2 Minggu y.l. kami mulai berangkat dengan hati senang tentunya untuk merealisasikan rencana yang sudah kami susun sejak beberapa bulan yang lalu. Sayangnya, cuaca di saat kami berangkat hari Jumatnya mendung dan dingin. Tapi kami masih menaruh harapan karena hari Sabtunya diprediksi ada matahari. Ada matahari, kami pikir, cukup membesarkan hati. Untuk itu, setelah makan pagi kami sepagi mungkin keluar dari hotel di kaki gunung Alpen, menuju ke danau buatan Silvretta di Austria. Danau buatan ini berada di ketinggian 2030 m.Â
Berbeda dengan Jerman, yang membebaskan segala jenis iuran atau tarikan uang tol, jalan-jalan tol Austria menerapkan iuran yang disebut vignette. Untuk 10 hari seharga 8,9 Euro. Vignette ini bisa dibeli juga di beberapa pom bensin di Jerman, seperti yang kami lakukan sebelum berangkat. Tapi ternyata untuk menuju ke danau buatan Silvretta, vignette 10 hari ini tidak cukup, kami harus membeli tambahan iuran tol lagi, seharga 15 Euro yang berlaku satu hari.Â
Namun, yang membuat kami awalnya agak menciut karena ibu penjual tol ini, yang saat kami datang masih belum berada di kabinnya, memperingatkan bahwa ada beberapa jalan tanjakan yang licin. Karena itu ia menanyakan apakah mobil kami bannya sudah ban musim dingin dan apakah kami menyimpan rantai ban di bagasi.Â
Untungnya, suami saya sudah siap dengan itu. Tapi peringatan si ibu sempat membuat kami kecut juga. Karena kami mobil pertama di pagi itu, ketika kami lihat ada mobil lagi di belakang kami, kami sengaja menunggu supaya tidak sendirian, eeeehh .. ternyata mobil di belakang kami malah tidak jadi masuk dan muter balik. Yaaaa ... Akhirnya, dengan bismillah kami naik juga.
Tanjakan di pagi hari itu memang bersalju dan udara dingin sekali, namun alhamdulillah kami berhasil sampai ke danau Silvretta di ketinggian 2030 m tanpa masalah. Kelokan di ketinggian sempit membuat kami menahan nafas memang, tapi syukurlah jalan-jalannya tidak licin ternyata. Ngeri juga kan kalau harus melalui jalanan licin, di tanjakan yang banyak kelokan dan sempit bersebelahan dengan jurang. Â
Listrik disimpan dan diproduksi lagi
Pumpspeicherkraftwerk demikian nama dari pembangkit ini dalam bahasa Jerman. Di Jerman, Pembangkit ini tidak persis seperti normalnya PLTA karena fungsi utamanya adalah untuk menyimpan listrik, walaupun nantinya saat listrik dibutuhkan ya merubah energi potensial menjadi energi gerak dan kemudian menjadi energi listrik juga. Di Jerman, pembangkit penyimpan ini sangat berguna karena terutama untuk menyimpan hasil produksi energi dari energi terbarukan, yang diproduksi seringkali saat tidak sedang dibutuhkan.Â
Misalnya listrik dari Photovoltaik atau solar modul, di Jerman dan di mana pun juga diproduksi saat matahari bersinar, tapi malam hari kita tidak mungkin menggunakan langsung produksi listrik dari solar modul ini, jadi kelebihan listrik yang diproduksi harus disimpan dulu sebelumnya. Untuk kelas rumahtangga tentu tidak masalah karena produksi listriknya masih mungkin disimpan dalam baterai. Tapi kalau kelebihan listrik ini datangnya dari Solar Park dan tidak hanya satu solar park pula, maka dibutuhkan sebuah plant, yang mampu menampung produksi listrik dengan kapasitas di atas ratusan MW.
Danau buatan Silvretta ini sedang diperbesar fungsinya, rencananya tahun 2018 akan selesai dan mampu memproduksi listrik sampai 360 MW dengan 2 turbin. Bisa dibayangkan kan, bila di sebuah kota di Indonesia dengan jumlah penduduk katakanlah 1 juta penduduk, dengan rata-rata satu rumah tangga terdiri dari 4 orang, jadi ada 250 ribu rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata membutuhkan 1300 Watt. Maka bila dihitung ideal totalnya untuk 250 ribu rumahtangga di kota itu butuh 325 MW, danau Silvretta saja idealnya cukup untuk itu, tanpa ada polusi dari emisi pembakaran lagi seperti halnya PLTU batubara atau minyak dan gas pula.
Luenersee, danau alami tapi juga untuk produksi listrik
Kelebihan danau alami ini adalah daya tampung airnya yang luarbiasa, bekerja sama dengan danau 974 m di bawahnya danau Latschau, dengan daya terpasang sampai 280 MW dan bekerja sejak tahun 1958. Selain itu, danau Lner ini bisa menjadi tujuan hiking dan jalan-jalan dengan anak-anak karena bisa naik dengan kereta gantung. Di atas ketinggian ini bahkan ada taman main untuk anak-anak juga. Menarik ya.
Demikian juga dengan di Indonesia, bila saja masih ada yang mengolok-olok target pembangunan 35 ribu MW pembangkit listrik kita, coba deh dipikir lagi. Namanya juga target ya harus optimis. Karena mari kita bandingkan Indonesia, yang penduduknya terbanyak keempat di dunia ini, per kapita konsumsi listriknya baru mencapai sekitar 800-an kWh saja, sedangkan Malaysia 5000 kWh dan Singapur di atas 8000 kWh. Jadi ... ketinggalan kan, apalagi isu mati lampu di beberapa kota di Indonesia kan bukan hanya isapan jempol saja tapi memang terjadi, setiap kali mati lampu lagi, mati lampu lagi, duh ... (ACJP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H