Seorang Profesor lingkungan mengatakan bahwa jumlah manusia sebanding dengan jumlah sampah yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah penduduk semakin besar pula volume sampah dihasilkan. Bisa dibayangkan, dengan jumlah penduduk Indonesia hampir 250 juta jiwa, tanpa kesadaran manusianya serta tidak adanya konsep dan mekanisme penanganan sampah yang holistik dan integral, maka sampah akan selalu menjadi masalah besar.
Mari kita bandingkan jumlah penduduk beberapa kota besar di Indonesia dan produksi sampah kotanya:
- DKI Jakarta jumlah penduduknya 10 juta orang, produksi sampah per harinya 6500 - 7000 ton (sumber dari sini)
- Bekasi jumlah penduduknya 2,3 juta, produksi sampah per harinya 1800 ton (sumber dari sini)
- Tangerang jumlah penduduknya 1,6 juta, produksi sampah per harinya 1000 ton (sumber dari sini)
- Tangerang Selatan jumlah penduduknya 1,4 juta, produksi sampah per harinya 800 ton (sumber dari sini)
- Bandung jumlah penduduknya 2,3 juta, produksi sampah per harinya 1110 ton (sumber dari sini)
- Surabaya jumlah penduduknya 2,8 juta, produksi sampah per harinya 2000 ton (sumber dari sini) dll
Dari sekian ton sampah yang dihasilkan ini, seperti Surabaya hanya seperempatnya saja yang bisa ditangani, sisanya harus diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Bisa dibayangkan kan lahan di pulau Jawa semakin lama tidak hanya dijejali oleh manusia tapi juga tempat pembuangan sampah dari manusianya itu sendiri. Apalagi bila tidak ada infrastruktur manajemen sampah yang baik, holistik dan terintegrasi.
Hari Hemat Sampah
Sebetulnya sulit membandingkan produksi sampah per kota antara Indonesia dengan kota-kota di Eropa, karena jumlah penduduk di Indonesia relatif lebih banyak. Jerman misalnya secara keseluruhan menghasilkan sampah sekitar 401 juta ton di tahun 2014. Kota besar di Jerman dengan penduduk paling banyak adalah kota Berlin. Itu pun jumlah penduduknya hanya 3,5 juta, kurang lebih sepertiga jumlah penduduk Jakarta. Volume sampah yang dihasilkan kota Berlin per tahun adalah 820.000 ton jadi per hari kurang lebih 2250 ton.
Bila dibandingkan dengan Jakarta, dengan dikalikan 3 maka volume sampah yang dihasilkan kurang lebih sama 6700 ton per hari, bedanya persentase yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir di Berlin lebih kecil dari di Jakarta, karena di Berlin dan kota-kota lain di Jerman, mekanisme daurulang plastik, pembungkus, kertas, sampah organik sudah baik.
Selain itu beda Berlin dengan Jakarta, di Berlin kita tidak menemukan tumpukan sampah di mana-mana karena infrastruktur manajemen sampah kota Berlin lebih baik dari di Jakarta. Demikian juga dengan di kota kecil tempat saya tinggal. Jumlah penduduknya hanya 60 ribu orang saja. Kalau menurut definisi jenis kota di Indonesia, masuk definisi kota kecil yang jumlah penduduknya kurang dari 100 ribu.
Kota kecil dengan penduduk kurang lebih 60 ribu orang ini, walaupun tidak memiliki masalah sampah, ternyata masih juga mencari cara kreatif untuk mengurangi sampah. Padahal penanganan sampah kota kecil Jerman tsb, menurut saya sudah sangat holistik dan terintegrasi. Bayangkan saja, sampah organik, diambil setiap dua minggu sekali, sampah kertas sebulan sekali. Sampah botol ada juga kontainernya, malah dipisahkan sesuai warna botol, ada yang hijau, coklat dan bening. Sampah plastik dan pembungkus juga sebulan sekali diangkut. Kantong sampah untuk plastik dan pembungkus ini bahkan disediakan gratis dari kota. Kontainer baju dan sepatu bekas juga banyak tersebar di beberapa tempat.
Semua infrastruktur manajemen pengelolaan sampah ini berjalan sangat baik. Bahkan sampah B3 (bahan beracun dan berbahaya) pun ada tampungannya. Bagaimana dengan sampah besar, seperti meubel tua atau lemari es tua? Ini pun sudah dipikirkan, sampah-sampah besar ini tinggal ditaruh pada tanggal-tanggal yang sudah ditentukan, nanti sampah ini akan diangkut oleh Truk Sampah Kota. Demikian juga dengan infrastruktur manajemen daurulang sampah, sudah berjalan. Botol-botol yang bisa didaurulang memiliki tanda pengenal sehingga di mana pun di Jerman bisa ditukar dengan uang. Lalu sisa sampah, yang tidak masuk kategori mana pun di atas pun masuk ke dalam kategori Restmuell, akan ditampung dan diangkut rutin pula setiap 2 minggu sekali.
Saya pikir dengan infrastruktur manajemen sampah sedemikian rupa ini, pengelola kota hanya tinggal mengelola dan mengontrol saja. Ternyata, ide-ide kreatif masih terus dicari. Seperti dengan diadakannya Muellspartag ini. Mendengar pertama kali istilah ini, saya tidak terlalu mengerti maksudnya, karena kalau diterjemahkan menjadi Hari Hemat Sampah, nah kan bingung. Sampah dihemat maksudnya apa? Ternyata sampah dihemat karena bisa digunakan oleh orang lain, apa yang kita pikir sudah tidak dibutuhkan atau sampah, ternyata bisa jadi dibutuhkan oleh orang lain.
Saya pribadi tentu saja menilai gerakan ini sangat baik, walaupun hanya dilakukan setahun sekali tapi cukup mengurangi beban Tempat Penampungan Sampah Akhir. Saya pun di rumah memiliki beberapa peralatan elektronik berumur 3-5 tahunan tidak dipakai tapi masih berfungsi. Demikian juga beberapa meja dan lampu tidur, masih baik tapi tidak kami gunakan. Barang-barang ini teronggok saja di gudang nah dengan gerakan ini gudang jadi bersih dan siapa tahu dapat menyenangkan orang lain.