Café bernuansa klasik dengan ukiran-ukiran pada kursi serta meja. Para pegawai berdandan ala adat Jawa. Rumah joglo berukiran khas Jawa Tengah membuat suasana adem bak pulang ke kampung halaman.
Terlihat kumpulan muda-mudi, menghabiskan waktu menikmati suasana sore ini. Seorang gadis berkulit cokelat dengan mata berbinar duduk memandang hamparan sawah. Sesekali dia memandang gawai, seolah bercakap dengan seseorang.
“Beb, maaf aku baru selesai rapat, “ ucap lelaki tinggi yang langsung duduk di sampingnya.
Gadis ini diam seribu bahasa, matanya asik memainkan handphone.
“Beb, kamu udah pesen?” lelaki itu mencoba mencairkan suasana.
Gadis manis itu tak bergeming, pandangannya menatap layar handphone.
“Beb … beb,” kata lelaki itu sambil menepuk bahu gadis itu.
“Apaan sich … sebentar, “ sahut gadis itu merasa terganggu.
“Aku udah usahakan pulang cepat agar ketemu kamu, ehh malah dicuekin. Tau gitu, keluar futsal sama anak-anak,” kata lelaki itu menumpahkan isi hatinya.
“Sekarang jam berapa? Sana main sama teman-temanmu saja. Aku memang enggak penting buat kamu,” kata gadis itu menatap tajam.
Sejenak dia beranjak meninggalkan kekasihnya.
Lelaki itu mengejarnya, mereka berdebat kusir di taman café. Lalu gadis itu itu pulang naik taxi online.
*****
Bulan terang benderang tak seperti hati ini. Sepinya gawai, tak ada pesan maupun panggilan. Story pun tak ada.
Kring … kring … kring, tak ada tanda-tanda diangkat.
“Beb, jangan lupa makan ya,” pesan singkat yang ditinggalkan.
Menit demi menit berlalu, tak ada jawaban, tak ada juga tanda dibaca. Gadis itu mencoba menelepon kekasihnya namun nihil. Bila dilihat, beberapa menit lalu whataapp kekasihnya aktif.
Pikiran gadis ini mulai melayang ke mana-mana. Tangannya aktif mencari jawaban di google mengenai 'telepon tak diangkat'. Beberapa jawaban positif muncul, namun juga jawaban negatif yang mendorong untuk curiga kepada kekasihnya.
Sinar bulan menjadi saksi bisu menemani malam ini. Gadis ini merenung, apa yang salah dari dirinya.
*****
Matahari bersinar merekah, sang gadis kesiangan untuk tiba di kantornya. Pagi ini harinya begitu berantakan, apalagi setelah mendapat teguran dari atasan mengenai proposal.
Saat jam istirahat, dia membuka gawainya. Chat yang masih centang, tak ada pesan maupun panggilan. Nomer kekasihnya saat dihubungi juga mailbox.
Kemudian dia mengutak-atik gawai, memesan makanan kesukaan kekasihnya.
Selang beberapa menit muncul notifikasi, “makasih yach Laura.”
Laura bingung , apakah dia salah kirim pesanan. Kemudian dia langsung menelepon Jimmy.
Setelah beberapa saat mereka berbicara, Jimmy mengatakan “O,iya kemarin malam ada kerusakan di daerah Papua sehingga ada yang ditugaskan ke sana. Kebetulan istrinya Hanzen melahirkan, jadi Albert menggantikan. Mungkin dia tidak sempat menghubungimu.”
Setelah mengakhiri pembicaraan, Laura menitikkan airmata. Dia meninggalkan pesan pada Albert agar menghubunginya bila ada sinyal.
*****
Laura pulang kantor dengan perasaan gundah gulana. Saking lelahnya, dia tertidur, dirinya terperanjat ketika mendengar dering telepon.
“Masih pentingkah aku dihatimu?” ucap Albert dingin.
“Sangat, “ jawab Laura singkat.
“Beruntung diriku … hahaha. Maaf aku belum sempat menghubungimu, kupikir kau mungkin masih marah.
Jujur aku jengkel dengan sikap perfeksionismu. Padahal aku berusaha untuk membagi waktu, namun kamu seperti tidak menghargai,” kata Albert berterusterang.
“Aku perfeksionist? Aku melakukan yang terbaik, semua untukmu. Namun kamu yang sesuka hati, sering tak ada kabar. Lalu, aku harus bagaimana?” kata Laura tajam.
“Mungkin aku yang salah. Memang aku tak sepintar dirimu mengatur segala sesuatu. Hanya kamu yang benar dan sempurna,” kata-kata ini begitu lirih.
Keheningan meruak hingga terdengar suara, “aku disini sepertinya agak lama, mungkin ini waktu untuk kita bisa merenungkan hubungan kita.”
“Beb … beb,” sahut Laura memanggil kekasihnya, suara telepon semakin menghilang hingga nada tut ..tut … tut.
Laura menangis sejadi-jadinya, dipeluk beruang hitam kesayangannya. Dia mencoba merenungkan kata-kata sang kekasih malam ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H