Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kondisi Istanbul Setelah Kudeta

21 September 2016   16:11 Diperbarui: 21 September 2016   17:30 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taksim dan bendera Turki (dok pribadi)

Walaupun sedikit was was kami akhirnya putuskan untuk jalan-jalan juga ke kota Istanbul sambil menghabiskan waktu transit kami di Istanbul yang hampir 11 jam. Kali ini kami menggunakan fasilitas tour gratis Turkish Airlines. Fasilitas tour gratis dari Turkish Airlines ke Istanbul ini ternyata yang tahun lalu hanya ada tour jam 9.00-15.00 sekarang ditambah, ada tour jam 8.30-11.00 dan tour jam 16.00-21.00.

Biaya Visa Turki one entry yang berlaku 30 hari seharga 35 USD (tahun lalu masih 25 USD dan tidak bisa dibayar dengan Euro), dapat selesai cepat tanpa antrian. Petugas di loket Visa di jam 7 pagi itu terlihat mengantuk dan sulit diajak  bicara apalagi senyum. Tapi tak apa, karena Visa kami cepat sekali selesai.

Entah karena lelah atau kenapa, tapi petugas di bagian Informasi juga terlihat tidak ramah, kusut dan tidak informatif. Suasana Airport Istanbul bagi saya memang terasa lebih menekan, tidak seringan tahun lalu dan terasa lebih nasionalis, karena bendera Turki yang ukurannnya raksasa terlihat tergantung di banyak tempat dalam airport. 

Setelah mendapatkan Visa, kemudian kami pun antri untuk keluar melalui imigrasi untuk periksa paspor. Pemeriksaan paspor cukup cepat, keluar dari pemeriksaan paspor kami berjalan ke kanan menuju Hotel Desk Turkish Airlines, di mana pendaftaran untuk turut tour dibuka. Boarding card diambil petugas dan kami diminta 10 menit sebelum tour dimulai untuk menunggu di depan Cafe Starbucks sebelah loket Hotel Desk itu. Saya rada ngeri juga sebetulnya ketika kartu boarding diambil, tapi ya bismillah saja.

Sambil menunggu jam berangkat, kami keliling-keliling dulu, makan pagi di tempat roti Turki dan kembali ke Starbucks café sekitar jam 8-an lebih sedikit. Kursi café terlihat sudah penuh terisi, peminat tour ini ternyata banyak juga. Tak lama kemudian, teriakan Hilmi, pemandu tour kami mulai memanggili nama-nama dari pemilik kartu boarding yang turut di tour jam 8.30. Ha … leganya ketika kartu boarding kembali di tangan kami.

Dalam bus tour (dok pribadi)
Dalam bus tour (dok pribadi)
Dengan bus tour berkapasitas 30-an orang, dan diawali ucapan selamat datang dari Hilmi, mulailah kami melaju. Tujuan pertama kami adalah menyusuri Marmara. Indahnya pagi itu, apalagi setelah 11 jam di dalam pesawat terasa sangat menyegarkan. Hari Minggu pagi jam 9.00 itu tidak terlihat kendaraan lain lalu lalang, suasana pagi terasa tenang, indah dan nyaman. Hilmi, pemandu tur kami berbicara Bahasa Inggris dengan aksen Turki yang kental dan sangat cepat.

Ia menjelaskan asal kata Istanbul, sedikit sejarah Istanbul dari Konstantinopel sampai menjadi Istanbul, lalu menjelaskan bahwa 20 juta penduduk Istanbul terbagi setengahnya di bagian Eropa dan setengahnya di bagian Asia. 20 juta penduduknya ?? Kaget juga saya mengetahui bahwa Istanbul itu penduduknya hampir sejumlah penduduk Jakarta. Tapi kenapa di pagi ini tidak ada kemacetan atau kerumunan orang di jalan-jalan ya ?? 

Jalan kosong di Istanbul jam 9 pagi (dok pribadi)
Jalan kosong di Istanbul jam 9 pagi (dok pribadi)
Kami melalui tembok tua pertahanan Konstantinopel, Kerajaan Top Kapi, Marmara, lalu Kota Tua Istanbul, di mana Hagia Sophia, Mesjid Biru (Sultan Ahmet) dll dan berhenti 10 menit di Jembatan Galata. Seperti tahun lalu, pemancing masih ramai di sana, tapi sekarang ditambah bendera Turki raksasa di mana-mana, seperti dalam airport. Tujuan kami selanjutnya adalah Kota Baru, di mana ada Istana Dolmahbahce di pinggir Bosporus, istana baru para sultan Usmani, setelah Istana Top Kapi dianggap tidak terlalu sesuai standar Eropa. Karena berhentinya tidak lama kami tidak masuk ke dalam istana tetapi melihat-lihat Mesjid Dolmahbahce.

bendera Turki dan jembatan Galata (dok pribadi)
bendera Turki dan jembatan Galata (dok pribadi)
Mesjid Dolmabahce (dok pribadi)
Mesjid Dolmabahce (dok pribadi)
jalan masuk ke istana Dolmabahce (dok pribadi)
jalan masuk ke istana Dolmabahce (dok pribadi)
Dari sana tur dilanjutkan ke Taksim, yang mana saat percobaan kudeta Erdogan juga ramai. Melihat suasana kota aman, kami tidak turut kembali dengan bus tour ke airport, karena tahun lalu diantara 9 jam transit, kami tidak sempat ke daerah Kota Barunya, maka kami putuskan untuk kembali ke airport sendiri naik Metro saja dan melihat-lihat Taksim dan jalan Istiklal, jalan utama perbelanjaan Istanbul.

Taksim dan jalan Istiklal diwarnai bendera Turki dan polisi serta tempat polisi di mana-mana. Terkesan suasana di sana sedikit menekan dan tidak ramai. Saya ingat, tour guide kami di Jogja, yang mengatakan setelah kejadian pemboman di Jakarta, 80 reservasi batal dan hampir 2 bulan mereka tanpa pekerjaan. Mungkin begitu juga Istanbul dan Turki pada umumnya butuh waktu untuk memulihkan kepercayaan turis mau datang kembali ke Turki.

Jalan Istiklal Istanbul yang bersih tak bersampah (dok pribadi)
Jalan Istiklal Istanbul yang bersih tak bersampah (dok pribadi)
Walaupun terkesan sedikit murung tapi Istanbul tetaplah indah di mata saya. Satu hal yang istimewa adalah di sepanjang jalan Istiklal itu sulit sekali mencari tempat sampah tapi jalanan koq tidak bersampah. Sungguh berkebalikan dengan di Ancol Lagoon, tempat sampah banyak tapi tetap saja sampah tersebar di mana-mana. Ya sudah akhirnya botol minuman yang tadinya mau saya buang, saya masukkan lagi dalam tas, tempat sampah baru saya temui di jalan masuk Metro.

Tujuan kami selanjutnya adalah menuju ke Mesjid Biru atau Mesjid Sultan Ahmet, di Kota Tua. Tahun lalu ketika kami sampai di sana masih tutup karena baru jam 7 pagi. Saya ingin melihat kecantikan di dalamnya. Saat itu belum waktunya shalat Dhuhur. Mesjid Biru ini memang ternyata seperti gambar-gambar yang saya lihat, cantik dan dengan ornamen yang detil dan indah. Lampu gantung yang rendah menghiasi mesjid telah menjadi khas mesjid di Turki.

cantiknya Mesjid Sultan Ahmet (dok pribadi)
cantiknya Mesjid Sultan Ahmet (dok pribadi)
Sultan Ahmet (dok pribadi)
Sultan Ahmet (dok pribadi)
Dari Sultan Ahmet kami pun naik T1 menuju Zeytinburnu dan ganti ke M1A arah Havalimani atau Airport. Naik MRT Istanbul, harga tiketnya hanya 1,65 TL atau kurang lebih 8000 rupiah. Sangat nyaman dan sering sekali. Mungkin Jakarta, bila sudah memiliki MRT pun tidak akan lagi macet seperti Istanbul ya. Semoga saja. Baiklah, Istanbul ... sampai ketemu lagi di transit yang akan datang atau liburan yang akan datang. (ACJP)

Dalam Metro Istanbul (dok pribadi)
Dalam Metro Istanbul (dok pribadi)
Nunggu Metro M1A di Zeytinburnu untuk kembali ke Airport (dok pribadi)
Nunggu Metro M1A di Zeytinburnu untuk kembali ke Airport (dok pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun