"Mengapa sampai siang-siang begini masih mencari botol dan kaleng bekas?" banyak pertanyaan yang tak ada jawabannya.
Mataku masih mengikuti mereka, dimana gerobak itu di dorong ke rumah sebelah berikutnya.
"Udah nunggu lama ya?" tanya Dian dengan wajah ayunya.
Sapaan itu, mengagetkan dan membuyarkan fokus pada ibu pembawa gerobak. "Lumayan garing," jawabku yang agak tak fokus.
"Kamu nggak papa kan?" tanya Dian meyakinkan, yang melihatku bengong.
"Aku Cuma bingung aja," kataku sambil tangan kanan spontan menunjuk ibu itu.
"Owhh ... itu bu Suparmi yang rumahnya tak jauh dari sini. Dia memang mencari botol dan kaleng bekas setiap harinya. Kadang para tetangga dan kami di rumah, selalu menyisakan barang-barang itu untuk di beri padanya. Jadi kami memilah mana yang di kasih ke pak Mamat, yang mengambil sampah di komplek ini dan mana untuk bu Suparmi," jelas Dian sambil menatap bu Suparmi di kejauhan.
"Hebat sekali perjuangan bu Suparmi. Tapi aku kasian dengan anak-anaknya yang masih kecil, ikut bekerja panas-panas gini," kataku merasa iba melihat dua anak kecil yang kelelahan itu.
"Bu Suparmi betul-betul ibu yang tangguh. Dia mau membantu suaminya, pak Mamat untuk bekerja. Biasanya, dia mengambil barang-barang itu pagi hari.
Namun kalau siang begini, biasanya diminta membantu tetangga untuk cuci-cuci atau bersih-bersih rumah. Memang anak-anaknya selalu ikut karena tak ada yang jaga di rumah," kata Dian menjelaskan bagaimana perjuangan bu Suparmi.