Dalam perkembangan zaman yang semakin cepat dan canggih, membuat setiap individu ikut beradaptasi dalam kondisi tersebut. Bila dahulu aktivitas mengurus rumah seperti, memasak, mencuci, menyapu, membersihkan rumah, menata rumah, dll bisa dilakukan oleh seluruh anggota keluarga.
Namun seiring berjalan waktu, tak ada kesempatan untuk mengerjakan sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus rumah. Perlu asisten rumah tangga yang dapat menata, membersihkan dan merawat rumah, agar ketika pulang dari sekolah atau kantor tidak disibukkan dengan aktivitas di rumah. Sehingga setiap anggota keluarga bisa beristirahat, melakukan hobi, bercengkrama dengan anggota keluarga atau melakukan pekerjaan yang lain.
Untuk mencari asisten rumah tangga pun kadang tak gampang. Mereka merupakan sosok yang harus dapat dipercaya, serta bisa menjalankan tanggungjawab dengan baik. Kadang melalui kenalan teman, tetangga atau kerabat. Namun tak jarang juga, melalui biro atau agen tenaga kerja.
Para asisten rumah tangga ada yang tinggal bersama majikan (live in) dan ada yang tinggal di luar majikan (live out). Baik yang tinggal bersama majikan maupun pulang, tentu ada kesepakatan untuk jam kerja, tugas-tugas apa saja yang harus diselesaikan, serta hak-hak asisten rumah tangga, seperti gaji.
Para asisten rumah tangga ini, tentu mempunyai peran serta jasa yang luar biasa besar bagi seluruh penghuni rumah. Sehingga tak jarang, mereka sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
Seringkali mereka diajak serta dilibatkan dalam acara keluarga, kegiatan keluarga, serta diperhatikan seperti keluarga sendiri. Tak jarang juga dari para majikan, ada yang sampai menyekolahkan anak dari asisten rumah tangganya. Seringkali juga dijumpai anak-anak lebih dekat dengan asisten rumah tangga daripada dengan orangtuanya sendiri. Mungkin itu hanya keberuntungan, bila mereka mendapatkan majikan yang baik hati.
Saat melihat surat kabar atau media, tentu ada juga majikan atau tuan rumah yang kasar serta tidak baik. Mereka yang tidak memberi gaji sebagaimana mestinya, melakukan tindakan kekerasan baik fisik, psikologi atau seksual, mengisolasi asisten rumah tangga, dll.
Ketika mengingat peristiwa asisten rumah tangga bernama Sunarsih (14 tahun), seorang pembantu rumah tangga (PRT anak). Seorang korban perdagangan manusia, yang dipaksa bekerja di Surabaya, Jawa Timur. Sunarsih mengalami penyiksaan selama bekerja, mengalami perlakuan tidak manusiawi dari majikan serta hak-hak sebagai pekerja tidak diberikan. Sunarsih bekerja lebih dari 18 jam sehari, mendapat makanan yang tidak layak, tidur di lantai jemuran, tidak bisa berkomunikasi dan bersosialisasi karena rumah dikunci serta tidak diberi upah (gaji).
Akhirnya Sunarsih meninggal dunia pada 12 Februari 2001. Sebagai hasil refleksi atas peristiwa penyiksaan dan kekerasan tersebut, sejak tahun 2007, setiap tanggal 15 Februari diperingati sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT), yang dilansir dari Komnasperempuan.go.id.
Selain itu juga terdapat data, yang dilansir dari www.voaindonesia.com, bahwa lebih dari 400 PRT mengalami tindakan kekerasan dari berbagai aspek, seperti : fisik, psikis, pelecehan seksual, ekonomi dan perdagangan manusia sejak tahun 2012 -- Desember 2021. Ini dikatakan Lita Anggraeni selaku koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).
Sementara, dalam survei JALA PRT mengenai kebutuhan sosial pada Agustus 2021, ada 868 PRT dan 82% diantaranya tidak mendapat jaminan kesehatan nasional. Menjadi hal miris ketika pekerja tidak mendapatkan jaminan kesehatan. Pasalnya, dalam bekerja tentu banyak hal diluar kendali seperti kecelakaan kerja atau tubuh mengalami penurunan fisik hingga sakit. Bila mengandalkan dari upah, tentu akan sangat kesulitan untuk mengikuti jaminan kesehatan yang ada.