Kemampuan untuk perhitungan fungsi-fungsi dasar dengan cepat dan cermat.
Setiap manusia mempunyai intelegensi masing-masing. Namun bila berbicara tentang kecerdasan intelegensi erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan intelegensi dapat diukur dengan alat psikometri yang biasa di sebut test IQ. Pengukuran kecerdasan dengan menggunakan test tertulis atau test tampilan (performance test).
Alat uji kecerdasan yang biasa digunakan, yaitu :
* Test Intelegensi untuk anak-anak
Stanford Binnet Intelligence scale, (WISC) Wechsler Intellegence Scales for Children, WPPSI (Wechsler Preschool and Primary Scale of Intellegence), CPM (Coloured Progressive Matrices), CTIF (Culture Fair Intellegence Test) skala 1 &2 dan TIKI (Test Intellegency Kolektif Indonesia) dasar.
* Test Intelegensi untuk remaja sampai dewasa
TIKI menengah, TIKI tinggi, WAIS (Wechsler Adult Intellegence Scale), SPM (Standart Progressive Matrices) , APM (Advanced Progressive Matrices), CFIT skala 3.
* Test intelegensi untuk tuna rungu
SON (Snijders Oomen Non Verbal Scale)
Alat ukur yang digunakan saat interview kerja atau test universitas menggunakan test Binet. Test Binet yang digunakan di Indonesia saat ini adalah Stanford Binet Intellegence Scale from L-M. Cara perhitungannya dengan membagi usia mental dengan usia kronologis kemudian dikali dengan 100
IQ = 100 x (mental age : chrinological age)
Dari test Binet Simon, dihasilkan penggolongan kecerdasan :
Jenius (>140)
Gifted (>130)
Superior (>120)
Normal (90-110)
Debil (60-79)
Imbesil (40-55)
Idiot (>30)
Semakin tinggi hasil tes, maka bisa dikatakan seseorang cerdas intelegensi. Test IQ tentu mempunyai kelebihan untuk dapat mengukur kecerdasan seseorang namun, di samping itu juga ada kelemahan dari alat uji yaitu bias budaya, bahasa dan lingkungan.