Mohon tunggu...
Kristogonus Tadeus
Kristogonus Tadeus Mohon Tunggu... Guru - mencitai kebijkasanaan

kristo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Lebih Dekat dengan Kaum Disabilitas Netra"

4 September 2023   11:46 Diperbarui: 8 September 2023   10:05 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu waktu, kami sekeluarga menggelar acara yang dihadiri beberapa keluarga dan sahabat kenalan yang telah kami undang. Acara yang digelar pada malam hari itu, tiba tiba mati lampu di tengah suasana yang lagi ramai dan asik. Peristiwa mati berlangsung singkat, kurang dari 10 menit. Namun suasana mendadak kacau, terjadi tabrak menabrak. Saat listrik hidup kami terkejut sekaligus tertawa melihat keadaan ruangan yang berantakan. 

Di lain peristiwa, dalam sebuah perjalanan keluarga, mobil yang kami tumpangi tiba-tiba mati lampu di tengah perjalanan. Gelap gulita dan berada di tempat sunyi senyap membuat kami bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Hanya berdiam diri sambil berharap lampu mobil bisa kembali nyala atau ada dewa penolong datang membawa kami keluar dari suasana yang menakutkan itu.

Peristiwa serupa tentu pernah kita alami dalam perjalanan hidup kita. Tatkala dilanda kegelapan, muncul peristiwa atau perasaan yang tidak kita harapkan. Bingung, takut, cemas, salah jalan, menabrak sesuatu, terjatuh adalah situasi yang kerap kita alami saat berada dalam kegelapan.  Kegelapan membatasi daya dan aktivitas kita untuk berpindah atau melakukan sesuatu. Walapun hanya terjadi sebentar atau sementara tapi terasa sangat mengganggu hidup kita.

Bagaimanakah dengan saudara/I kita yang mengalami kecacatan penglihatan permanen atau yang sering disebut tunanetra? Membayangkan keadaan mereka mirip seperti saat kita berada dalam kegelapan. Mereka mengalami kesulitan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Mereka bingung saat menyusuri jalan, menabrak objek yang ada di sekitarnya. Ruang gerak mereka untuk menyalurkan segenap kemampuan dan potensi diri menjadi sangat terbatas. Jika kegelapan yang kita alami sifatnya sementara namun mereka bersifat permanen. Sudah tentu jauh lebih sulit dan berat yang mereka hadapi ketimbang kita.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan kehidupan kaum disabilitas netra? Apakah 'dunia' mereka berbeda dengan 'dunia' kita yang melihat? Apakah harapan mereka berbeda dengan kita? Jika kita menyaksikan dari kehidupan sehari-hari di masyarakat, kaum disabilitas netra kerap diperlakukan berbeda. 

Ciri khas disabilitas netra yang memakai kaca mata hitam, menggunakan tongkat saat berjalan, kadang meraba-raba objek yang ada di sekitarnya memunculkan stigma atau anggapan negative pada mereka. Ada yang menganggap mereka manusia aneh. Mereka 'dipinggirkan' dalam hidup sosial. Anggapan lain,  dunia mereka adalah dunia gelap, sehingga  kebutuhan dan keinginan mereka juga tidak seperti kita.

Sejatinya, mereka sama dengan kita. Keterbatasan penglihatan tidak membatasi harapan dan keinginan mereka untuk mendapatkan kehidupan sebagaimana yang kita harapkan. Mereka mendambakan kehidupan yang mandiri, mampu berpindah dari satu tempat ke tempat lain, merindukan perlakuan yang sama dan adil dalam berbagai bidang kehidupan. Bisa mengembangkan potensi dan kemampuan mereka dengan baik. 

Maka, menjadi tanggung jawab kita semua untuk membantu mereka mencapai kehidupan yang mandiri dan bermartabat. Tuhan telah menciptakan setiap insan kekurangan dan kelebihan dengan tujuan agar kita saling melengkapi, saling menolong satu sama lain. Kehidupan adalah anugerah terindah dari Tuhan yang mesti kita hormati, lindungi, jaga dan dikembangkan secara bersama.

Menuntun disabilitas netra dengan benar

Dalam hidup harian, mungkin kita pernah melihat para disabilitas netra mampu beraktifitas layaknya orang melihat. Mereka mampu berpergian sendiri ke tempat-tempat umum seperti pasar, terminal, tempat hiburan, rumah sakit tanpa ada rasa canggung dan kaku. Bahkan mereka bisa mengakses fasilitas modern seperti lift, escalator, atm dan lainnya. Mereka juga mampu mengikuti olah raga lari, lompat, renang, bermain bola yang sebetulnya sangat membutuhkan indera penglihatan. 

Kita tentu dan pantas bertanya, mengapa mereka bisa melakukan hal demikian. Apakah alamnya yang membentuknya ataukah ada pihak lain yang mengajarkan. Jawabannya, karena ada pihak lain dalam hal ini lembaga pendidikan yang mengajarkannya.

Kita bersyukur di masa sekarang ini, mulai tumbuh kesadaran di sebagaian kelompok masyarakat yang membantu kehidupan kaum disabilitas. Secara khusus disabilitas netra, ada saja pihak-pihak yang mendonasikan ragam kebutuhan mereka. Beberapa fasilitas umum dibangun ramah bagi disabilitas netra. Namun hal ini masih sebagian kecil. Sebagian besar warga masyarakat masih menganggap kaum disabilitas manusia aneh dan terpinggirkan.

Lembaga pendidikan tidak mungkin mampu bekerja sendiri dalam membantu kaum disabilitas netra menemukan kehidupan yang didambakannya. Kerjasama antar semua warga masyarakat sangat dibutuhkan untuk memandirikan mereka. Sekolah memiliki ruang yang amat terbatas dan hanya 'media' untuk menghantarkan mereka ke tengah masyarakat. Keterbatasan penglihatan membutuhkan perlakukan khusus bagi mereka. Oleh karenya, diperlukan pemahaman yang benar tentang cara dan teknik dalam mendampingi kaum disabilitas netra.

Disabilitas netra terbagi dalam dua kategori yakni low vision (masih memiliki sisa penglihatan) dan total blind (sama sekali tidak melihat). Bagi yang low vision, mereka masih bisa berpindah ke suatu tanpa alat bantu atau pedamping. Sedangkan bagi yang total blind memerlukan pendampingan khusus agar kelak bisa mandiri dalam pergerakan. Untuk memandirikan kaum disabilitas netra dalam pergerakan maka  diajarkan orientasi dan mobilitas.

Apa itu orientasi dan mobilitas?

Orientasi dan mobilitas merupakan pengetahuan dasar bagi para disabilitas netra terkhusus yang total blind agar dapat melakukan perpindahan dengan benar, tepat dan aman. Benar berkaitan dengan cara yang digunakan, tepat berkaitan dengan tujuan yang dicapai dan aman berkaitan dengan keselamatan. Selaian para disabilitas netra, masyarakat umum juga harus memahami hal ini. Agar saat bertemu dengan mereka, kita dapat memberikan bantuan sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka.

Seorang disabilitas netra harus memiliki pengetahuan terlebih dahulu tentang lingkungan dan menghubungkan lingkungan satu dan yang lain dalam satu aktifitas. Sebelum melakukan perpindahan atau mobilitas, terlebih dahulu dia mengolah informasi. Proses mengolah informasi yang meliputi tiga pertanyaan pokok yakni (1) dimana saya (2) dimana atau kemana tujuan saya (3) bagaimana untuk sampai ke tujuan tersebut. 

Seseorang disabilitas netra harus memahami posisinya sekarang, tempat tujuannya seperti apa, apakah sekolah, pasar, kantor dan kemudian alat atau sarana apa yang dipakai untuk sampai ke tujuan itu. Proses pengolahan data dan informasi diperlukan untuk kesiapan mental dan fisik sebelum melakukan pergerakan atau mobilitas.

Mobilitas adalah kemampuan perpindahan atau pergerakan fisik dari satu tempat ke tempat lain dengan benar, tepat dan aman. Ada tiga teknik yang digunakan dalam mobilitas.  Pertama, teknik tongkat. Tongkat digunakan untuk mendeteksi objek yang di sekitar jalan yang akan dilewati. Kedua, Teknik melindungi. Teknik ini dilakukan dengan cara lengan diangkat menyilang depan wajah bertujuan melindungi tubuh bagian atas (Upper hand and for arm) dan lengan menyilang di depan perut bertujuan melindungi tubuh bagian bawah (lower hand and for arm).

Ketiga, Teknik pendamping awas adalah pendampingan dari orang yang melihat kepada tunanetra. Jika kita ingin menuntun disabilitas netra ke suatu tempat, kita harus menggunakan teknik yang benar. Caranya, dengan  berkomunikasi lebih dahulu untuk menciptakan rasa nyaman. Jika si disabilitas netra telah menyatakan kesediaan dituntun, kita mendekatkan punggung tangan kita lengan si disabilitas netra. Kemudian ijinkan dia yang memegang tangan kita, apakah di pergelangan atau sikut tangan, mana yang terasa nyaman bagi dia. Berjalanlah menyesuaikan langkahnya. Ketika memasuki medan atau area yang berbeda, perlu dijelaskan terlebih dahulu kepadanya.

Para guru dan pendamping SLB A KArya Murni 'menjadi' seorang tunanetra

Menjadi guru dan pendamping yang sehari-hari bertemu dan bernteraksi langsung dengan para disabilitas netra, tidak serta merta telah memahami dengan baik situasi, kondisi serta harapan para siswa-siswi disabilitas netra. Tak jarang, para guru dan pendamping cenderung mendidik atau mendampingi berdasarkan cara pandangnya sendiri.

 Akibatnya, pola pendidikan dan pendampingan cenderung memaksakan kehendak dan keinginan sang pendidik/pendamping. Keadaan siswa dinilai hanya berdasarkan apa yang terlihat  tanpa menelusuri lebih jauh keadaan mereka yang sesungguhnya. Kemudia membuat kesimpulan-kesimpulan yang melemahkan mereka.  Kurangnya kemauan untuk meningkatkan tugas dan profesionalisme, ditutupi dengan kalimat "si a lamban, si b susah mengerti, si c susah di atur" dan lain sebagainya.

Di sisi lain, kondisi dan hambatan yang dialami para disabilitas netra mengalami perubahan dari waktu ke waktu. 5 tahun belakangan ini, kondisi peserta didik disabilitas netra yang masuk dan mengeyam pendidikan di SLB A Karya Murni tidak lagi hanya memiliki satu hambatan penglihatan saja. Hampir sebagian siswa/siswi di SLB A Karya Murni saat ini memiliki lebih dari satu hambatan atau ketunaan. Seorang siswa memiliki dua hambatan atau lebih.

Ada siswa memiliki hambatan penglihatan dan hambatan mental. Ada juga hambatan penglihata, mental dan pergerakan/mobilitas. Tentu keadaan ini menambah tantangan dan kesulitan baru bagi para guru dan pendamping dalam proses pendidikan.  Bertambahnya hambatan dalam diri seorang peserta didik bertambah pula tantangan dan masalah yang dihadapi para guru/pendamping. Meningkatkan kualitas profesionalitas guru dan pendamping melalui berbagai pelatihan menjadi pilihan yang harus dilakukan.

Menyadari akan berbagai kesulitan dan tantangan yang dihadapi guru dan pendamping, Yayasan Karya Munri bekerjasama dengan NLR Indonesia menyelengagarakan pelatihan orientasi dan mobilitas bagi para guru dan pendamping. Dengan tema "Pelatihan Orientasi Mobilitas bagi Guru, Orang Tua dan Penanggung Jawab Panti Tunanetra" kegiatan ini diadakan di aula Yayasan KArya Murni pada 21-23 Agustus 2023. Narasumber adalah Ibu Yuni Sulistiawati yang diundang dari Yayasan Mitra Netra, Jakarta. Selama 3 hari ini para guru, orang tua dan pendamping diajak dan diharapkan untuk "lebih dekat lagi" dengan para peserta didik.

Pelatihan diisi dengan pemaparan materi, diskusi, sharing dan praktek langsung orientasi dan mobilitas. Agar bisa 'lebih dekat' dengan disabilitas netra, memahami keadaan, perasaaan dan harapan mereka,  peserta pelatihan memerankan diri menjadi tunanetra. 

Menggunakan penutup mata, para guru/pendamping menyusuri ruangan, menapaki jalan di ruang terbuka, melewati rintangan sambil menerapkan teknik yang telah dipelajari bersama. Bingung tak tahu harus kemana, menabrak objek di sekitarnya, takut, cemas, kehilangan arah adalah situasi dan perasaan yang dialami selama kegiatan tersebut.

Pengalaman ini menyadarkan para guru/pendamping bahwa menjadi disabilitas netra itu sulit dan berat. Dengan demikian, harapanya semakin menumbuhkan kepekaan dalam diri guru/pendamping akan kebutuhan peserta didik.  Sekaligus dapat menjadi alarm pengingat bagi setiap guru dan pendamping untuk lebih merasakan keadaaan mereka yang sesungguhnya. 

Rutinitas, kesibukan dan berbagai factor lain, acapkali membuat para guru/pendamping kembali pada kesalahan yang sama yakni memaksakan kehendak pribadi pada siswa. Oleh karenanya, diperlukan penyadaran yang terus menerus melalui upaya evaluasi baik secara pribadi maupun bersama.

****

Mengutip ungkapan bernas Bunda Teresa dari Calcuta, tidak semua orang bisa melakukan hal-hal besar tetapi semua orang bisa melakukan sesuatu dengan cinta yang besar. Kecederungan perilaku manusia dalam bernteraski dengan sesamanya adalah mau melakukan sesuatu jika dampaknya besar, bisa dilihat, diukur dan dirasakan langsung. Merasakan telah melakukan sesuatu jika dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan besar. Merasa diri berarti dan berguna jika mendapatkan kepercayaan untuk melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Merasa diri sukses jika berhasil melakukan sebuah pekerjaan besar.

Sebaliknya kita cenderung menyepelekan pekerjaan yang dampaknya kecil. Kita merasa dikecilkan jika tidak dilibatkan dalam kegiatan besar. Kita merasa malu dan tidak iklas jika hanya melakukan hal-hal kecil dan sederhana.  Bunda Teresa mengingatkan kita akan kecenderungan yang kurang baik ini. Nilai besar dan kecil tidak boleh diukur volume dan dampak pekerjaan kita. 

Sejatinya nilai besar dan kecil mesti ditakar dengan cinta. Seberapa besar dorongan cinta yang kita berikan dalam pekerjaan tersebut. Rasa tanggung jawab, ketulusan dan totalitas diri dalam bekerja menjadi kata kunci dalam meberikan cinta pada pekerjaan yang kita kerjakan.

Demikian halnya kita dalam membantu saudara dan saudari kita berkebutuhan khusus apa pun itu keadaanya. Tuhan memberikan talenta yang berbeda-beda kepada kita. Beragam cara dan bentuk yang dapat kita lakukan untuk membantu mereka. Ada melakukan hal-hal besar seperti mendonasikan uang, makanan, pakaian dan lainnya. Ada yang membuka lembaga-lembaga pendidikan atau panti. Ada yang berperan sebagai pengelola, pemimpin dan pendidik pada sebuah lembaga.

Akan tetapi ada banyak hal kecil yang dapat dilakukan oleh siapa saja bagi kaum disabilitas. Baik dilakukan secara pribadi maupun berkelompok. Misalnya bagi disabilitas netra. Dalam pergaulan sosial, seorang disabilitas netra jarang mau mebuka diri telebih dahulu untuk berkomunikasi. Tanpa sungkan kita mengajak mereka berbicara. Mau belajar tentang etika dan tata cara mendamping mereka. Sehingga kita dapat membantu mereka dengan tepat dan benar. Secara berkelompok, menyuarakan hak-hak mereka.

Menyadarkan diri kita bahwasannya kaum disabilitas sama dengan kita yang merindukan kehidupan yang pantas dan layak akan menggerakan rasa kepedulian. Wujud kepedulian kita harus dilihat sebagai sebuah panggilan ilahi. Tuhan memanggil kita menjadi orang beriman sejati yakni menghadirkan karya-karya nyata bagi sesama. "Mari lebih dekat lagi dengan mereka".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun