Malam makin larut, hanya desiran belalang makin keras. Angin sepoi-sepoi menembus tulang. Badan menggigil, dingin semakin dingin dan dingin.
Selimut tak menolong, mau tak mau tubuh ini terbalut pakaian tebal plus topi serta kaos kaki. Semakin menggigil, semakin cekot-cekot kaki ini. Seperti dipukul keras, lalu dicengkeram-cengkeram. Memang beberapa hari, ada luka sekecil biji kelereng di atas mata kaki. Hanya diabaikan, pasti besok sembuh.
Nyanyian kicau burung membangunkan. Baru saja tertidur disebabkan semalam merintih kesakitan. Ketika berdiri, kepala pusing serta nyeri di kaki menyerang. Sontak rebahkan tubuh ini. Spontan pegang dahi, suhu panas merasuk di tangan. Lebih dari 39 C membuat makin gelisah.
Obrolan tentang, "wah ini infeksi ... bisa diamputasi bila tak ditangani" memutar di otak bak alunan lagu.
Apalagi ada riwayat diabetes. Ketakutan plus sakit tubuh ini, benar-benar menggerogoti pikiran dan hati.
Siang itu, beranikan diri menemui dokter keluarga di klinik terdekat. Menunggu antrian, menambah was-was, apa nanti diagnosa dokter. Ketika nama disebutkan, melangkah terhuyung-huyung ditemani sang istri.
Melalui beberapa pemeriksaan serta test gula, makin membuat gelisah.
"Ada luka infeksi di kaki bapak. Semoga dengan perawatan rutin serta antibiotik, bisa segera sembuh," kata-kata itu meneduhkan hati.
Begitu juga, hasil gula darah relatif normal. Akhirnya, tersenyum lega keluar ruang dokter, walau nyeri ini masih mencengkeram. Itu ceritaku, Lisandy.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H