[caption id="attachment_358360" align="aligncenter" width="594" caption="Alun-alun kota Praha yang difoto dari menara kantor walikota Praha (dok pribadi)"][/caption]
Sebagai penyuka jalan-jalan dan penikmat wisata kota, pasti akan dengan mudah mengenali ciri sebuah kota di Eropa, yakni keberadaan kantor walikota, tempat ibadah dan alun-alun di pusat kotanya, seperti terlihat di foto kota Praha. Dan biasanya tidak jauh dari situ bisa ditemukan rumah sakit, sekolah atau pemadam kebakaran. Standar seperti ini membuat saya bisa menyelami kesamaan konsep para penata kota berbagai zaman di Eropa.
Sedangkan bentuk dari kota ini biasanya tergantung dari benteng pertahanan dulu, ada yang berbentuk lingkaran, ada yang kotak ada yang berbentuk kipas. Saya menyukai kota yang berkonsep lingkaran karena kalau nyasar, kantor walikota, tempat ibadah dan alun-alun sebagai titik pusat lingkaran kota, bisa jadi patokan untuk mengurai kembali di mana tadi saya nyasar. Kota Aachen dan Trier misalnya adalah contoh kota dengan model lingkaran. Krefeld kotanya bermodel kotak-kotak dan Karlsruhe berbentuk kipas.
[caption id="attachment_358570" align="aligncenter" width="560" caption="Benteng pertahan kota Aachen tahun 1576 (kiri) dan Peta kota Aachen sekarang (kanan) (dok. http://de.wikipedia.org/wiki/Stadtmauer_Aachen#mediaviewer/File:Aachen-Stadtansicht-Steenwijk-1576.png dan http://www.stadtplan.net/branchenbuch/results.php?stadtplan=/deutschland/nordrhein-westfalen/aachen/aachen)"]
Banyak kota-kota di Eropa ini sangat menarik bagi saya karena berkarakter, entah itu karena sisa-sisa artefak dan peninggalan sejarahnya, karena arsitektur bangunannya atau visi misi aktual kotanya. Seringkali hal-hal tersebut sangat menonjol tampil ke permukaan, sampai turis seperti saya yang hanya penikmat sejenak kota mereka, mampu merasakan artikulasi karakter kotanya. Sebagai contoh Kopenhagen yang baru kurang lebih 2 minggu y.l. saya kunjungi. Baru keluar dari tempat parkirnya saja, keberadaan sepeda sudah sangat menyolok bagi saya. Bahkan ada beberapa jenis sepeda untuk pertama kalinya saya lihat di sana. Ternyata, 9 dari 10 orang Kopenhagen rutin naik sepeda, bahkan 37% penduduknya, baik yang bekerja maupun yang kuliah di Kopenhagen setiap hari naik sepeda, gak harus diwajib-wajibkan, koq bisa?
[caption id="attachment_358362" align="aligncenter" width="594" caption="Sepeda yang terparkir di pinggir trotoar (dok pribadi)"]
[caption id="attachment_358364" align="aligncenter" width="594" caption="Sejauh mata memandang, sepedaaaaa (dok pribadi)"]
[caption id="attachment_358365" align="aligncenter" width="385" caption="ups sepeda becak ?? (dok pribadi)"]
Kota-kota di Denmark yang saya lewati mengingatkan saya pada kota-kota di Belanda, hanya saja jalannya lebih lebar-lebar. Kalau konsep kota, saya perhatikan tidak ada bedanya dengan konsep kota-kota tua di Jerman, di pusat kota ada tempat ibadah, alun-alun, kantor walikota. Namun, dengan menonjolnya keberadaan sepeda ini, berputarnya rotor angin pembangkit listrik di kejauhan, birunya laut yang mengelilingi kota, indahnya cuaca saat kami di sana, membuat kota ini tampil lebih istimewa lagi di mata saya (juga termasuk istimewa mahal terutama karena biaya parkir mobilnya, 6 Euro per jam, makna positifnya tempat parkir kosong tidak seperti di kota besar lain di Eropa).
[caption id="attachment_358366" align="aligncenter" width="579" caption="Rotor angin di kejauhan memberikan 30% listrik untuk Denmark (dok pribadi)"]
Bila di Bandung, Ridwan Kamil menggencarkan hari Jumat bersepeda maka ada 8 hal lain dari Kopenhagen, the European Green Capital 2014, yang dapat ditiru oleh para eksekutif kota untuk mencapai kota hijau yang berkelanjutan, yakni :