaknya harga beras tersebut terkait kebijakan pemerintah dalam sektor ekonomi dan pangan, mengapa TNI dilibatkan dalam urusan melonjaknya harga beras ini? Sila baca: http://m.antaranews.com/berita/481901/kemendag-gandeng-tni-polri-berantas-mafia-beras Seperti kultur militer dimanapun, kultur yang berkembang di TNI adalah sistem komando. Suatu sistem yang memuja ketaatan mutlak pada komandan. Komando tertinggi TNI ada di tangan Presiden RI, sebagai Panglima Tertinggi (Pangti) TNI. Tapi posisi Presiden sebagai Pangti hanya bersifat administratif ketatanegaraan dan kebijakan politik terkait isu pertahanan nasional. Sementara urusan operasional, TNI sepenuhnya di bawah kendali Panglima TNI. Jika Panglimanya berani, maka TNI akan menjadi pemberani yang disegani. Jika Panglimanya genit, maka TNI hanya akan menjadi seperti gadis seksi yang mampu melayani dan memuaskan siapa saja yang membutuhkan jasa servisnya.

Dengan demikian, keterlibatan TNI dalam urusan penumpasan mafia beras ini ditentukan oleh karakter Panglimanya. Dalam banyak kasus, Panglima TNI tampak justru akhir-akhir ini lebih terlihat genit dari pada berani. Semua urusan publik yang dikelola sipil seperti Satpam, Satpol PP, Basarnas dan terakhir penumpasan mafia beras ingin diambil alih oleh Panglima TNI. Padahal karakter permasalahan yang dikandungnya sangat jauh sekali dari ancaman terhadap pertahanan negara. Mafia beras itu bukan perompak atau teroris yang dioperasikan melalui kekuatan bersenjata yang mengancam sistem pertahanan negara, tapi dikendalikan oleh kekuatan kapital. Hallooooo Panglima...... paham gak sih?

Melibatkan TNI pada urusan di luar urusan pertahanan seperti ini akan membuat TNI semakin jauh dari barak. Sebaliknya, selangkah demi selangkah TNI akan mendekat pada pusat kekuasaan. Indonesia punya pengalaman buruk selama 32 tahun di bawah rezim militer. Apakah rakyat ingin TNI kembali berpolitik? TNI kembali ingin berkuasa penuh, mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara? Apakah rakyat ingin TNI lemah karena para perwiranya nanti berebut kuasa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun