Seperti yang Jokowi bilang, MA melengkapi figur nasionalis - religius (sekali lagi baca: Ulama). Jokowi sudah melebarkan, mengeraskan dan memuluskan jalan bagi lebih masuknya agama dalam politik di Indonesia.
'Tetangga sebelah' yang memulai, tapi Jokowi yang meneruskan dan mewujudkan. Jokowi yang akan menyelesaikan pondasi dan infrastruktur bagi ketatanegaraan yang kental dengan aturan-aturan agama. Apakah itu salah? Relatif.
Tapi saya sudah bisa membayangkan, jika Jokowi - MA menang Pilpres 2019, maka komposisi baku untuk pasangan pemimpin Indonesia selanjutnya di masa mendatang adalah nasionalis - ulama. Dan bayangan itu bertolak belakang dengan satu prinsip utama saya dalam politik dan ketatanegaraan di Indonesia.
Pemuka agama jangan bermain politik. Wasit jangan jadi Pemain. Bisa hancur dunia persilatan. Apa tidak cukup kita belajar dari yang terjadi di Timur Tengah?
Itu adalah pandangan pribadi, dan prinsipil buat saya, sekaligus jadi alasan untuk tidak saja menolak, tapi juga mencegah itu terjadi. Itu karena saya berpegangan pada nilai, ideologi dan bukan berpegangan pada figur. Figur bisa berubah, bisa mati. Sementara ideologi akan abadi.
Jakarta, 12 Agustus 2018
Kristo Suryonegoro
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H