Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Suasana Menjelang Pemilu di Jerman dan Indonesia

15 Februari 2019   18:48 Diperbarui: 15 Februari 2019   20:12 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wartawan-wartawan di Jerman ketika menghadiri jumpa pers bersama Kanselir Jerman Angela Merkel dalam jumpa pers di Berlin, Kamis (28/7/2016). (Foto: TOBIAS SCHWARZ / AFP)

Waw ... ramainya ya tulisan seputar pilpres dan debat capres di Kompasiana. Saya sudah memiliki capres, dan tidak berniat untuk berkampanye di sini. Hanya saja, saya sangat tertarik untuk menuliskan perbedaan atmosfir sosbud masyarakat Jerman dan Indonesia menjelang Pemilu di Jerman (2017) dan di Indonesia (April 2018 yad).

Ada satu persamaan yang patut dituliskan di sini bahwa rasa benci, shit storm atau apalah istilahnya terhadap petahana tidak hanya di Indonesia, di Jerman juga, sangat kencang dirasakan. Tampaknya untuk sebagian orang, Media Sosial adalah perpanjangan lidah dan rasa dengki, ketidakpuasan, kebencian dkk nya. Jargon-jargon yang disalurkan dan bahkan diabadikan melalui Media Sosial.

Lalu apa perbedaannya?

1. Orang di Jerman rata-rata suka diskusi dan suka baca berita. Berikan orang Jerman bir dan teman diskusi, mereka bisa bertahan dari malam sampai pagi dan mungkin sampai malam lagi tanpa makan untuk berdiskusi. Mereka bisa bicara panjang, mengeluarkan pendapat dengan bebas dan diskusi sampai panas tapi tidak berakhir dengan adu jotos atau masuk penjara.

Untuk itu, di program-program tivi mereka, banyak sekali program-program diskusi ditawarkan. Para moderator Talk Show kawakan dan cerdas menelisik, mengungkap dan membahas segala masalah yang ada pun mulai dari yang serius sampai yang kocak menjadi terkenal. Mulai dari Guenther Jauch, Markus Lanz, Maybritt Illner, Maischberger, Anne Will, Frank Plasberg.  

Politik mereka hidupi dan sadari sebagai tool atau alat menuju hidup yang lebih baik, agama adalah urusan pribadi masing-masing. Bahkan acara paling disukai dan pernah dapat penghargaan adalah acara satiris ironis kocak politik di bawah moderasi Oliver Welke yakni Heute Show. 

Wah seru ini, bila Oliver Welke diminta menyimak perilaku politik dan masyarakat Indonesia menjelang Pilpres, akan banyak bahan untuk diironikan dengan cerdas dan kritis. Bila seminggu ketinggalan nonton berita, cukup nonton Heute Show setiap hari Jumat, maka kita akan dapatkan berita paling absurd dari para politikus, anggota partai atau masyarakat.  

2. Trigger atau pemicu keresahan di Jerman dan Indonesia koridornya mirip, tapi beda jurusan. Di Jerman, masyarakat Jerman resah dengan kelakuan para imigran yang rata-rata datang dari negara muslim. Islam walaupun tidak bersalah di'takut'i. 

Tidak sedikit masyarakat di Jerman saking ngerinya dengan ISIS, mereka tidak bisa lagi membedakan mana muslim sehat dan mana 'muslim' tidak sehat. Prejudice atau prasangka yang kata Einstein lebih susah memecahnya dari atom, demikian mengungkung keresahan masyarakat di Jerman. Jadi tidak heran bila di Jerman, yang terasa ganas itu, yang benci Islam dan orang asing.

sumber de.dreamstime.com
sumber de.dreamstime.com
Kondisi ini sampai-sampai membuat saya pernah ditanya oleh seorang ibu Jerman sepuh di kereta (setelah ia menginterogasi kenapa saya sampai tinggal di Jerman demikian lama): "Apa saya tidak khawatir dengan banyaknya orang asing muslim masuk Jerman dan 'mengganggui' gadis-gadis muda belia di Jerman? Glek ... pertanyaan yang tidak bisa saya jawab cepat tanpa berpikir. 

Saya tidak tahu harus mulai jawab dari mana. Haruskah saya mulai dari sejarah panjang penjajahan Eropa di pelosok bumi atau saya mulai dari keluarga saya. Saya akhirnya bersuara: " Saya memiliki anak gadis, tentu saja saya juga khawatir, tapi saya juga khawatir akan partai AfD, partai baru di Jerman yang mengusung kebencian terhadap orang asing dan terutama muslim." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun