Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Suasana Menjelang Pemilu di Jerman dan Indonesia

15 Februari 2019   18:48 Diperbarui: 15 Februari 2019   20:12 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wartawan-wartawan di Jerman ketika menghadiri jumpa pers bersama Kanselir Jerman Angela Merkel dalam jumpa pers di Berlin, Kamis (28/7/2016). (Foto: TOBIAS SCHWARZ / AFP)

Dengan arus migrasi deras saat ini, jumlah orang asing yang ditampung di Jerman meningkat pesat. Saya sependapat dengan keputusan Merkel dan partainya, kenapa kita tidak tampung para imigran ini. 

Selain membantu mereka, saat ini Jerman juga kekurangan generasi baru. Industri Jerman yang kuat membutuhkan tangan-tangan muda. Namun, ternyata proses penampungan para imigran ini tidak semulus membuat keputusan karena memicu banyak masalah sosial dan budaya internal, entah itu karena ketidaksiapan infrastruktur internal Jerman atau pun karena kelakuan para imigran sendiri.

Sebetulnya tidak sedikit kesuksesan-kesuksesan integrasi juga terjadi, namun angka ini tertutupi oleh mengerikannya kejahatan-kejahatan sosial beberapa gelintir imigran. 

Di satu sisi saya bisa mengerti darimana angin prasangka dan kebencian terhadap Islam dan muslim berhembus tapi juga di sisi lain, memunculkan kekhawatiran dengan kondisi yang ada.

Untuk itu, saya sangat menyambut hangat masyarakat Jerman, yang masih berpikir tidak sempit dan humanis, tidak melabeli orang. Dari saya pun, saya berusaha tidak hidup isolatif seperti tidak sedikit muslim (Indonesia juga) serius di Jerman, yang pada akhirnya hanya numpang makan, tapi tidak pernah bergaul atau bersosialisasi dengan orang lain selain komunitas muslim di Jerman. 

Kondisi ini tidak hanya semakin melebarkan jurang ketidakharmonisan dan prasangka dalam hidup bersama, tapi juga tidak pernah bisa mendempul lubang ketidaksalingkenalnya komunitas masyarakat di Jerman. Bukankah tak kenal maka tak sayang?

3. Kebebasan pers di Jerman untungnya banyak yang sifatnya tidak mengompori dan menjunjung tinggi kode etik pers. Praktik agama diserahkan jadi urusan masing-masing. Tentulah ada juga koran gosip di Jerman, tapi pers yang bisa dipercaya dan obyektif lebih banyak. Sehingga para politikus (dodol) tidak pernah ditanggapi omongannya. Kalau kita mulai diskusi dengan mengambil referensi dari koran gosip, ya bisa ditinggal orang dan bisa jadi bahan komedi di Heute Show hehehe.

Dan orang di Jerman apalagi bila bekerja di bidang Industri. Waktu yang ada sudah demikian disibukkan oleh pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, tidak terlalu dipusingkan oleh urusan partai dan pemerintahan. Dan mungkin karena Industri lebih banyak memberikan pekerjaan daripada dunia politik di Jerman, jalan-jalan juga tidak jadi kotor dan ramai dengan segala spanduk atau banner.

Secara umum, suasana menjelang Pilpres di Indonesia lebih terasa heboh dan subyektif, seolah setelah Pilpres matahari akan terbit di Barat. Tapi walaupun begitu, semoga Pilpres di Indonesia berjalan lancar, aman dan damai. (ACJP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun