Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wisata Horor sebagai Alternatif Hiburan

17 Oktober 2015   01:56 Diperbarui: 17 Oktober 2015   02:50 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Makam Jeruk Purut"][/caption]

Tempat horor atau mistis atau keramat seringkali memiliki daya tarik tersendiri bagi beberapa orang, ditambah jika tempat itu sudah memiliki nama besar dan cerita yang sudah menjadi buah bibir masyarakat. Apa lagi jika tempat itu banyak di angkat dalam bentuk film, cerita, dan acara uji nyali (uka-uka, dunia lain, mister tukul jalan-jalan, dan lain sebagainya.

TPU (Tempat Pemakaman Umum) Jeruk Purut, siapa yang tidak tahu tempat horor ini, salah satu yang menjadikannya terkenal adalah makhluk astral yang disebut Pastur Kepala Buntung. Pastur Kepala Buntung ini wujudnya berjubah hitam dengan kepala yang seharusnya di atas leher, namun ia membawanya dengan tangannya. Banyak hal terjadi di tempat tersebut seperti kesurupan (kemasukan roh halus) dan kontak dengan makhluk astral tersebut.

Tiga hari lalu (6 Oktober 2015), saya sedang berkumpul di kosan saya bersama 5 orang teman-teman saya, malam itu yang biasanya kami pergi mencari santap malam merasa jenuh, jelas saja karena makannya hanya itu-itu terus. Terbesit dalam pikiran salah seorang teman saya untuk mencoba mengunjungi salah satu tempat yang angker dan menyeramkan, tempat itu adalah TPU Tanah Kusir. Terdengar unik dan tidak biasa (menurut saya), sejenak saya berpikir "boleh juga", saya tidak bermaksud untuk uji nyali atau berperilaku gagah-gagahan dan berani. Namun karena rasa ingin tahu saya yang tinggi, sayapun baru mendengar hal ini.

Malam itu pukul 20.00 saya berangkat dari kosan saya di jalan Duren III, Rawamangun, Jakarta Timur bersama 4 orang teman saya segera siap-siap menuju TPU Tanah Kusir, Bintaro. 1 orang teman saya tidak ikut karena harus pulang ke rumahnya, akhirnya kami harus berangkat berlima yang seharusnya tidak boleh berjumlah ganjil bila mengunjungi tempat keramat. Kamipun berangkat menggunakan mobil saya menuju TPU Tanah Kusir, melalui tol Jagorawi (masuk dari Cililitan) dan keluar di TMII (Taman Mini Indonesia Indah), karena ketika itu keuangan kami sedang tidak baik sehingga memilih tol tersebut yang hanya Rp 2.000,00 saja. Di daerah TMII kami melihat pedagang Tutut, sejenak kami makan Tutut di depan Padepokan Pencak Silat, kemudian kami melanjutkan perjalanan kami menuju TPU Tanah Kusir.

Melalui jalan Raya TB. Simatupang, hingga kami sampai di jalan Veteran, ditemukanlah TPU Tanah Kusir. Kami masuk melalui gapura makam, ternyata sangat mengejutkan, makam tersebut sepi, sangat sepi. Tidak ada orang berkunjung, tidak ada penjaga, tidak ada Kuncen (juru kunci). Karena ini judulnya wisata horor, harusnya ada seorang pemandu yang disebut Kuncen seperti di TPU Jeruk Purut, kami merasa kecewa ketika sampai disana. Suasana makam sangat gelap, hanya ada beberapa lampu di areal jalan makam. Pantang menyerah, kami langsung berpikir untuk mencari tempat lain yaitu TPU Jeruk Purut. 2 di antara kami sudah pernah mengunjungi tempat tersebut dan cerita dari mereka sangat menarik, alhasil kami langsung berangkat menuju Kemang.

Pukul 23.32 kami sampai di TPU Jeruk Purut, Kemang, sesampai di pintu masuk saya diminta agar masuk ke areal makam hingga bertemu kios yang tutup, disana ada beberapa orang yang duduk di batu nisan. "Nah itu Kuncennya, berhenti disana", teman saya teriak demikian, saya langsung meminggirkan mobil saya di sebelah kanan jalan setapak makam tersebut. Tak lupa orang tersebut memberikan arahan agar saya dapat parkir tanpa menghalangi pengguna jalan lain melewati jalan setapak tersebut. "Babeh, apa kabar?", sahut teman saya menghampiri seorang laki-laki paruh baya dengan tongkat di tangan kanannya. Kami langsung disambut oleh babeh yang ternyata adalah seorang Kuncen TPU Jeruk Purut. "Iya baik", jawab Babeh. Kemudian kami berbincang sedikit tentang kisah di TPU Jeruk Purut tersebut. Ceritanya sangat mirip seperti yang dikisahkan dalam berbagai cerita dan film yang beredar di masyarakat. Sekadar informasi, Babeh sebagai Kuncen bukan orang sembarangan, beliau memiliki kemampuan khusus seperti melihat makhluk gaib dan menyembuhkan orang yang keserupan, bahkan dapat menyembuhkan orang yang terkena guna-guna (santet).

Babeh ini setiap malam selalu ada di makam tersebut, pekerjaannya adalah pemandu wisata horor ini. Setiap malam memang selalu ada anak muda yang berkunjung untuk menyaksikan langsung angkernya TPU tersebut, jadi wisata ini sebenarnya tidak asing lagi bagi beberapa orang. Babeh menjelaskan bahwa pengunjung yang datang setiap hari tidaklah sedikit, biasanya rombongan yang jumlahnya bisa mencapai belasan orang perkelompok. Pengunjung paling sepi bisa 5-10 kelompok, kalau menjelang libur, malam Sabtu, dan malam Minggu, jumlah pengunjuk melonjak tajam bisa mencapai puluhan kelompok. Maka dari itu Babeh menyarankan agar tidak datang di hari-hari ramai tersebut karena nilai angkernya dapat berkurang karena banyaknya manusia yang berkunjung.

Dahulu, TPU Jeruk Purut seringkali dijadikan tempat mencari ilmu hitam, banyak yang berkunjung dan bertapa di tempat-tempat gelap dengan maksud pulang membawa ilmu yang diinginkannya. Namun sekarang sudah tidak lagi, karena tempat tersebut sudah menjadi ramai dan terjadi banyak perubahan, diantaranya pohon tua yang keramat sudah di tebang, kemudian sudah adanya lampu jalan yang amat terang di areal makam sehingga kesan angker sangat berkurang sekarang ini. Sedikit informasi pohon keramat yang di tebang oleh 4 orang, 2 diantaranya jatuh sakit setelah menebang pohon tersebut, hingga sekarang belum sembuh.

Konon katanya disebabkan oleh makhluk halus, pohon tua tersebut adalah tempat berdiamnya Kuntilanak dan Genderuwo, sehingga tempat tinggalnya kini berpindah ke pohon bambu di sekitar sumur tua (masih di areal makam). Ada juga beberapa cerita tentang pengunjung tempat tersebut yang terkena kontak fisik oleh makhluk halus, orang Arab (serasa) dilempar batu sebesar batu bata mengenai pipi kanan orang Arab tersebut, alhasil bibir orang Arab tersebut miring seperti bibir sumbing. Semua terjadi karena makhluk tersebut merasa terganggu akibat ulang pengunjung yang tidak sopan atau merasa meremehkan makhluk tersebut. Sebagai catatan, Kuncen mengatakan bahwa setan atau hantu itu merupakan jin.

Wisata siap dimulai, kami mempersiapkan amunisi agar pikiran tidak kosong, rokok dan air mineral 1,5 liter kami beli di warung dekat makam tersebut. Babeh yang bertugas sebagai pemandu mengajak ke titik pertama yang terletak di kiri jalan, tempat angkernya adalah sumur tua, pohon bambu, dan pohon kembar. Babeh menuntun kami dengan berjalan di depan kami, kami berlima mengikutinya dari belakang hingga mencapai sebuah titik. Sambil berjalan Babeh menceritakan titik-titik horor di tempat itu dan apa yang beliau lihat. Kami berhenti di tengah-tengah antara sumur tua dan pohon kembar, Babeh menunjuk dengan tongkatnya, "disana ada Kuntilanan 2, terus disana ada Genderuwo 1", kata Babeh.

Saya sendiri tidak melihat apa-apa, kemudian Babeh mengarahkan ke sebuah batu makam, "silakan kalian berlima duduk disini, kalau bosan silakan ke sana (2 makam dari sana), duduk disana, boleh mencar", kata Babeh. Kamipun duduk berlima di salah satu makam yang ditunjuk Babeh, Babehpun pamit untuk kembali ke tempatnya semula. Beberapa menit kami duduk melihat sekeliling kami, tidak ada yang bisa kami lihat. Merasa bosan akhirnya kami berpencar, saya dan 2 teman saya pindah mendekati pohon kembar, salah satu teman kami cukup mengerti akan hal mistis. Salah satunya suara Tokek yang katanya ada hal aneh jika berbunyi dengan jumlah genap. Bayangan lewat, 2 teman saya lihat, namun saya tidak. Kemudian ada suara tokek, tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . nah, benar saja, jumlahnya 8.

Saya mulai timbul rasa gentar, 2 teman saya yang bosan kembali menuju tempat Babeh. Tidak lama dari itu, datang rombongan lain, 3 pasangan anak muda, laki-laki dan perempuan, mereka mengambil tempat duduk di dekat pohon kembar, sangat dekat. Mereka sangat berisik sekali, gaduh, saya mulai tidak nyaman dengan perlakuan mereka. Kegaduhan mereka semakin menjadi ketika salah satu perempuan dari mereka berteriak, dengan gaya pemberani salah satu laki-laki dari mereka menghampiri pohon kembar dan bergelantungan serta memeluk pohon tersebut. Kami bertiga semakin tidak nyaman dan memutuskan untuk kembali ke tempat Babeh.

Titik pertama selesai, kami menceritakan kepada Babeh. Kami minum dan beberapa merokok sambil berbincang dengan babeh. "Mau lanjut? Kita kesana ke pohon Benda", tawar Babeh. Kami yang sudah istirahat sejenak langsung diantarkan Babeh ke pohon Benda, lokasinya cukup jauh dari sumber cahaya, gelap dan sedikit sulit jalannya karena makamnya tidak beraturan dan beberapa tanahnya basah. Sampai di pohon Benda, kami hanya berjarak 3 meter dari pohon Benda, pohon ini umurnya sudah sangat tua, diperkirakan puluhan hingga ratusan tahun usianya. Babeh langsung bicara pada kami tanpa menunjuk dan melihat ke atas pohon Benda, "nah, itu di atas ada makhluk, hati-hati ya. Silakan duduk disini. Eh, tapi jangan, terlalu dekat, bahaya. Kita mundur, duduk di nisan itu saja, kalian yang merokok tidak boleh putus (tidak boleh sampai mati), kalau mati atau habis rokoknya, teman lain yang perokok harus merokok, pokoknya tidak boleh berhenti", kata Babeh.

Babeh yang dari awal sudah ragu karena jumlah kami yang ganjil langsung mengintruksikan kami, "kalau kalian terkena lemparan batu yang kecil, jangan takut, itu biasa, kalau sudah batunya besar, silakan kembali (ke tempat Babeh)", ujar Babeh. "Siap Beh", jawab kami. Babehpun kembali ke tempatnya meninggalkan kami berlima di dekat pohon Benda. Kami berlima duduk di nisan menghadap sebuah pohon yang tinggi dan besar, pertama teman saya melihat ke atas, "ada Kuntilanak di atas sana", kata teman saya. "Iya, gue juga lihat tuh di atas", jawab teman saya yang lain. "Iya tuh, gue lihat", saya juga lihat. Wajahnya gelap memang, seram, sedikit tampak kalau wajahnya buruk, ada cacing atau belatung di wajahnya, posisinya tengkurap di dahan pohon sambil memperhatikan kami. Saya kemudian menunduk karena tidak tahan melihat rupanya. 1 di antara kami tidak dapat melihat apa-apa, dia kebingungan, namun ia hanya berbisik kalau dia tidak lihat apapun. Tassssss . . . terdengar suatu benda keras menghantam sesuatu, ternyata salah seorang teman kami dilempar kerikil hingga kerikil itu pecah.

"Gue dilempar nih, ini pecahan batunya". "Gede gak?" "Segini gede ngga? (sambil menunjukkan satu ruas jari kelingkingnya sebagai tolak ukur kerikil tersebut)" "Gede tuh." "Iya itu gede". "Aduh, gede itu". "Ah kecil". Kami yang dalam kondisi takut langsung bergegas lari-lari kecil menuju Babeh, keluar dari areal pohon Benda. Babeh yang baru keluar dari warung langsung menghampiri kami dan bertanya "loh, hehehe kok sudah keluar?" "Aduh Beh, saya dilempar batu Beh." "Sebesar apa batunya?" "Segede ini Beh (sambil menunjukkan jarinya)". "Halah, itu sih kecil, gak apa-apa itu mah, kalau sebesar batu bata baru kalian lari", kata Babeh. "Yahhhh . . ." sahut saya tanda menyesal. "Ya sudah balik lagi yuk", ajak saya. "Ogah ah, adanya kita dikira meremehkan makhluknya, apalagi ada yang gak bisa lihat, nanti adanya kita kena musibah", sambung teman saya. Akhirnya kami istirahat sejenak setelah mengunjungi titik kedua tersebut.

"Hey, jangan masuk mobil dulu", pekik Babeh. "Oh iya Beh", jawab saya. Saya sudah paham maksudnya agar kami tidak diikuti oleh makhluk tersebut. Saya menghabiskan minuman saya, beberapa asik merokok untuk menenangkan dirinya. Setelah itu kami membasuh tubuh kami/wudhu, kemudian kami diperbolehkan pulang. Hanya dengan Rp 10.000,00 sebagai jasa antar kepada Babeh dan Rp 5.000,00 untuk parkir, kami sudah dapat mengunjungi dan berwisata horor di TPU Jeruk Purut. Hanya 2 dari 3 titik wisata yang kami kunjungi, karena insiden di titik kedua, kami sudah enggan mengunjungi titik ketiga. Titik ketiga adalah yang paling seram, karena yang dikunjungi adalah makam Wali dan tempat Pastur Kepala Buntung berada. Saya putar arah dan langsung pulang menuju kosan, waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB, sudah waktunya beristirahat.

Saya berpikiran selera orang berbeda-beda, ada yang memiliki selera humor, horor, romantis, dan lain-lain. Bagi yang memiliki selera horor dapat menjadikan hal ini sebagai wisata demi memuaskan rasa ingin tahu anda. Wisata ini seharusnya tidak hanya di TPU Jeruk Purut, di tempat-tempat angker lainnya harus ada. TPU Tanah Kusir salah satunya, mungkin bisa juga Rumah Kentang, Alas Roban, dan lain-lain. Tentu dengan catatan sang pemandu harus dapat mengendalikan situasi dan kondisi, karena hal ini berhubungan dengan nalar manusia dan dapat memberikan dampak bahaya jika tidak dapat dikendalikan. Selain itu pengunjung harus menjaga sikap dan mengukuti segala aturan dan ketentuan yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun