rumah tua  terletak di pelosok desa. Dengan penuh kesibukan, aku membungkukkan badan menunduk, mataku tertuju pada sebuah buku bersampul merah tua itu.
Di sudut kamar yang gelap di sebuahAku terduduk lemas, perlahan ku gerakan jari-jariku yang kini gemetar. Membuka halaman pertama buku itu air mataku menetes melihat sebuah tulisan dengan ukiran huruf indah, "There are beautifull story with you".
Ku sandarkan kepalaku di tembok batako rumah tua itu, cerita indah di balik semua ini yang kini entah ke mana sosok yang pernah menjadi pemeran utamanya. Hari kemarin yang telah lalu pasti akan selalu menjadi cerita, dan sebuah kenangan seiring berjalannya waktu.
Ada berbagai rasa ketika mencoba untuk berdamai dengan hari-hari itu, marah, sedih, kecewa, menyesal dan ada berbagai perasaan setiap mengingatnya. Aku kembali membuka halaman berikutnya.
Tanggal 23 September 2020 tanggal manis ini. Aku kembali diingatkan oleh sosok itu. Ketika pertama kali menjumpainya, dengan kaos biru dan jeans hitam yang dikenakannya, memiliki tubuh yang tinggi dan kurus, beramput keriting pirang kuning, mata dan bibirnya yang sama-sama indah, menarik perhatianku untuk terus ingin memilikinya.
Tanpa sadar kami telah menjadi dua sejoli yang sangat dekat, menjadi sahabat, teman curhat, bahkan menjadi dua orang yang saling menyukai dan membutuhkan. Tidak peduli tentang apa yang ada selalu berusaha untuk terus menjalani suka duka bersama, berbagai cobaan kami lalui dengan kasih hingga tumbuh cinta yang begitu dalam di antara kami.
Tiga tahun lamanya kami menjalani kebersamaan itu. Hingga pada suatu saat, jarak memisahkan hubungan itu membuat perasaannya semakin hilang, keadaan kami membuatnya melakukan sebuah kesalahan. Cobaan itu datang dan merusak segalanya.
Pengkhianatan, kekecewaan, kesedihan, air mata tercampur menjadi satu. Aku terisak merenungi hari di mana aku dikhianati. Bagaimana mungkin! Tujuan, harapan, kebahagiaan itu hilang setelah kejadiannya. Sosok itu seperti datang untuk membuatku runtuh. Kini sosok yang selalu kubanggakan itu pun menghilang ditelan bumi, tak terdengar kabar sedikitpun darinya.
Aku mencoba kuat dan melupakan kenangan-kenangan pahit itu, dan mencoba berdiri sendiri tanpa melibatkan lembaran baru di dalamnya. Akan kunikmati setiap poin sedih itu hingga habis tak tersisa, akan kujaga hati yang retak ini agar tak terluka lagi.
Aku sama sekali tidak membenci sosok itu. Aku mencoba berdamai dengan kenangannya, lalu tidak akan terhenti olehnya. Aku akan terus berjalan, apapun itu. Hari kemarin adalah kenangan serta pelajaran yang baik. Â (Desy Ceunfin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H