[caption caption="Sumber Gambar: reuters"][/caption]Akhir-akhir ini media menyuguhkan berita-berita dunia yang mengerikan serta mengkhawatirkan. Pemboman di Paris, di Turki, di Jakarta, di Brussels, kemenangan Partai Alternatif di Jerman, terobosan Donald Trump dan nasib para pencari suaka dari Suriah yang terkatung-katung. Semua kejadian ini tidak di satu tempat, Paris, Turki, Jakarta, Brussels, Jerman, USA dan Macedonia, tapi pemicunya satu .... konflik Irak dan Suriah, yang kusut dan tak berujung.
Kejadian mengerikan teranyar, adalah pemboman di Brussels. Ketiga pelaku pemboman di Brussels ini menurut Spiegel.de berhasil diidentifikasi, sebagai dua bersaudara Ibrahim El Bakraoui (29 tahun), yang meledakkan diri di Bandara Zaventem, adiknya Khalid El Bakraoui (27 tahun) di Metrostationdan dan pelaku ketiga Najim Laachraoui (24 tahun), yang juga meledakkan diri di Bandara Zaventem.
Ketiga pelaku ini lahir di Belgia dan tampaknya memiliki hubungan dengan pemboman di Paris, dua bersaudara El Bakraoui ini bahkan sudah dikenal oleh polisi Belgia sebagai kriminal. Kriminalitas dan terorisme lebih memiliki akar yang sama daripada dengan Islam, untuk itu bagi saya sungguh tak masuk akal bila pemboman di mana pun atas nama Islam (Islam yang mana??), Islam yang saya mengerti adalah Islam yang menurut Rasullullah SAW intinya adalah akhlakul karimah (budi pekerti yang mulia) .... bahkan hingga 3 kali disebutkan oleh Beliau.Â
Duka saat ini meliputi Brussels. Pemerintah Belgia telah memberlakukan tiga hari berkabung, namun saya yakin tidak ada satupun hal di dunia ini yang dapat menggantikan kesedihan keluarga dari 31 Korban meninggal dan sekitar 300 korban ledakan. Duka cita mendalam untuk para korban dan keluarganya.
Para kepala pemerintah Belgia, Perancis, Jerman memiliki kesamaan pidato di depan pers, yakni untuk tetap mempertahankan nilai-nilai hidup dan demokrasi Eropa yang ada dan tidak dibuat gentar oleh peristiwa ini. Begitulah menurut saya, harusnya jalan kehidupan, tidak ada pemaksaan dan tidak ada kekerasan. Perbedaan adalah warna-warni kehidupan, bukan untuk menjadi konflik tapi untuk dijadikan ajang saling menghargai dan menghormati. Tuhan Pencipta Alam Semesta telah menciptakan manusia dengan segala perbedaan dan persamaannya.
Jerman
[caption caption="Dulu Orang Jerman pun Refugees*"]
Konflik di Irak dan Suriah telah membuat penduduknya melarikan diri. Suriah sebelum konflik penduduknya berjumlah 23 juta, setengahnya melarikan diri dan menurut UNO 1/5-nya melarikan diri ke luarnegeri, terutama ke Libanon, Yordania, Turki, Mesir dan Eropa. Dan yang masuk ke Jerman sekitar 250.000 orang menurut Kementrian Dalam Negeri Jerman.
Dengan meningkatnya kemampuan teknologi informasi dan telekomunikasi, dunia tampaknya memang semakin erat hingga berita dan informasi cepat menyebar. Berita keberhasilan para pencari suaka di Jerman dan fasilitas yang diberikan oleh Jerman pun karena itu dengan mudah mencapai kawan, saudara dan kerabat di daerah konflik, sehingga memicu para pencari suaka dari daerah konflik diantara keputusasaan dan harapan untuk berbondong-bondong menyelamatkan diri ke Jerman. Usaha yang sangat manusiawi bukan ... bila kita dalam bahaya pun tentu berusaha menghindar dan mencari solusi, kalau diam saja artinya bunuh diri, dan manusia sehat tentu tidak akan melakukan bunuh diri. Saya dapat mengerti kebijakan Merkel untuk membuka pintu dan menyediakan dana untuk membantu para pencari suaka ini. Apalagi bila menengok sejarah.
Orang Jerman tahun 1700-an pun menjadi refugees di Inggris dan kemudian sesudah Perang Dunia ke-2 juga menjadi refugees (foto di atas sebelah kiri, sebelah kanan refugees Suriah - / AP Photo/Aleppo Media Center AMC), pencari suaka, terusir dari satu tempat ke tempat lain. Melihat foto-fotonya di salah satu majalah di perpustakaan, atau bisa juga dilihat di welt.de kondisinya tidak jauh berbeda dengan para refugees Suriah saat ini. Saat itu konon hampir 14 juta orang Jerman terusir dari kota kelahirannya. Demikianlah, roda kehidupan terus berputar, tapi manusia tidak pernah belajar dari sejarah.
Namun, kebijakan Merkel ini memang tidak tanpa dampak. Pada pilkada untuk pemilihan kepala negara bagian atau mirip gubernur di beberapa negara bagian Jerman pertengahan Maret y.l., kemerosotan pamor partai Merkel terrefleksi pada hasil Pilkada. Sementara partai paling menonjol mendulang keuntungan dari kemerosotan pamor Merkel adalah Partai Alternatif. Kemenangan Partai Alternatif ini mengingatkan saya pada kemenangan Partai Piraten, yang meraup keuntungan dari konstelasi politik sesaat. Sekarang ?? Partai Piraten tidak lagi terdengar ... yang sekarang tenggelam tanpa kabar.