Mohon tunggu...
Dwi A
Dwi A Mohon Tunggu... -

manusia biasa yang berjalan di bumiNya yang maha luas dan mencoba menimba ilmu dari semua unsur kehidupan..\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bu Guru, Saya Ingin Jadi Astronot

22 Juni 2011   10:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1985,saya teringat majalah anak-anak favorit saya waktu itu menampilkan artikel calon astronot pertama Indonesia, Ibu Pratiwi Sudarmono. Saya waktu itu yang masih duduk di TK sangat terinspirasi dengan artikel tersebut. Menurut pikiran kanak-kanak saya waktu itu, wow hebat sekali seorang perempuan Indonesia akan pergi ke luar angkasa! Sehingga secara otomatis jika pada masa-masa itu jika saya ditanya cita-cita ketika dewasa nanti, saya menjawab ingin seperti ibu Pratiwi, menjadi astronot. Namun sejak pemberitaan heboh tersebut, calon astronot pertama Indonesia itu tidak jadi berangkat karena satu dan lain hal. Pun hingga 26 tahun kemudian, tetap tidak ada satu pun astronot Indonesia yang pernah terbang ke luar angkasa dalam misi-misi penjelajahan antariksa yang saat ini sudah semakin semarak. Negara tetangga pun (Malaysia) sudah pernah mengirimkan astronotnya ke International Space Station (ISS) bersama dengan misi penjelajahan antariksa negara lain. Lalu ke mana saja kita, kenapa tidak pernah berpartisipasi dalam misi antariksa? Sejarah penerbangan manusia ke antariksa dimulai sejak 50 tahun lalu, ketika astronot Yuri Gagarin dari Uni Soviet berhasil terbang ke orbit bumi pada 12 April 1961. Sejak saat itu seluruh bangsa di dunia berlomba-lomba mengembangkan program antariksa nasional, baik berupa misi penjelajahan manusia ke antariksa hingga peluncuran satelit-satelit ke antariksa untuk berbagai keperluan seperti komunikasi, global monitoring, pemetaan, earth observation, penghitungan emisi karbon dioksida, observasi dampak bencana alam dan lain sebagainya. Kehidupan peradaban manusia saat ini sesungguhnya sangat tergantung pada teknologi yang berbasis antariksa, contoh paling sederhana telekomunikasi, siaran televisi, navigasi dan sebagainya. Pada tanggal 1 Juni 2011 yang lalu, Kantor Urusan Antariksa PBB (UN Office for Outer Space Affairs - UNOOSA) menyelenggarakan perayaan 50 tahun penerbangan manusia ke antariksa dan 50 tahun Komite PBB untuk Pemanfaatan Antariksa untuk Tujuan Damai (UN Committee on the Peaceful Uses of Outer Space - UNCOPUOS) di Markas Besar PBB di Wina, Austria. Dalam rangkaian acara perayaan tersebut, hadir pula astronot dari berbagai negara yang telah melaksanakan misi ke antariksa dan mengunjungi ISS. Bahkan dalam kesempatan tersebut, para astronot juga mempromosikan makanan nasional yang dibawanya ketika sedang melaksanakan misi ke antariksa. Dan tahukah saudara-saudara makanan nasional apa yang dibawa oleh astronot Malaysia ketika sedang melaksanakan misinya tersebut? tiga macam makanan dari beberapa macam makanan yang dibawa oleh astronot Malaysia tersebut adalah sate, rendang dan tempe goreng. Secara tidak langsung, hal ini juga mempromosikan bahwa ketiga jenis makanan tersebut merupakan kuliner nasional Malaysia. Sayangnya Indonesia tidak punya astronot yang sudah pernah menjelajah antariksa, sehingga tidak bisa mempromosikan kuliner nasionalnya yang sudah pernah 'terbang melayang' di antariksa. Di samping itu, sebagai salah satu rangkaian acara perayaan tersebut, diselenggarakan pula Pameran Keantariksaan yang diikuti oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, China, Inggris, India, Iran, Malaysia, Indonesia dan beberapa negara lainnya. Negara-negara maju dalam pameran tersebut menampilkan berbagai miniatur roket yang berhasil diluncurkannya, contoh pakaian astronot, video rekaman misi antariksa yang telah dilaksanakannya, program antariksa nasional dan lain sebagainya. Rata-rata negara maju tersebut juga telah memiliki kurikulum pendidikan untuk para profesional di bidang antariksa, baik itu di bidang teknologi antariksa maupun di bidang hukum antariksa. Salah satuvideo rekaman yang ditampilkan adalah ketika astronot Jepang sedang dalam misi di ISS, terlihat di belakangnya pemandangan di balik jendela ISS, bumi yang bulat biru kehijau-hijauan dengan latar antariksa biru gelap yang sungguh menakjubkan. Sebenarnya Indonesia juga memiliki sumber daya yang memadai untuk dapat menjalankan program antariksa nasional supaya dapat terus bersaing dengan negara-negara lain yang telah memanfaatkan teknologi antariksa terlebih dahulu. Dengan posisi geografis di garis katulistiwa, Indonesia memiliki keunggulan geografis sebagai tempat peluncuran satelit ataupun misi antariksa yang paling strategis. Di saat negara-negara lain berlomba-lomba mengembangkan dan memanfaatkan teknologi antariksa, bahkan beberapa negara sudah mulai memanfaatkan antariksa untuk tujuan komersial, Indonesia yang pada tahun 1976 pernah menjadi  pioneer sebagai negara berkembang pertama yang mengoperasikan secara mandiri satelit domestiknya, Palapa, kini justru tertinggal jauh di belakang negara-negara berkembang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa program antariksa nasional merupakan satu kebanggaan tersendiri bagi negara manapun dan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun dengan berbagai keuntungan yang diperoleh dengan kegiatan tersebut, yang kini sudah menjadi peluang bisnis bagi beberapa negara, bukan tidak mungkin investasi tersebut akan mendatangkan keuntungan yang jauh lebih besar untuk dapat mendukung pembangunan nasional di satu negara. Beberapa program antariksa yang aplikatif dan mendukung pembangunan negara berkembang adalah tele-education, yakni sistem pendidikan dengan memanfaatkan satelit yang sudah diaplikasikan di India sehingga anak-anak di daerah terpencil yang sulit terjangkau tetap dapat memperoleh pendidikan melalui perantara satelit. Memang saat ini Indonesia telah bekerjasama dalam forum regional dengan beberapa negara di kawasan untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi antariksa, namun sudah saatnya sebagai satu negara, Indonesia memiliki program antariksa nasional sendiri yang memiliki sasaran dan tujuan yang jelas yang dilaksanakan secara bertahap dalam jangka panjang demi mendukung pembangunan nasional Indonesia. Sungguh saya memimpikan satu saat, satu masa, anak-anak Indonesia ketika ditanya apa cita-citanya akan menjawab Bu Guru, saya ingin jadi astronot...Semoga saya masih sempat menyaksikan saat-saat bersejarah itu, astronot Indonesia pertama yang sukses melaksanakan misi ke antariksa..Seperti kata pepatah, gantungkan cita-citamu setinggi langit anak-anak Indonesia...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun