Danau-danau yang pernah saya kunjungi di pulau Jawa tidak banyak, hanya lima, bisa jadi enam bila kawah Putih masuk hitungan. Situ Patenggang Ciwidey, Situ Bagendit Garut, Telaga Warna Dieng, Telaga Menjer Wonosobo dan Rawa Pening Ambarawa. Kesemua danau ini letaknya jauh dari tengah kota.
Danau-danau di tengah kota ini menjadi atraksi turis juga. Banyak restoran dan pemukiman dibangun di sini. Mereka buat jalan di sekitar danau supaya orang bisa lebih mudah dan dekat untuk menikmati danau.
Ah ... sayang sekali, padahal danau itu bisa jadi tampungan air bila hujan dan tentu untuk irigasi pasti berguna sekali. Mungkinkah karena penyedotan air tanah tak terkendali membuat air danau ini susut begitu saja?  Â
Kenapa kota-kota di Eropa dibangun di pinggir danau?
Bila keenam danau yang pernah saya kunjungi di Indonesia ini jauh dari tengah kota, kenapa di Eropa sebaliknya, ya. Orang di banyak kota di Eropa malah membangun kotanya di pinggir danau? Kan jadi praktis ya, bila mau mencari udara segar tidak perlu jauh-jauh bermobil ria.
Menurut para ahli sejarah, koloni rumah kayu ini dibuat atas pertimbangan keamanan dari binatang buas dan musuh, memudahkan untuk memancing ikan, kemudahan transport melalui air dan jaga-jaga bila musim kemarau. Untuk urusan toilet juga tentunya menjadi mudah. Sisa-sisa koloni rumah kayu pertama kali ditemukan tahun 1853/54 di danau Zürich.Â
Ada kurang lebih 111 koloni rumah kayu  di Eropa, yang pada bulan Juni tahun 2011 diakui sebagai warisan budaya dunia UNESCO, yang disebut dengan Pfahlbauten. Salah satu Pfahlbauten yang dijadikan museum ada di pinggir danau Konstanz, daerah Unteruhldingen Jerman. Mengikuti dan menyimak penjelasan dari pemimpin tur mengenai peralatan dan kehidupan di zaman batu dan perunggu, membuat saya bersyukur tidak terlahir pada zaman itu.Â
Zaman itu waktu tidak berputar secepat sekarang dan tantangannya pun sangat berat. Pembuatan pisau dari batu saja bisa memakan waktu berminggu-minggu lalu interaksi dengan alam sekitar, pada zaman itu, membuat tingkat harapan hidup manusia sangat rendah. Ikan dan buah-buahan segar adalah makanan termudah yang bisa didapat, tepung pun masih sangat kasar karena belum ada penggilingan secanggih sekarang.Â
Rumah kayu ini biasanya terdiri dari dua ruangan. Ruangan depan digunakan sebagai ruang keluarga dan dapur, ruangan kedua sebagai ruang tidur bersama. Atap rumah terbuat dari sejenis tanaman yang dipasang miring sekali agar memudahkan air hujan kembali jatuh ke bawah supaya atap tidak terlalu basah. Rumah kayu ini setelah zaman Perunggu tidak lagi ada, konon dengan ditemukannya perunggu dan logam, peradaban manusia pun semakin percaya diri melawan binatang buas. Saat ini di Eropa, rumah kayu atau Pfahlbauten hanya menjadi museum.Â
Nah .. dari sinilah mungkin karena itu orang Eropa lebih senang membangun kotanya di pinggir danau. Baiklah, kita lihat satu demi satu kelebihan kota-kota pinggir danau, yang pernah saya datangi ini beserta kecantikan dan keunikannya. Satu negara diwakili satu kota saja ya supaya tidak bosan bacanya.
Kota Luzern di Swiss dan danaunya
Negara di Eropa yang paling banyak memiliki danau sebetulnya adalah Finlandia. Sementara danau terbesar di Eropa Tengah ada di Hungaria, danau Balaton, lalu danau terbesar keduanya ada di Swiss yakni danau Jenewa. Tapi terus terang, saya lebih menyukai danau di pinggir kota Luzern, danau Lucern. Luasnya hanya 114 km2, tapi karena bentuknya yang seperti empat jari lalu dikelilingi bukit membuat danau Lucern bagi saya lebih cantik dari danau Jenewa.Â
Selain itu, kota Luzern ini memiliki dua keunikannya. Bentangan jembatan tua buatan abad ke-14 membelah Sungai Reuss, di tengah kotanya, yang kemudian menjadi landmark kota Luzern dengan nama the chapel. Satu lagi adalah ciri khas kota-kota Swiss, yang kaya akan PLTA adalah PLTA Mühlenplatz, di tengah sungai Reuss yang bermuara di danaunya.
Kota besar Jerman paling Selatan adalah kota Konstanz, yang terletak di pinggir danau Konstanz. Danau Konstanz ini adalah danau terbesar di Jerman dan danau terluas ketiga di Eropa Tengah. Sebetulnya di pinggiran danau Kontanz ini banyak sekali kota-kota lain selain Konstanz yang melekat padanya. Ada Lindau, Ãœberlingen, Radolfzell, Unteruhldingen dll.Â
Danau bagi penduduk di sekitar danau Konstanz selain sebagai atraksi bagi turis juga sebagai hiburan dan tempat olahraga bagi penduduknya. Banyak yang berdayung, berenang, jogging, bersepeda atau hanya duduk-duduk di pinggirannya. Perkebunan anggur dan apel juga menghiasi sekeliling danau ini.
Kota Hallstatt di Austria dan danaunya
Pernah heran dengan orang Cina karena menjiplak sebuah kota? Saya yang pasti sangat heran ... nah yang dijiplak itu kota Hallstatt di Austria. Hal ini membuat saya menjadi penasaran dengan kota di pinggir danau Hallstatt ini. Ternyata, memang kota di pinggir danau Hallstatt, Austria ini cantik dan istimewa. Saya pernah menulis di sini.
Pemukiman di Hallstatt ini menurut para ahli sejarah sudah ada sejak zaman batu Neolithikum, karena di sekitar danau ini ada tambang garam. Sejak tahun 1997 kota Hallstatt mendapat predikat warisan dunia dari UNESCO. Rumah-rumah terbuat dari kayu tampak sangat kokoh dan cantik, apalagi saat kami ke sana, salju menutup atapnya. Cantik.
Ketika kami sampai di kota Bled, masih sangat pagi sepi karena hari itu hari libur, tapi ada satu bis besar berisi rombongan turis dari Cina di sana. Saya selalu mengatakan ke anak-anak bila di satu tempat turis banyak turis Jepang atau Cina, dan pilihan berlibur ke sana tidak salah ... heheheh.Â
Danau Bled di Slovenia, memang tidak besar tapi menarik. Ada pulau kecil di tengahnya di mana di atasnya berdiri gereja Maria. Perahu yang ada di pinggir danau mengantarkan turis ke pulau kecil itu. Selain itu, di atas bukit pinggir danau Bled ada istana Grimschitz, istana milik raja Yugoslavia dulu.
Ah ... Danau Garda di Italia ini ternyata cantik sekali. Danau ini adalah danau terbesar Italia. Saya memilih mengunjungi kota Sirmione di ujung Selatan danau karena kota di pinggir danau Garda ini memiliki juga benteng air yang menarik. Tentu saja kami naik ke atasnya, tapi khusus saya tidak sampai paling atas, ngeriiii. Anak-anak dan suami saya saja yang sampai atas sekali.Â
Menyusuri danau Garda ini, kami berkali-kali berhenti dan membuat foto karena kecantikannya. Untuk jalan kaki memang ada jalurnya, tapi untuk bersepeda berkeliling danau Garda ini, saya tidak lihat, tapi menurut internet sih ada.
Sekarang, bisa dibayangkan kan bila Bandung memiliki danau, pasti menarik dan orang Bandung makin betah, tapi kalau ingat macet ... waaaaa jangan-jangan jalan-jalan di Bandung makin macet, ya. :( (ACJP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H