Toxic, sebuah istilah masa kini yang bermakna racun terhadap psikis. Lebih tepatnya istilah ini diungkapkan untuk orang-orang yang memberikan dampak buruk (beracun) terhadap psikis orang lain. Sifat ini terus bertumbuh di tengah-tengah masyarakat baik sejak masa kanak-kanak, hingga masa lansia. Dampaknya menyeluruh di kehidupan manusia, di semua jenjang usia, sehingga ini cukup serius untuk diperhatikan.
Melihat pada masa-masa sekolah saat ini, anak lebih banyak terpengaruhi oleh faktor eksternal sekolah. Karena kedua orang tua masa kini pada umumnya bekerja, sehingga interaksi terhadap anak-anak mereka terbatas. Anak-anak akan tercipta dengan pergaulan di sekolah yang asalnya dari berbagai sumber. Ada yang memiliki pengaruh keluarganya masing-masing, ada yang dari lingkungan rumah, atau bahkan teman-temannya yang lain.
Tetapi yang perlu diperhatikan, hal paling mempengaruhi pola pikir dan bersikap adalah media sosial. Saat ini, media sosial sangat mempengaruhi sosial dan budaya dalam bermasyarakat. Apa hal yang disaksikan di media sosial, banyak diikuti. Karena pada dasarnya konten dalam media sosial masa kini adalah untuk popularitas, bukan untuk kualitas yang mendidik atau menghibur.Â
Namun, terlepas itu semua. Kontak langsung dan media sosial tidak luput dari wujud asli manusia tersebut. Pertemanan sangat penting untuk membuat setiap manusia dapat hidup bersosialisasi. Namun hal ini masih menjadi tanda tanya besar, apakah orang tersebut baik atau sebaliknya. Karena banyak sekali dijumpai, orang-orang yang tampak baik di dunia nyata, namun seperti serigala di dunia maya. Bahkan ada juga yang tampak seperti macan di media sosial, namun tampak seperti kelinci di dunia nyata.
Bicara soal toxic dalam pertemanan, hal ini menjadi terlihat dalam pergaulan. Berbeda dengan kenyataan yang orang lain lihat. Sering kali ditemui anak-anak yang nakal di sekolah atau pertemanan, namun anak-anak yang baik di keluarga. Ada juga anak-anak yang tampak begitu nakal di rumah, namun anak-anak yang baik dan rajin di sekolah.
Di banyak sekolah, anak-anak di sekolah yang toxic dilabeli karena karakternya yang melakukan perundungan kepada temannya yang lain. Tidak tanggung-tanggung, dimulai dari sifat rasisme terhadap fisik, nama orang tua, pekerjaan orang tua, strata sosial, dan sifat-sifat yang disalahkan terus-menerus atau direndahkan. Orang-orang toxic ini memang dominan, menginginkan dirinya menjadi sumber atau pusat perhatian dengan caranya. Tampak vokal bak pahlawan yang paling benar dan baik. Berikut perilaku toxic di kalangan pelajar masa kini:
- Kemudian karakter judge seenaknya tanpa adanya bukti atau hanya asumsi pribadi atau bahkan hanya sekadar cocoklogi. Tujuannya agar tampak vokal, cerdas beranalisis, dan paling terlihat dewasa. Tidak tanggung-tanggung, hal ini juga bisa berkembang menjadi fitnah kepada orang lain, agar orang tersebut lagi-lagi menjadi pusat perhatian dan merasa paling benar di sekelilingnya.Â
- Gemar kritik orang lain, namun anti kritik terhadap dirinya sendiri. Dirinya adalah super power, sehingga dengan dikritik, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap citra dan eksistensi dirinya.
- Senang membuat suasana tidak baik agar dirinya merasa dibutuhkan dan memiliki solusi. Dengan adanya topik yang dibawa atau masalah yang dibawa, ia tidak segan-segan berargumen sesukanya dan mengarahkan orang-orang yang mendengarnya ke arah pendapat/solusinya.
- Sulit atau tidak mau meminta maaf adalah karakter yang paling dominan pada diri sang manusia toxic. Karakternya yang dominan, mengatur segala jalannya kehidupan membuatnya enggan melakukan hal tersebut. Segala yang dikatakannya dianggapnya benar, tidak ada yang benar selain dirinya. Bahaya, ya benar ini sangat berbahaya. Bahkan tidak segan-segan ia akan melakukan playing victim untuk melanggengkan citra nama baiknya.
- Terobsesi terhadap diri sendiri dan narsis. Hal ini berlebihan, sehingga menjadi dampak yang buruk terhadap dirinya juga orang lain. Sifat inilah yang membentuknya menjadi orang yang egois, merendahkan orang lain, anti kritik, tidak suka persaingan, selalu cari perhatian, iri hati, dan benci akan prestasi/pencapaian/keberhasilan orang lain.
- Posesif dan manipulatif karena si orang toxic sangat menjaga nama baiknya yang terus langgeng sebagai orang hebat. Orang ini selalu mencari kesempatan apapun demi menguntungkan dirinya sendiri.
Sudah paham 'kan apa itu karakter toxic? Sudah pahamkah pertemananmu toxic atau justru pertemananmu positif? Masih banyak lagi perilaku-perilaku toxic yang ada di tengah-tengah hubungan pertemanan atau bermasyarakat. Tentunya hal ini dapat menjadi intropeksi bagi diri kita sendiri.
Jika teman-temanmu ada yang toxic dan kamu merasa terganggu, maka mulailah untuk berpaling. Jangan biarkan dirimu ditanami perasaan dan emosi yang negatif. Dirimu takkan mampu bertumbuh, justru kamu semakin kerdil dan layu. Sayangi dirimu, kesehatan mental/psikismu, dan pikirkanlah masa depanmu. Kamu ingin menjadi orang yang berkualitas, atau tidak sama sekali.
Jika teman-temanmu memang sudah toxic dan kamu tidak merasa terganggu, bahkan kamu mampu mengatur pola hidupmu dan pertemananmu, silakan saja tetap berada di sana. Dirimu yang kuat tersebut bisa jadi tidak berpengaruh apa-apa pada dirimu. Setiap perilaku toxic menurutmu hanya sekadar hiburan atau mengisi kesepianmu juga tidaklah masalah. Yang perlu kamu awasi adalah hati-hatilah jangan sampai kamu menjadi topik orang toxic tersebut.
Hidupmu adalah tanggung jawabmu. Setiap keputusan yang kamu pilih merupakan jalanmu, salah atau benar, bagianmu akan dimulai dan diakhiri oleh dirimu. Maka, berjaga-jagalah dan jadilah penguasa dalam dirimu sendiri. Salam sukses, salam bahagia, jadilah pemenang atas dirimu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H