Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Beragam Corak Batik di Depan Gedung Sate Bandung

1 Juli 2015   21:04 Diperbarui: 1 Juli 2015   21:04 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di mana tempat pengenalannya, ayo??? Kalau lewat depan Gedung Satenya dengan mobil mungkin sulit lihat, kalau naik motor hmmm bisa jadi sekelebat lihat, kalau naik angkot apalagi kalau angkotnya penuh, bakal susah terlihat ..... tapi kalau jalan kaki dan kebetulan jalannya sambil lihat ke bawah, maka akan kita saksikan "Museum Batik Terbuka Jawa Barat" ini.

Mungkin heran yah .... depan Gedung Sate kan Gasibu, lalu tepatnya di mana nih ??? Jawabannya adalah TROTOAR persis depan Gedung Sate !!! Iya, trotoar tempat orang berjalan kaki, berseni yah .... Saya pun kebetulan saja ketika sedang jalan kaki menyusuri Bandung lihat ke bawah.  Sambil jalan, bisa mengenal jenis-jenis corak batik khas dari berbagai daerah di Jawa Barat. Sayangnya, kotor dan warnanya sudah memudar. Untungnya, saya masih bisa baca penjelasannya.

1- Baiklah, batik pertama di atas adalah Batik Kupu-kupu dari Ciamis.

Sebagai orang Sunda, tapi separuh Jawa, saya hanya mengenal batik dari Solo, Pekalongan atau Jogja. Ibu saya dulu kalau membeli batik atau kain pun selalu dari Pasar Klewer, Solo. Tidak heran kan bila tidak terbersit sedikitpun di kepala saya bahwa ternyata di Ciamis, bukan hanya ada Pangandaran tapi juga batik.

Kata pakar batik, batik Sunda dan Jawa dapat dibedakan dari warna. Batik Sunda biasanya warnanya lebih terang dan lebih menyolok dari batik Jawa, sehingga lebih terkesan ceria. Sedangkan khusus Batik Ciamis memiliki karakter dan corak batik yang berbeda dengan batik Garut dan Tasik. Batik ciamisan tampil sederhana tapi penuh wibawa. Kesederhaan ini tak lepas dari sejarah keberadaannya yang banyak dipengaruhi daerah lain, seperti ragam hias pesisiran dari Indramayu dan Cirebon.

 

2- Batik kedua batik Garutan Turih Oncom.

Terus terang corak batik Turih Oncom dari Garut ini membuat saya heran, biasanya batik kan motifnya flora atau fauna yah koq ini makanan ?? Mana oncomnya ?? Entahlah, mungkin memang batik Garut ingin menonjolkan kekhasannya kan Garut terkenal dengan oncomnya. Yang pasti corak Turih Oncom ini, terdiri dari banyak segitiga (sama dengan bentuk oncom barangkali ya), yang di dalamnya terdapat banyak corak dan motif. Warnanya juga terang.

Nasib pengrajin batik di Garut juga sama dengan di Ciamis, sempat mengalami vakum. Namun, sekarang kembali bergeliat.

 

3- Batik ketiga berasal dari Cianjur, Batik Gergaji.

Ketika melihat corak Batik Gergaji ini, saya bisa langsung setuju dan mengerti coraknya. Gerigi gergaji digambarkan dengan manis dan berseni. Ternyata Garut tidak hanya penghasil beras tapi juga punya pengrajin batik.

4- Batik keempat berasal dari Cirebon, batik Truntum.

Bila Cirebon menghasilkan batik, saya bisa lebih mengerti. Cirebon kan letaknya di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, jadi asimilasi penduduk dan budaya, juga terjadi dalam bidang perbatikan. Diantara batik-batik lainnya, saya lebih mudah membedakan batik Cirebonan ini, karena motif dan coraknya diulang-ulang.

5- Batik kelima adalah Batik Dewa Laut, berasal dari Kuningan.

Hmmmm ... corak dewa laut ini, harus saya terjemahkan dengan penuh fantasi. Tapi saya ikut senang dengan pengrajin batik dari Kuningan karena berhasil menghasilkan corak khas daerahnya, batik Dewa Laut ini dan Kuda.

6- Batik keenam Batik Seureuh, berasal dari Bogor.

Seureuh atau sirih, saya kenali dari corak daun dengan urat daunnya yang jelas. Batik dari Bogor ini memang tampaknya masih baru tapi cukup berhasil. Corak dan motif BAtik Bogor diambil dari kekhasan kota hujan ini, mulai dari Kebun Raya dan isinya, hujan, Kujang Kijang, Batu tulis dll.

Sangat menarik, mengikuti sejarah batik yang sejak akhir tahun 2009 telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.

 

Terus terang, saya suka dengan ide menampilkan ragam batik di trotoar ini, trotoar jadi lebih hidup dan dapat menjadi museum batik terbuka. Apalagi bila warnanya dipercantik dan tidak dibiarkan kotor. Dan, saya sekarang bila membeli batik Sunda, dengan mempelajari coraknya, bisa mengira-ngira pula asalnya.

Alhamdulillah, masuk puasa hari ke-14. Bagi yang mau ngabuburit sambil cari candil untuk buka, asyik nih .... jalan-jalan ke depan Gedung Sate ini. Sambil menyelam minum air, belajar corak batik dan sekalian ngabuburit. (ACJP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun