Bangsa Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan, mulai dari Sabang sampai Merauke. Hal ini pun menunjukan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang kaya. Kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia tersebut pun tentunya perlu dilestarikan, dibudidayakan, dan dikembangkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Selain itu pun, setiap kebudayaan yang ada di Indonesia tentunya memiliki kekhasan masing-masing, dengan kata lain kebudayaan di daerah A berbeda dengan kebudayaan di daerah B. Perbedaan itupun merupakan perwujudan dari identitas suatu daerah yang bersangkutan. Dengan demikian ingin menyatakan bahwa kebudayaan menjadi perwakilan dari suatu daerah, yang dimana kebudayaan itu berasal. Inilah yang dimaksudkan oleh Raymon Firth bahwa hakikat simbolisme terletak dalam pengakuan bahwa hal yang satu mengacu kepada (mewakili) hal yang lain dan hubungan antara keduanya pada hakikatnya adalah hubungan hal yang konkret dengan yang abstrak, hal yang khusus dengan yang umum.
Kebudayaan memiliki hubungan yang begitu erat dengan masyarakat. Hal ini pun terjadi karena kebudayaan sendiri merupakan sesuatu yang terdapat dalam masyarakat sendiri, dimana di dalamnya terkandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain sebagainya. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa kebudayaan dapat menjadi sarana untuk menegakan tatanan sosial atau untuk menggugah kepatuhan-kepatuhan sosial, sesuai dengan maksud Raymond Firth mengenai simbol. Selain itu perlu diketahui pula bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan tersebut bersifat abstrak. Kebudayaan hanyalah diwujudkan dalam benda-benda nyata yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, seperti halnya suku Dayak Kanayatn yang mewujudkan budaya mereka dalam salah satu bidang kesenian, yakni seni arsitektur rumah adat tradisional, Rumah Radakng (panjang).
Pola Kehidupan Masyarakat Dayak Kanayatn
Nama Dayak Kanayatn sebenarnya sampai saat ini masih dipertanyakan oleh para peneliti antropologi mengenai artinya. Dayak Kanayatn sendiri merupakan salah satu subsuku dari Suku Dayak yang lebih dominan menetap di wilayah Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Mereka menyebut diri mereka Dayak Kanayatn saat berhadapan dengan orang Dayak dari subsuku Dayak lain atau orang dari golongan suku bangsa yang berbeda. Selain itu, Dayak Kanayatn juga merupakan salah satu dari sekian ratus subsuku Dayak yang mendiami pulau Kalimantan. Dayak Kanayatn sendiri dikelompokkan dalam golongan rumpun Land Dayak-Klemantan oleh H.J. Mallinckrodt (1928). Hal ini pun disetujui oleh W Stohr (1959), ia menyatakan bahwa rumpun Land Dayak-Klemantan memiliki hubungan erat dengan suku Dayak Kanayatn. Maka dari itu ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa pemberian nama Kabupaten Landak didasarkan pada masyarakat yang secara dominan adalah suku Dayak Kanayatn, yang merupakan bagian dari rumpun Dayak Darat (Land Dayak atau Land Djak {ejaan Belanda}).
Sistem kepercayaan orang Dayak Kanayatn lebih mengarah kepada keyakinan mereka terhadap roh. Mereka percaya bahwa roh orang mati akan menuju suatu tempat yang disebut Alam Datu Tunjung Punu Gamari. Akan tetapi, sebelum itu diperlukan terlebih dahulu upacara khusus untuk keselamatan para roh dan keluarganya yang masih hidup. Secara keseluruhan, sistem pengetahuan orang Dayak Kanayatn ini selalu dikaitkan dengan sistem kepercayaan mereka terhadap roh nenek moyang, seperti halnya: pengetahuan tentang bertani, ilmu gaib, dan sebagainya. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa setiap bidang dalam budaya Dayak Kanayatn memiliki keterkaitan erat dengan kepercayaan mereka terhadap roh leluhur. Kesenian yang mereka miliki pada umumnya dibuat untuk keperluan acara adat dalam rangka menghormati nenek moyang. Selain itu, di Kabupaten Landak sendiri ada sebuah Desa yang diberi nama Desa Saham. Disana terdapat dua macam pemukiman, yaitu pertama, mereka yang tinggal di rumah Radakng (panjang) dan kedua, masyarakat yang mendiami di luar Radakng atau yang biasa disebut Baroh. Derajat kehidupan orang, baik itu pada tingkat atas atau bawah, dilihat dari model pemukiman rumah masyarakat, di mana menunjukan bahwa Radakng memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada rumah-rumah di luar Radakng. Walaupun demikian, para penghuni Radakng dan Baroh tetaplah hidup berdampingan secara baik, karena pada dasarnya mereka masih memiliki ikatan keluarga.
Rumah Radakng
Rumah Radakng merupakan rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak. Konon, keberadaan sungai menjadi salah satu jalur transportasi utama suku Dayak dalam melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari, seperti halnya: pergi ke ladang dan berdagang. Hal ini terjadi karena pada zaman dulu ladang yang dimiliki oleh suku Dayak ini memiliki lokasi yang jauh dari pemukiman mereka.
Berdasarkan sejarah awal berdirinya, Radakng merupakan kumpulan dari rumah-rumah yang bergabung dalam satu rumah panjang. Apabila kita lihat dari luar hanya seperti satu rumah saja, tetapi ketika masuk ke dalam, rumah tersebut ternyata terdiri antara rumah satu dengan yang lain memiliki sekat. Bila digambarkan secara sekilas, bentuknya hampir sama dengan rumah biasa, ada ruang tamu, kamar dan teras. Tetapi yang membedakannya adalah tempat untuk bersama, yang disebut serambi. Rumah Betang sengaja dibangun berbentuk panggung tinggi. Hal ini pun bertujuan untuk mencegah serangan atau gangguan hewan liar, atau serangan musuh. Selain untuk alasan keamanan, bentuk rumah ini juga dipilih agar penghuni rumah dapat memantau lingkungan sekelilingnya demi mengantisipasi kedatangan orang asing. Biasanya di depan rumah panjang diletakkan sebuah patung menyerupai manusia yang disebut Pantak.
Bentuk dan besar rumah Radakng ini pun bervariasi di tiap daerah Kalimantan, seperti halnya ada yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Akan tetapi, yang pastinya Radakng suku Dayak Kanayatn ini dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian 3-5 meter dari tanah. Selain itu, untuk pembagian struktur rumah ini, yaitu ada tangga untuk naik ke pante’ (tempat menjemur). Dari pante’ terus masuk ke sami’ (ruang pertemuan/tamu). Baru selanjutnya masuk ke bagian rumah yang inti. Untuk bagian inti ini, pembagian kamar maupun ruangan lainnya, setiap rumah memiliki model yang berbeda-beda, sebab disesuaikan dengan besar kecilnya rumah dan selera pemiliknya. Untuk saat ini pun, rumah Radakng tidak lagi secara dominan berfungsi sebagai rumah atau tempat berlindung, namun juga menjadi bagian dari warisan kearifan lokal tradisional dalam hal arsitektur; untuk melakukan upacara dan ritual adat; penggelaran kesenian dan kebudayaan suku Dayak; dan acara budaya Dayak Kanayatn lainnya. Hanya beberapa daerah tertentu rumah Radakng masih dijadikan tempat untuk tinggal bersama, salah satunya ialah rumah Radangk Dayak Kanayatn di Dusun Saham, Desa Saham, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
Dalam rumah Radakng terjadi sebuah proses sosialisasi yang unik dan menarik untuk diketahui, dipahami, dan dianalisis. Hal tersebut dapat terjadi karena Radakng merupakan bentuk persekutuan hidup (sosial sistem) yang mencakup seluruh aktivitas kehidupan suku, baik yang bersifat sosial kemasyarakatan maupun yang bersifat keagamaan dan seremonial lainnya; alat pemersatu dalam memelihara dan membina solidaritas suku; suatu bentuk/model bagi setiap orang Dayak Kanayatn untuk merealisasikan eksistensinya; dan yang terakhir sebagai wadah yang tepat untuk mengembangkan potensi budaya (sebagai “Centre for Dayak creation, arts, and inspiration”) yang menunjukkan tingginya nilai kehidupan mereka. Hal-hal tersebut pun menunjukan bahwa Rumah Radakng merupakan simbol dari corak kehidupan masyarakat suku Dayak Kanayatn. Dengan demikian perkataan Raymond Firth memiliki keterkaitan yang erat dengan rumah Radakng Dayak Kanayatn tersebut, yakni bahwa simbol dapat menjadi sarana untuk menegakan tatanan sosial atau untuk menggugah kepatuhan-kepatuhan sosial.
Makna Rumah Radakng
Ernest Cassirer mengatakan bahwa manusia hidup dalam semesta simbolis, bahasa, mite, kesenian; dan agama adalah bagian-bagian alam semesta itu. Semuanya itu merupakan pelbagai benang yang membentuk jaring simbolis, jaringan kusut berliku-liku mengenai pengalaman manusia. Hal ini pun sesuai dengan realitas yang ada, sehingga tidak dapat dielakkan lagi oleh setiap orang. Masyarakat suku Dayak Kanayatn juga hidup dalam dunia simbolis, dimana setiap corak kehidupan yang mereka miliki merupakan perwujudan dari simbol-simbol, baik itu dalam bahasa; sistem pengetahuan; sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial; sistem peralatan hidup dan teknlogi; sistem mata pencaharian hidup; sistem religi; dan kesenian, yang mereka miliki. Begitu pula halnya dengan makna dan fungsi dari rumah Radakng, yang setiap bagiannya memiliki makna simbol tersendiri dan saling berkaitan satu sama lain.
Radakng merupakan rumah tradisional Dayak Kanayatn yang kaya akan arti dan makna. Jadi, bukan hanya sekedar bangunan untuk tempat tinggal masyarakat suku Dayak Kanayatn saja. Di rumah Radakng juga memiliki nilai filosofi bahwa kehidupan sosial masyarakat suku Dayak Kanayatn memegang teguh adat istiadat, tradisi budaya, dan kehidupan bersama (gotong royong). Selain itu, keberadaan Radakng tersebut pun menjadi jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak Kanayatn. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah Radakng adalah cerminan atas kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak Kanayatn. Setiap individu dan masyarakat yang hidup di rumah Radakng tersebut diatur atas kebersamaan dalam hukum adat. Hal ini pun secara tidak langsung menunjukan bahwa suku Dayak Kanayatn adalah suku yang menghargai suatu perbedaan, baik itu perbedaan suku, agama, maupun latar belakang sosial.
Rumah Radakng yang masih digunakan sebagai tempat tinggal tentunya memiliki nilai yang baik pula bagi suku Dayak Kanayatn sendiri, yakni dapat memudahkan setiap warga masyarakatnya untuk mengenal satu sama lain secara lebih terbuka dan dekat. Bukan hanya itu saja, melainkan pula adanya kesamaan tempat tinggal seperti itu pun, selain akan menumbuhkan sikap pergaulan yang harmonis, juga untuk mengurangi dan mengatasi kecemburuan sosial yang merugikan kehidupan bersama. Ada seorang tokoh intelektual Dayak, Stephanus Djuweng, ia mengatakan bahwa pada bagian terbuka rumah Radakng merupakan tempat para pemuda Dayak belajar kepada tetua mereka terkait dengan sejarah lisan, tradisi, dan filsafat hidup dengan berbagai kebijaksanaan tradisional dan pengetahuan asli manusia Dayak yang terkandung sejumlah cerita rakyat dan kisah-kisah nenek moyang yang disampaikan kepada generasi berikutnya.
Fungsi Sosial Rumah Radakng
Rumah Radakng Dayak Kanayatn memiliki fungsi utama, yakni sebagai tempat tinggal masyarakat suku Dayak Kanayatn. Dalam rumah ini, masyarakat beraktivitas mengerjakan kegiatan masing-masing, seperti halnya: melakukan kegiatan upacara adat dan juga sekaligus tempat tinggal. Selain itu pula, Radakng merupakan bentuk persekutuan hidup sistem sosial yang merangkum seluruh aktivitas hidup suku Dayak Kanayatn, baik yang bersifat sosial kemasyarakatan maupun yang bersifat keagamaan dan seremonial (upacara) lainnya. Di lain sisi, Radakng juga merupakan sarana sebagai pemersatu dalam memelihara dan membina solidaritas suku serta suatu bentuk model bagi orang Dayak Kanayatn untuk merealisasikan eksistensi mereka.