Sesampai di tempat, seorang pria tinggi besar menghampiri kami dan menanyakan maksud kedatangan kami. Kami hanya sebut, “temannya pak Sonny (nama samaran)”, kami diminta untuk menunggu di ruang tamu yang sangat mewah dengan benda-benda pusaka dan foto-foto seorang perempuan, sepertinya pejabat, banyak sekali foto dengan beragam seragam-seragam resmi pemerintah. Kami disuguhi segelas teh manis hangat dan kue-kue kering sembari menunggu panggilan.
“Silakan ikuti saya”, pria itu memanggil kami dan kami mengikuti beliau hingga memasuki sebuah tempat mistis menurut saya, pencahayaan dengan bohlam klasik berwarna kuning, tikar, dan sebuah “meja kerja” beliau. Bos saya sangat terlihat ketakutan dan kebingungan, namun hal itu membuka pembicaraan tentang asal-usul praktiknya Bunda (panggilan orang pintar tersebut).
“Praktik ini sudah sangat lama, banyak yang berdatangan ke tempat ini, apa lagi ketika menjelang Pilkada, banyak yang minta dimenangkan. Biasanya mereka datang kesini saya mandikan kembang dan memberikan syarat-syaratnya. Insya Allah berhasil.” Wah saya bingung, inikan musyrik, tapi kok sebut nama Allah. Setelah lama berbincang, tiba kami menyatakan niat kami, tapi tiba-tiba bos saya mohon undur diri karena tidak nyaman.
Baiklah, kami urungkan niat kami dan memilih pulang. Namun, anehnya orang-orang di tempat itu seperti melihat tajam ke arah kami, mungkin karena batal. Perjalanan pulang begitu menyeramkan, saya yang menggunakan mobil MPV harus melewati tanjakan terjal dengan medan tanah dan bebatuan.
Beberapa kali mobil saya selip, belum sampai puncak pendakian, kami melihat sebuah mobil Jip menyala dan berjalan ke arah kami. Kami ketakutan dan segera cepat-cepat pergi, saya tidak lagi hiraukan makam di sekitar kami, saya hanya inginkan pulang dengan selamat. Saya berhasil pulang setelah mengantar bos dan bodyguardnya, saya pulang dan beristirahat.
Seminggu setelah kejadian itu, saya diminta lagi ke tempat “orang pintar”, saya sempat menolak, tetapi bos saya memaksa. Baiklah saya mengiyakan. Hari itu Selasa saya berangkat menuju Cibinong, wah jalanannya sangat jauh. Bensin saya tinggal 10 liter, saya panik, namun salah seorang rekan bos saya menenangkan saya seolah tidak masalah.
Saya masuk ke sebuah perkampungan, beberapa rumah saya lihat unik, banyak rumah bercat biru di kampung itu. Rekan bos saya itu adalah Sonny, beliau mengatakan yang bercat biru adalah pengikut Eyang (panggilan orang pintar tersebut), wah saya cukup kagum juga, pasti bukan orang sembarangan.
Sesampai di sebuah rumah yang sangat luas, saya lihat rumah itu bercat biru lengkap dengan penjagaan yang ketat. Saya masukkan mobil dan parkirkan di tempat parkir halaman belakang rumah tersebut. Wah, banyak mobil mewah terpakir di tempat itu. Saya takjub sekaligus heran melihat fenomena tersebut, kenapa masih ada saja yang percaya hal-hal seperti ini.
Kami dipanggil dan bertemu dengan seorang pria yang sangat tua, menurut informasi, beliau berusia 102 tahun. Wah, usianya sangat tua, mungkin lebih dari tua, tetapi beliau masih sanggup berjalan sendiri dan masih umbar senyuman.
Eyang tampak tenang, padahal dapat dikatakan kami adalah pelanggan baru yang masih kelihatan polos. Pak Sonny dengan gamblang menjelaskan maksud kedatangan kami, Eyang langsung menyuruh kami masuk ke ruangan dekat parkiran untuk menunggu.
Satu jam berlalu, kami timbul tanda tanya, kok kami di diamkan seperti ini. Oh ternyata masih banyak pasien, itu kata seorang supir pengunjung, kami hampir bosan dan ingin pulang, waktu sudah hampir pukul 3 pagi. Eyang tiba-tiba datang menyambut kami.