“Kehidupan di bumi merupakan gladi resik kehidupan selanjutnya”
Ini zaman edan, bila tak ikut edan maka dianggap alien. Tawaran surga dunia, membentuk edan para sahabatku, James dan Erickson. Tuduhan dan predikat “sok suci” ditudingkan pada diriku. Akankah marah atau ikutan edan, biar tak dianggap alien?
Malam temaram, kegelapan menyeruak di pikiran. Udara dingin, sosok sahabat hati dan pikiran. Teringat akan pernyataan yang dekat dan lekat denganku, “hari gini sok suci, mana bisa bertahan bung.” Kata-kata itu terus terngiang di kepala. Seperti alunan lagu, diputar, berhenti dan diputar berulang, sampai menjadi memory.
“Seorang nabi, ulama, bikhu atau santo kah aku?” hingga mendapat predikat sok suci.
Aku manusia penuh dosa, tak luput dari khilaf dan salah. Tak sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Andra & D’backbone, dalam lagunya yang berjudul “sempurna”. Aku sadar, kesempurnaan sejati hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kalaupun aku berbeda dari kalian, sbab nuraniku tak mati. Ajaran dari ayahanda dan sang bunda, itulah benteng pertahananku. Doa yang mereka panjatkan, pagi dan petang merupakan bahan bakar kehidupanku. Etika dan moral yang ditanamkan dan disirami setiap guruku, menjadi pohon rindang yang menaungi perjalanan hidupku.
Pikiranku kelingan akan ungkapan pujangga Ronggowarsito tentang “hidup di zaman edan ,gelap jiwa bingung pikiran, turut edan hati tak tahan, jika tak turut batin merana dan penasaran, tertindas dan kelaparan, tapi janji Tuhan sudah pasti, seuntung apapun orang yang lupa daratan lebih selamat orang yang menjaga kesadaran.” Selamatlah tubuh dan jiwaku karena masih sadar dibanding para sahabat yang buta oleh harta dan tahta.
Aku sama dengan kalian semua “tak suci”, perbedaan hanya pada jalan yang kita tempuh. Tujuannya sama, hanya aku lewat jalan raya sedangkan kalian jalan tol. Macet, jarak terlalu jauh, putar balik semua kutempuh, memang tak nyaman di badan namun damai di hati. Bagiku perjuangan dan proses jauh lebih penting ketimbang hasil. Dari sana aku dapat belajar, apa arti hidup yang sesungguhnya.
Sebenarnya kata-kata tuduhan itu, hanya sedikit menyayat di hati. Sayatan terbesar adalah ketika orang yang bertumbuh bersama dari kecil tak lagi kukenal sosoknya. Arogansi, kata-kata menyudutkan, main perintah, semena-mena, sok penting, egois seolah menyurupi para sahabatku. Aku tak mengenal lagi ketulusan hati, kemurahan, kerendahan hati bahkan senyuman pudar dari wajahnya. Kini ambisius dan keserakahan lukisan wajahnya.
Aku kangen sosok James dan Erickson, waktu kecil. Waktu kami mengenyam bangku sekolah, mengenakan sepatu usang yang robek, tapi kami tak malu memakainya. Bahkan ketika ada teman yang mengejek salah satu diantara kami, malah dengan bangga memberitahukan ketidaksempurnaan kami. Dan kami bisa tertawa bahagia menikmati semua itu.