Mohon tunggu...
Kristo Ukat
Kristo Ukat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Dosen di STP St. Petrus Keuskupan Atambua-Kefamenanu-Timor-Nusa Tenggara Timur

Menulis, Membaca, Fotografi, Bertualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masalah Hidup Menggereja Mahasiswa Migran

16 Juli 2021   11:08 Diperbarui: 16 Juli 2021   19:57 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa migran Katolik dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok berdasarkan kampus dan tempat tinggalnya yakni, pertama,  mahasiswa yang kuliah di kampus khusus dan tinggal di asrama. Kedua, mahasiswa yang kuliah di kampus umum serta tinggal kost atau kontrakan. Mereka yang tinggal di asrama dan kuliah di kampus khusus, tidak terlalu menemui masalah berarti dalam pelaksanaan Pancatugas Gereja. Hal-hal yang berhubungan dengan pancatugas Gereja sudah diatur dalam pendampingan dan pengawasan secara rutin dan berkesinambungan baik di kampus maupun di asrama. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam konteks Liturgia seperti Perayaan Ekaristi, Ofisi Pagi dan Sore dan doa-doa lainnya secara rutin dan teratur.

Permasalahan yang kompleks justru terdapat pada mahasiswa migran yang kuliah di kampus umum dan tinggal di kost atau kontrakan. Perayaan Ekaristi, doa bersama dan doa pribadi menjadi masalah. Khusus untuk doa-doa resmi Gereja hanya Perayaan Ekaristi. Dalam Perayaan Ekaristi pun ditemukan beberapa hal berikut bahwa ada mahasiswa yang rajin mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja atau kapela setiap hari Minggu, ada yang mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari Minggu tetapi tempatnya mengikuti selera, ada yang terlibat dalam Perayaan Ekaristi yang dilaksanakan dalam organisasi-organisasi, ada juga yang terkadang lalai mengikuti Perayaan Ekaristi hari Minggu karena beban tugas dari kampus, beban kerja dan malas, ada yang tidak terlibat dalam semua hal rohani baik doa resmi Gereja maupun doa pribadi, ada yang terlambat ke Gereja, ada yang ke Gereja hanya pada saat Natal dan Paskah, ada juga yang diajak teman ke Gereja lain yang bukan Katolik, ada yang malu ke Gereja karena nikah dini dan tidak komuni, ada yang ke Gereja dengan gaya berbusana seperti artis.

Selain itu ada yang dipercaya memimpin ibadat pada saat doa bersama di Lingkungan, ada yang mengadakan doa bersama pada bulan Mei dan Oktober dalam organisasi, ada yang tetap melaksanakan doa bersama sekalipun mendapat penolakan dari warga setempat, ada yang tidak terlibat sama sekali dalam doa bersama karena tugas kampus dan malas, ada yang mudah dipengaruhi orang lain untuk tidak melakukan hal-hal rohani tersebut.

Sedangkan untuk doa pribadi: ada yang melaksanakan doa pribadi dengan baik dengan berbagai intensi, ada yang melaksanakan doa pribadi di tempat berbeda-beda seperti di kamar, gua atau juga Gereja, ada yang melaksanakan doa pribadi tetapi tidak rutin karena banyak tugas, ada yang malas melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hal rohani termasuk doa pribadi, ada yang tidak pernah melaksanakan sakramen tobat, ada yang tidak menjalankan puasa pada masa Prapaskah, ada yang tidak percaya akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya karena himpitan masalah yang dihadapi, ada yang melupakan Tuhan Yesus, ada yang tidak memiliki inisiatif untuk berdoa, ada yang merasa terpaksa dalam hal doa, ada yang mementingkan kepentingan pribadi dan abaikan hal rohani dan ada yang masih mencari konsep Tuhan.

Permasalahan itu terjadi disebabkan oleh dua faktor yakni factor ekstern dan intern. Faktor ekstern disebabkan oleh tiga hal mendasar yakni lingkungan, kampus dan kerja. Lingkungan menjadi salah satu masalah bagi para mahasiswa melaksanakan kegiatan rohaninya karena sering mendapat penolakan dari masyarakat. Kampus menjadi salah satu penyebab permasalahan bagi para mahasiswa migran karena tuntutan perkuliahan yang harus dipenuhi mahasiswa termasuk pada hari Minggu. Sedangkan kerja menjadi salah satu penyebab masalah karena ada mahasiswa yang berusaha memenuhi tuntutan ekonominya sekaligus membantu beban ekonomi orang tua dengan mencari tambahan kerja selain kuliah. Waktu kerjanya berlangsung padat termasuk kerja pada hari Minggu hingga akhirnya membuat para mahasiswa tidak melaksanakan kewajiban hari Minggu sebagai orang Katolik.

Sedangkan factor intern berasal dari dalam diri para mahasiswa migrant yakni terlambat ke Gereja, malas, tidak ada inisiatif, tidak percaya akan kehadiran Tuhan, terhimpit aneka masalah dalam diri, konsep tentang Tuhan.

b. Kerygma

Di kampus khusus dan asrama mahasiswa migran mengikuti pendalaman iman dan Kitab Suci secara teratur baik di luar maupun di dalam asrama seperti rekoleksi, sharing Kitab Suci, retret, week end, kunjungan umat, sekolah minggu, pembinaan komuni pertama. Mereka juga terlibat dalam kegiatan di Lingkungan dan Paroki seperti latihan koor. Di asrama mereka juga terlibat dalam persiapan menyongsong hari raya Natal dan Paskah seperti dekorasi, pengakuan dosa, rekoleksi dan kegiatan-kegiatan rohani lainnya. Mereka dibagi dan dipercaya untuk memimpin ofisi, menjadi lektor dan dirigen sekalipun masih malu dan gugup. Sedangkan di kampus umum dan kos/kontrakan, ada kampus yang mengajarkan mata kuliah Agama Katolik dan ada juga yang tidak, ada yang mengikuti pendalaman iman seperti rekoleksi dan sharing Kitab Suci dalam organisasi baik intern kampus maupun ekstern kampus, ada yang mengikuti pendalaman iman di Lingkungan dan Paroki, ada yang tidak mengikuti pendalaman iman dan Kitab Suci maupun kegiatan rohani lainnya baik di Lingkungan dan Paroki maupun organisasi. Ada yang terlibat dan tidak terlibat dalam latihan koor di lingkungan. Ada yang mengembangkan karya pewartaan lewat kreativitas kerja. Ada yang bertindak sebagai figur pemersatu dan penggerak untuk menggerakkan teman-teman melaksanakan kegiatan rohani dalam organisasi. Bahkan ada juga yang didatangi oleh aliran lain.

c. Koinonia

Persekutuan hidup menggereja dapat dilihat dalam keterlibatannya secara teritorial dan kategorial. Bagi mahasiswa migran yang kuliah di kampus khusus dan tinggal di asrama, mereka tahu wilayah paroki dan lingkungannya, terlibat dalam kegiatan-kegiatan Gerejani di Paroki dan Lingkungan. Mereka juga bergaul dengan sesama baik karena mudah akrab dan berbaur sekalipun ada perbedaan latar belakang etnis dan budaya. Namun mereka juga membutuhkan figur pendamping dalam kebersamaan untuk menjembatani segala perbedaan yang terjadi di kalangan mahasiswa yang tinggal bersama.

Bagi mahasiswa yang kuliah di kampus umum dan tinggal di kos/kontrakan ada yang tahu Lingkungan dan Paroki tempat domisilinya serta aktif dalam OMK Paroki. Ada yang tahu Paroki tetapi tidak tahu Lingkungan tempat domisili. Ada yang tidak tahu Lingkungan dan Paroki tempat domisilinya sekarang, ada yang terlibat dalam organisasi intern kampus, ekstern kampus dan organisasi daerah. Ada juga yang pasif dan tidak terlibat dalam organisasi baik intern maupun ekstern kampus. Ada yang tidak tahu dan tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Lingkungan dan juga Gereja. Jumlah mahasiswa migran terlalu banyak dengan karakteristik dan latar belakang yang berbeda-beda, menimbulkan kesulitan dalam pelayanan pastoral di Lingkungan. Para mahasiswa pendatang tidak memiliki tempat yang aman dalam masyarakat untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Di antara para mahasiswa perantau ada yang tampil sebagai figur yang inspiratif, pemersatu, bersahabat dalam persaudaraan dengan teman seasal maupun dalam organisasi. Ada yang mengalami hidup persaudaraannya berjalan tanpa ada masalah baik dengan mahasiswa asal NTT maupun Jawa. Ada juga yang mengalami bahwa hidup persaudaraan di antara sesama warga seasal sering terganggu dan tidak harmonis karena adanya beda pendapat. Ada yang mengalami bahwa pergaulannya dengan umat Katolik dan masyarakat luas pun terbatas karena situasi dan keadaan. Meski demikian mereka tetap berkumpul untuk berdoa sekalipun situasi sulit mereka hadapi. Adanya juga yang pergaulannya tertutup dan terbatas. Ada juga yang selalu berpindah-pindah kos karena merasa tidak nyaman dan sering cecok. Dalam keadaan seperti itu mereka selalu merindukan adanya figur pendamping yang bisa mengayomi hidup mereka di tanah rantauan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun