Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Para Masters dan Disasters Cinta Hasil Penelitian

18 Mei 2017   16:57 Diperbarui: 18 Mei 2017   17:03 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya pasangan golongan Masters, pasangan-pasangan ini memiliki keterikatan dan tidak tertekan. Dalam pertengkaran pun mereka tidak saling menjatuhkan dan tetap saling menghormati. Hasil laboratorium ini bukan artinya secara fisiologis para Masters lebih baik dari para Disasters tapi memang atmosfir hubungan cinta para Masters lebih terjalin intimitasnya dan lebih saling percaya, sehingga secara emosional dan psikologis pun mereka lebih tenang dan nyaman.

Dari hasil penelitian ini untuk mengetahui bagaimana para Masters berhasil menciptakan suasana dan atmosfir penuh cinta dan intimitas, Gottmann tahun 1990 di Campus Universtas Washington membuat sebuah Laboratorium seperti Bed & Breakfast yang nyaman. 130 pasangan diteliti seperti saat mereka sedang berlibur, saat memasak, beres-beres, mendengarkan musik, makan atau saat duduk-duduk saja. Gottman menemukan ternyata komunikasi adalah bentuk tawaran untuk menjalin intimitas. 

Misalnya seorang suami yang tertarik akan burung, membuka pembicaraan dengan menunjuk burung kecil dalam sebuah majalah. Mungkin terkesan tidak penting, sehingga sang istri bisa bereaksi dengan menyepelekan, tidak memperdulikan dan tidak menjawab, bahkan membentak atau bisa juga memperlihatkan perhatian untuk menghargainya. Reaksi terakhir inilah ternyata dari hasil penelitian yang membuat subur dan nyaman pasangannya. Pasangan yang sudah menikah lebih dari 6 tahun tapi masih memberikan 87% perhatian pada pasangannya, memiliki 90% bumbu jitu untuk merawat kelanggengan dan kebahagiaan rumah tangga.

Para Masters ini memiliki ciri-ciri, selalu memiliki rasa syukur dan melihat hal-hal positif atas yang dimilikinya, sehingga lebih mampu untuk menghormati dan membangun komunikasi dengan pasangannya. Sementara, para Disasters tidak menghargai pasangannya dan menutup mata atas sifat positif pasangannya, sehingga selalu mudah agresif dan tidak perduli terhadap pasangannya. Padahal hasil dari penelitian ini, alasan mendasar perceraian atau perpisahan adalah TIDAK MENGHARGAI. Orang yang dingin terhadap pasangannya, dengan sadar tidak memberi perhatian dan hanya bereaksi minimal, hanya akan merusak hubungan cinta, karena dampaknya pasangan akan merasa tidak dianggap dan tidak berharga.

Untuk itu, para peneliti ini menilai KESTABILAN EMOSI sangat penting untuk kelanggenan dan kebahagiaan sebuah hubungan. Kestabilan emosi ini memang terkadang dimiliki atau tidak, tapi para Masters akan melihat kestabilan emosi seperti otot, yang bisa dilatih. Hubungan cinta dan harmonis diantara pasangan, tidak selesai dengan pemenuhan sex saja tapi juga dengan membangun komunikasi harmonis, caranya melatih kestabilan emosi sendiri agar hubungan dan komunikasi dengan pasangan lancar. Menjaga hubungan yang harmonis dan penuh cinta memang butuh kerja dan usaha. 

Kestabilan emosi ini bukan artinya kita tidak pernah marah, tapi kestabilan emosi mempengaruhi, dengan nada dan suara seperti apa kita lepaskan kemarahan kita. Kita bisa meneriaki dan menghina hingga melukai hati pasangan atau kita bisa menjelaskan dengan emosi tertahan kenapa kita terluka dan marah. Penjelasan inilah yang tentu jalan yang lebih baik.

„Güte bedeutet nicht, dass wir nicht mal sauer auf einander sind, aber die Güte zueinander beeinflusst, in welchem Ton wir unserem Ärger Luft machen. 

Man kann den Partner anschreien und fertig machen. Oder man erklärt, weshalb man verletzt oder sauer ist. Das ist der wesentlich bessere Weg“, erklärt Julie Gottman.

Jadi siapa pun yang ingin berbahagia dan langgeng dalam pernikahannya, perlu melatih kestabilan emosinya. Bagaimana melatih kestabilan emosi ini, ada dua resep dari penelitian yang disimpulkan :

  1. selalu positif menginterpretasikan tujuan pasangan 
  2. mampu turut berbahagia atas kebahagiaan pasangan  

Sekali lagi kestabilan emosi yang ditunjukkan para Masters dari hasil penelitian Gottman, bisa dilatih karena kestabilan emosi itu seperti otot. Dalam semua stres sehari-hari jangan sampai kehilangan waktu dan tenaga untuk selalu berinvestasi dalam hubungan suami istri untuk kelanggengan dan kebahagiaan bersama. (ACJP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun