Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Melawan atau Merangkul FYP?

4 Maret 2024   07:39 Diperbarui: 4 Maret 2024   07:45 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kesehatan.kontan.co.id

Media sosial menjadi salah satu media yang bisa menjadi sarana komunikasi antar manusia dengan manusia lainnya. Selain itu, media sosial juga saat ini menjadi media hiburan bagi banyak orang. Perkembangan teknologi di masa kini membuat hidup manusia semakin praktis. Tidak perlu repot-repot melakukan banyak hal atau langkah-langkah untuk berkomunikasi dan menikmati hiburan. Semua tersedia dalam sebuah genggaman.

Lebih hebatnya lagi, jika dahulu orang-orang terbiasa berkomunikasi dengan telepon genggam dari satu manusia dengan satu manusia lainnya, saat ini bisa satu dengan banyak orang atau banyak orang dengan banyak orang. Kemudian komunikasi berkembang menjadi forum-forum rapat dan proses belajar mengajar melalui media komunikasi.

Namun kali ini bahasan mengenai media sosial sangat luas. Variasi yang sangat banyak mengemas manusia dengan caranya menyampaikan ekspresinya. Dari mulai hanya komentar di media sosial, berbagi cerita dengan tulisan dan gambar atau video bahkan suara, sampai saling berinteraksi secara anonim.

Penikmat media sosial ternyata bukan hanya orang-orang kalangan dewasa. Remaja hingga anak-anak pun turut menikmati keleluasaan media sosial. Memang pada awalnya media sosial membatasi usia untuk penggunaannya. Namun banyak juga yang menurunkan standar usia pengguna media sosial, ada juga yang memalsukan identitas usianya. Hal ini karena sangat mudah melakukannya, cukup dengan mengisi kelahiran dengan usia di atas 17 atau 18 tahun, maka media sosial dengan terbuka meloloskan verifikasi usia tersebut.

Saat ini, media sosial bukan sekadar menyuguhkan konten secara bebas. Namun ternyata media sosial juga mengarahkan penggunanya dengan suguhan-suguhan konten yang menjadi tren di masyarakat. Hal ini disebut dengan FYP (for your page). Rupanya FYP ini menjadi senjata media sosial untuk tampak terlihat menarik dan dibutuhkan. Banyak orang yang bingung menggunakan telepon genggamnya di kala waktu senggang. Hal inilah yang dimanfaatkan penyedia media sosial untuk menyajikan hal-hal menarik. Bicara hal yang menarik, hal ini memanfaatkan teknologi yang saat ini disebut dengan algoritma.

Dalam matematika dan ilmu komputer, algoritme diambil dari bahasa Arab merujuk kepada sang penemu dari algoritme itu sendiri yaitu Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi/ (lihat bagian sejarah) adalah rangkaian terbatas dari instruksi-instruksi yang rumit, yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan atau menjalankan suatu kelompok masalah komputasi tertentu. Algoritma digunakan sebagai spesifikasi untuk melakukan perhitungan dan pemrosesan data. Algoritma yang lebih mutakhir dapat melakukan deduksi otomatis (disebut sebagai penalaran otomatis) dan menggunakan tes matematis dan logis untuk mengarahkan eksekusi kode melalui berbagai rute (disebut sebagai pengambilan keputusan otomatis). Dikutip dari Wikipedia bahasa Indonesia.

Algoritma di tengah masyarakat ternyata tidak memandang usia. Tren paling tinggi peminat akan ditampilkan kepada setiap pengguna media sosial. Meskipun setiap pengguna mengisikan minatnya masing-masing, baik itu hiburan, olahraga, otomotif, game, film, musik, dan lain-lain, ternyata FYP tetap menyuguhkan tren umum yang ada di masyarakat. Sehingga tidak menutup kemungkinan, konten politik yang akhir-akhir ini sangat menjadi buah bibir masyarakat, akan muncul pada pengguna yang menyukai olahraga dan musik.

Media sosial mengontrol tren dan isu dunia. Di Indonesia yang rakyatnya sangat banyak, ternyata fyp media sosial dikonsumsi juga pada usia anak-anak. Anak-anak di sekolah mengetahui fakta-fakta yang ada di masyarakat, bahkan mungkin lebih mendalam dari orang dewasa sendiri. Karena anak-anak memiliki rasa ingin tahu dan waktu luang yang lebih banyak dari orang dewasa kebanyakan.

Sebagai pendidik, hal ini menjadi tantangan tersendiri. Seperti contoh di masa-masa covid-19 awal, yaitu tahun 2020. Anak-anak dari SD sudah mengetahui tren tentang LGBT. Hal ini disebabkan tren di media sosial akan seorang tokoh LGBT Indonesia, yaitu Ragil. Ragil seorang laki-laki yang telah resmi menikah dan hidup bersama dengan seorang laki-laki berkebangsaan Jerman.

Kemudian tren akhir-akhir ini tentang politik di Indonesia. Pemilihan umum di Indonesia memang hanya dilakukan oleh pemilih yang terdaftar sebagai pemilih dan sudah berusia minimal 17 tahun. Namun ternyata euforia dirasakan oleh semua kalangan. Termasuk anak-anak yang tidak turut memilih di pemilu. Mereka dengan mudah tertawa meneriakkan "Cak Imin", "Sorry yee", "Omon omon omon", "Gemoy", dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tahu, bahkan lebih mendalami tren tersebut.

Rasa tahu dan menguasai suatu bidang dirasakan oleh banyak anak-anak dan remaja. Tidak heran jika anak-anak saat ini lebih mengikuti perkembangan sosial dibandingkan orang dewasa. Karena orang-orang dewasa lebih menimbang sajian konten dengan kehidupan nyata serta prinsipnya. Tidak jarang juga komentar netizen yang pedas dan monohok itu pelakunya adalah anak-anak dan remaja. Banyak akun-akun palsu yang ternyata pelakunya bukan hanya orang dewasa yang ingin bebas berpendapat, namun juga anak-anak.

Ini adalah tugas yang berat bagi guru di setiap lembaga pendidikan terutama pendidikan formal. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mengatur akhlak dan karakter anak-anak didiknya. Bukan hanya itu, anak-anak sekarang lebih bersahabat dengan internet. Maka tidak sedikit dari mereka yang lebih percaya internet, media sosial, dan film dari pada guru dan orang tuanya sendiri. Mereka membandingkan semuanya dan yakin akan pilihannya. Ini disebabkan karena trending yang diperkuat dengan komentar-komentarnya. Sehingga mereka merasa yakin dan percaya dengan konten-konten tersebut.

Contoh lainnya juga soal tren ibu Megawati dan PDI-P dihujat, ternyata anak-anak juga ikut terpengaruh. Mereka jadikan candaan di kalangan mereka sendiri. Soal teori flat earth juga mereka percayai adalah benar. Kebohongan NASA ke bulan mereka juga yakin itu juga benar.

Ternyata, hal-hal aneh menjadi hal menarik bagi anak-anak. Mereka lebih mudah percaya dengan hal praktis tersebut karena penyajiannya, bahasa yang digunakan penyedia konten mudah diterima oleh mereka. Lalu bagaimana dengan dunia pendidikan mereka masing-masing?

Sebagai guru memang sulit untuk bisa memantau puluhan bahkan ratusan anak-anak murid. Apa lagi jika mereka secara langsung terlihat berprestasi, baik, dan sopan. Namun nyatanya di media sosial berbeda. Bahkan mereka ternyata memiliki ideologi tersembunyi yang diyakininya.

Maka dari itu, sebagai guru memang benar harus menjadi pembelajar seumur hidup. Guru harus turut serta dalam perkembangan zaman. Tidak boleh guru ketinggalan zaman, karena guru akan dianggap manusia primitif dan tua dengan ideologinya. Menjadi guru harus berani mengarahkan mereka dengan cara ikut terjun dalam dunia anak, kemudian anak yang sudah di dalamnya dibimbing menuju kebenaran yang benar-benar sesuai.

Jangan biarkan anak-anak zaman sekarang menjadi santapan zaman. Mereka juga harus memiliki prinsip dan ideologi yang sehat. Apa lagi Indonesia merupakan negara Pancasila yang begitu agung. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima sila yang berprinsip dan mengajarkan kepada manusia yang luar biasa. Mari sama-sama setiap guru dan juga orang tua mengantarkan anak-anak kepada masa depan yang gemilang. Sudah saatnya bangsa Indonesia memiliki generasi unggul, bukan generasi prematur intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun