Suasana pegunungan pagi ini ditutupi oleh kabut. Waktu hampir pukul sembilan, namun mentari belum muncul. Gerimis datang menyambut menambah syahdu.
Terlihat laki-laki beruban membuka kandang. Terdengar domba bersahut-sahutan mengembik seolah menyapanya. Tangan lelaki tua itu spontan mengelus dombanya satu persatu.
“Di mana si Udin?” tanyanya dalam hati sambil berkeliling mencari diantara teman-temananya.
Bapak tua itu keluar kandang, mencari di sekitaran semak-semak dan tanaman. Pencariannya tak membuahkan hasil.
Setelah mengambil topi, dia berjalan ke arah utara. Dilihat sekitaran rumah tetangganya namun tak ada. Hujan turun tak mengurungkan niat untuk mencari dombanya. Kemudian dia menuju ke jalanan kampung.
“Pasti Udin saat ini kedinginan … kamu di mana?” bisiknya dalam hati.
Saat selesai menyeduh kopi buatan bik Inah, bapak tua itu melanjutkan perjalanan. Dia teringat ada kebun dekat sungai. Kakinya melangkah ke sana dan benar saja terlihat Udin diusir dari kebun oleh lelaki muda.
“Ada apa ini?” bapak tua itu mencoba menenangkan Udin dan menangkapnya.
“Dasar kambing nakal … dia telah memakan tanaman melonku. Aku bisa gagal panen ini,” serunya kesal.
“Ini dombaku yang kucari,” katanya sambil mengelus-elus kepala domba itu.