Mohon tunggu...
Kristian ApriyandiPernando
Kristian ApriyandiPernando Mohon Tunggu... Supir - Berkarya merupakan media untuk mengembangkan potensi dan kemampuanmu.

Nama lengkapku Kristian Apriyandi Pernando, biasanya aku dipanggil dengan nama Yandi. Aku saat ini menjalani perkuliahan di Fakultas Filsafat, Universitas St Thomas, Sinaksak, Pematang Siantar. Aku berasal dari Kubu Raya, Pontianak, Kalimantan Barat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Simbolik Sape sebagai Alat Musik Tradisional yang Mencerminkan Dimensi Kehidupan Masyarakat Dayak

29 Januari 2021   21:58 Diperbarui: 29 Januari 2021   22:03 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kehidupan sehari-hari, orang Dayak pada umumnya sangat memberi perhatian mereka kepada hidup yang disertai dengan keharmonisan bersama alam, sesama, dan Tuhan. Hidup harmonis merupakan cara hidup yang membawa setiap orang kepada kesejaheraan, kedamaian, kesolidaritasan, dan persaudaraan. Hidup harmonis dengan ketiga dimensi tesebut tampak di aplikasikan oleh Suku Dayak dalam realitas kehidupan mereka, seperti halnya: tampak dalam cara mereka untuk mengolah alam, mereke terlebih dahulu meminta izin kepada penghuni alam dengan mengadakan ritual adat dari subsuku Dayak masing-masing. Selain itu tampak dalam cara mereka bersosialisasi ataupun berinteraksi satu sama lain di antara mereka, yang tanpa ada kelas sosial (classless society), tampak dalam cara hidup mereka yang tinggal di rumah panjang (radangk) dan kampung-kampung pedalaman. Orang Dayak yang tinggal di rumah panjang dan kampung-kampung memiliki hak, kewajiban, dan kedudukan yang sama. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa semua hal terkait dengan kehidupan mereka didasari oleh kesepakatan dan keputusan bersama. Dan terakhir, tampak dalam cara berelasi mereka dengan Tuhan, yakni mereka menggunakan sarana-sarana tertentu sebagai pengatara dengan Yang Ilahi, salah satu contohnya dalam pelaksanaan riual nyangahatn. Nyangahatn adalah sarana bagi orang Dayak pada umumnya untuk membangun relasi dengan Tuhan, yang mereka akui sebagai yang Transenden.

Ketiga dimensi hidup yang harmonis pada suku Dayak, yakni dengan alam, sesama, dan Tuhan juga dapat dilihat dari alat musik tradisional yang dimiliki oleh suku Dayak Kalimantan Barat, yakni Sape'. Alat musik Sape' merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat Suku Dayak Kalimantan Barat, yang berada di wilayah sungai Kapuas Hulu. Sape' ini digunakan sebagai salah satu sarana hiburan bagi masyarakat Dayak. Sebenarnya ada dua jenis Sape yang dimiliki oleh suku Dayak, yakni Sape Kayaan itu sendiri dan Sape Kenyah. Akan tetapi, secara umum kedua jenis Sape' tersebut tidak memiliki perbedaan. Penamaan Sape' tersebut pun hanyalah dinamai dengan dari suku mana sape' tersebut berasal ataupun dibuat, seperti halnya: masyrakat Dayak Kayaan yang berada di Provinsi Kalimantan Barat menyebut alat musik ini dengan nama Sape', sedangkan masyarakat Dayak Kayaan di Kalimantan Timur menyebutnya dengan Sampe'.

Konon ada sebuah kisah yang menyatakan bahwa alat musik Sape ini diciptakan oleh seorang yang terdampar di Karangan. Ia terdampar disana karena perahunya mengalami  karam. Ia dan teman-temannya yang berada di perahu tersebut diterjang oleh ombak dan hanya satu orang saja yang selamat dari kejadian tersebut. Pada saat tidur dalam keadaan sadar dan tidak sadar orang tersebut mendengar alunan suara alat musik petik yang indah dari dasar sungai dengan bayangan alat musik yang menyerupai perahu. Orang tersebut percaya bahwa roh nenek moyang yang memberikannya petunjuk dan sejak saat itu dia membuat alat musik yang menyerupai perahu yang kini disebut Sape.

Alat musik yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Kalimantan Barat pada umumnya memiliki bentuk yang sama dengan Sape'-sape' di Provinsi Kalimantan lainnya, yakni berbadan lebar, bertangkai kecil, panjangnya 1 - 1,5 meter, memiliki 2 - 8 senar.Dulunya Sape Dayak yang ada di Kalimantan Barat ini memiliki bentuk tuner yang menyerupai patung pantak, tetapi pada zaman yang modern ini, bentuk tuner Sape' hampir jauh berbeda dengan bentuk yang dulu, yakni memiliki bentuk tuner yang sama dengan gitar pada umumnya. Sape' Dayak Kalimantan Barat sangat populer, karena irama dan bunyi dari lantunan yang dibawa oleh pemain Sape' tersebut dapat membawa para pendengar serasa tenang dan nyaman. Alat musik Sape' ini biasa dimainkan ketika acara pesta rakyat, dengan kata lain gawai padi (ritual syukuran atas hasil panen padi). Alat musik ini dimainkan oleh minimal satu orang saja. Jenis lagu musik Sape' ini sangat bervariasi.

Alat musik Sape' ini hampir memiliki bentuk yang sama seperti gitar pada umumnya, akan tetapi yang membedakannya, ialah posisi gripnya dan tidak memiliki lubang untuk menggaungkan bunyi petikan senar. Sumber bunyi Sape' berasal dari petikan senar. Bagian kepala Sape' memiliki bentuk yang beranekaragam, akan tetapi pada umumnya kepala Sape' lebih dominan berbentuk kepala burung enggang.  Bagi orang Dayak, burung enggang merupakan sebuah lambang kesakian, dimana burung tersebut dianggap mereka sebagai burung keramat yang dapat memberikan perlindungan dan keamanan bagi mereka. Selain itu, dapat pula dikatakan bahwa setiap kesenian yang ada di berbagai daerah tentunya menunjukkan suatu identitas dari kebudayaan yang dimiliki daerah tertentu, seperti halnya: alat musik Sape' merupakan identitas dari kebudayaan yang dimiliki oleh Suku Dayak, yang berada di daerah Kalimantan, terkhususnya Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Clifford Geertz berpendapat bahwa "kebudayaan" berarti suatu pola makna yang ditularkan secara historis, yang diejawantahkan dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep yang diwarisi, terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis, yang menjadi sarana bagi manusia untuk menyampaikan, mengabadikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka. Begitu pula halnya dengan kepala Sape' yang memiliki bentuk seperti burung enggang tidaklah terjadi begitu saja dan dibuat semaunya saja oleh mereka yang membuat Sape' tersebut. Hal ini pun ingin menyatakan bahwa Kepala Sape' yang berbentuk burung enggang terkonsep karena adanya historis yang terjadi sebelumnya, sehingga orang Dayak pun menjadikan burung tersebut sebagai simbol yang berupa lambang kesaksian dan juga dianggap dapat memberikan perlindungan dan keamanan bagi mereka. Kepala Sape' yang berbentuk burung enggang ini masih bertahan sampai sekarang. Hal ini pun terjadi karena adanya tradisi nenek moyang yang terus menerua mewariskan konsep-konsep itu kepada mereka yang adalah keturunan Dayak, dengan kata lain dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya.

Proses pembuatan alat musik Sape' sangatlah sesuai dengan tradisi dan kebudayaan yang memiliki nilai-nilai artisik dari Suku Dayak. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari bentuk Sape' yang menyerupai perahu dan diukir dengan motif khas suku Dayak. Hal ini pun menyatakan bahwa alat musik tradisional Sape' sangatlah menunjukkan identitas dari alat musik tersebut, yang dimana terlihat dari seluruh bagian Sape'. Disinilah mulai masuk pada proses terbentuknya ketiga dimensi hidup orang Dayak yang disertai dengan keharmonisan pada alat musik Sape'. Berikut ketiga dimensi kehidupan orang Dayak :

Kesatuan dengan Alam

Suku Dayak memiliki cerita mitos bahwa manusia itu diciptakan dari setiap unsur kehidupan yang ada di alam. Mitos tersebut pun secara tidak langsung menunjukkan bahwa orang Dayak merupakan bagian dari alam. Bagi orang Dayak, alam merupakan sumber kehidupan. Maka dari itu, orang Dayak sangatlah perlu untuk menjalin relasi yang harmonis dengan alam. Relasi yang harmonis dengan alam adalah suatu hal yang bermakna bagi orang Dayak, sehingga perlulah bagi mereka untuk menaruh kesadaran dalam menjaga alam sekitar. Sikap-sikap orang Dayak yang menghargai alam ini pun tertanam dalam kehidupan mereka sendiri, salah satunya pada alat musik tradisional mereka, yaitu Sape'.

Alat musik tradisional yang dimiliki oleh orang Dayak ini, yaitu Sape', mempunyai motif yang khas dari suku tersebut, sehingga Sape' itu tampak terlihat indah dan menarik. Motif yang khas dimiliki oleh suku Dayak itu didasari oleh alam yang berada di sekitar mereka, seperti halnya: tanaman pakis, tanaman liar, bunga raflesia, dan lain sebagainya. Pada umumnya motif tersebut diukir maupun dilukis hanya pada bagian depan Sape'. Motif khas Dayak yang ada pada sape' itu pun ingin menunjukkan bahwa orang Dayak sangat begitu dekat dengan alam, sehingga secara tidak langsung mereka telah merekonstruksi kehidupan mereka tersebut pada sebuah simbol yang berupa motif ukiran maupun lukisan pada Sape', yang mengungkapkan kedekatan mereka dengan alam semesta. Hal ini pun memiliki kaitan yang erat dengan pendapat Raymond Firth yang  menyatakan bahwa manusia menata dan menafsirkan realitasnya dengan simbol-simbol dan bahkan merekonstruksi realitasnya itu dengan simbol.

Hubungan Orang Dayak dengan Sesama

Orang Dayak memiliki suatu prinsip dalam berelasi antar sesamanya sebagai manusia. Prinsip itu pun sering diucapkan mereka pada bagian pembukaan pembicaraan orang Dayak dalam pertemuan yang resmi. Prinsip ini pun tentunya selalu diajarkan dan ditanamkan dalam diri orang Dayak dari generasi ke generasi. Prinsip hidup tersebut dalam bentuk sebuah kalimat, yakni "Adil ka' talino, bacuramin ka' saruga, basengat ka' Jubata". Dari kalimat tersebut pun mengungkapkan ketiga prinsip hidup orang Dayak dalam berelasi dengan sesamanya, yakni "Adil ka' talino" (adil kepada sesama); "bacuramin ka' saruga" (memandang dan mengarah ke surga); dan "basengat ka' Jubata" (bernafas pada Tuhan).

Kalimat "Adil ka' talino" mengungkapkan bahwa orang Dayak menaruh sikap adil kepada sesamanya, dan ini merupakan prinsip pertama bagi orang Dayak dalam menjalin relasi yang harmonis dengan sesamanya. Kalimat tersebut memperlihatkan dengan jelas konsep manusia sebagai diri yang terbuka. Kalimat "bacuramin ka' saruga" mengungkapkan bahwa hidup yang mengarahkan mata ke surga merupkan sebuah simbol  dari sikap keadilan, kebaikan, kesucian, dan kebersamaan. Surga merupakan cerminan dari harapan akan tingkah laku dan tata penilaian yang adil, baik, benar, dan sempurna. Kalimat "basengat ka' Jubata" mengungkapkan bahwa orang Dayak mengakui bahwa Tuhan merupakan sumber kehidupan. Kalimat ini pun memiliki arti mendalam bahwa nafas hidup manusia ambil bagian pada nafas hidup Allah sendiri. Kesadaran orang Dayak akan hal ini pun haruslah diaktualisasikan dalam segenap tutur kata dan tindakan mereka, baik dalam lingkup pribadi maupun sosial.

Pada alat musik tradisional Dayak, yaitu Sape' juga menerapkan sebuah prinsip kehidupan orang Dayak dalam menjalin relasi dengan sesamanya tersebut. Hal ini terlihat pada salah satu bagian Sape', yaitu bagian tuner Sape'. Dulunya tuner Sape' memiliki bentuk yang serupa dengan patung pantak, yang dimiliki oleh suku Dayak juga. Biasanya tuner Sape' yang berbentuk seperti itu terbuat dari potongan-potongan belahan rotan yang nantinya akan diukir. Seperti yang telah kita ketahui bahwa patung pantak merupakan simbol kehormatan yang diberikan kepada mereka yang telah mengorbankan dirinya untuk kepentingan bersama (berjasa). Hal ini pun menunjukkan bahwa pada patung pantak tersebut mencerminkan sikap keadilan dan penghormatan yang dimiliki oleh setiap orang Dayak kepada orang yang berjasa atas kehidupan bersama masyarakat Dayak yang berada di suatu perkampungan. Sikap seperti ini tentunya berasal dari pandangan orang Dayak mengenai surga, yang menganggap bahwa surga sebagai cerminan dalam bertingkah laku dan bertutur kata, yaitu adil, baik, benar, dan sempurna.

Raymond Firth berpendapat bahwa "Hakikat simbolisme," terletak pada hal yang satu mengacu kepada (mewakili) hal yang lain. Begitu pula halnya dengan seluruh bagian pada setiap bentuk Sape' merupakan perwujudan identitas dari alat musik tradisional tersebut, dimana setiap bentuknya mewakili makna tersendiri yang mengarah kepada kepemilikikan alat musik tersebut, seperti halnya tadi pada bagian tuner Sape'. Bagian Tuner Sape' merupakan perwakilan dari corak hidup masyarakat Dayak, yang selalu bersikap adil kepada setiap orang, apa yang menjadi hak orang tersebut diberikan kepadanya oleh mereka, orang-orang Dayak, termasuk tanda penghormatan yang diberikan kepada orang-orang yang pantas untuk dihormati.

Relasi Orang Dayak dengan Tuhan

Manusia diciptakan oleh Tuhan tentunya memiliki maksud dan tujuan tersendiri, yakni mereka merupakan sarana untuk dijadikan sebagai pelaksana kehendak Tuhan. Manusia dituntut untuk mengolah alam yang berada di sekitarnya, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Tentunya untuk mengetahui kehendak Tuhan, setiap orang perlu menjalin relasi dengan Tuhan. Bagi orang Dayak, mereka dapat menjalin relasi dengan Tuhan, apabila mereka menggunakan sarana-sarana yang telah diadakan oleh nenek moyang Dayak sebelumnya. Sarana-sarana itu terlihat dalam pelaksanaan ritual nyangahatn. Nyangahatn merupakan sarana untuk membangun relasi dengan Tuhan. Sarana ini pun merupakan sarana yang paling ideal, sebab nyangahant merupakan  puncak dari segala macam jenis ritual adat istiadat Dayak.

Dalam hal ini pun menunjukkan bahwa masyarakat suku Dayak Kalimantan Barat juga memberikan perhatian khusus kepada hubungan mereka dengan Allah. Menjalin relasi dengan Allah tentunya dapat terlihat dari tindakan seseorang dalam bertingkah laku. Setiap orang yang beriman tentunya bertingkah laku sesuai dengan ajaran yang diimaninya. Orang Dayak pada umumnya beragama Katolik, walaupun ada pula yang beragama Islam, akan tetapi tidak lebih dominan (hanya sebagian saja). Setiap ajaran pada agama apapun itu tentunya mengarahkan orang kepada hal-hal yang bersifat baik, damai, tentram, dan sejahtera. Hidup yang  damai, tentram, dan sejahtera tentunya ada karena adanya jalinan relasi yang baik dengan sesama, yang adalah makhluk ciptaan Sang Pencipta, yaitu Tuhan. 

Relasi orang Dayak yang ada di Kalimantan Barat dengan Tuhan juga tampak dari salah satu alat musik tradisionalnya, yaitu Sape'. Hal ini dapat dilihat dari setiap bagian Sape' itu sendiri dan juga penggunaannya. Seperti yang telah diketahui bahwa setiap bagian Sape' memiliki ukiran ataupun lukisan motif Dayak dan alunan suara yang khas bernuansa alam.Selain itu, bagian tuner Sape' juga terbuat dari rotan, yang merupakan hasil dari alam semsesta. Hal ini pun memperlihatkan bahwa orang-orang Dayak menaruh hormat kepada Alam, sehingga setiap ukiran pada Sape' maupun alunan suara dari senar sape tersebut pun bernuansa alam. Alam merupakan ciptaan Tuhan, Sang Pencipta. Maka dari itu, terlihat bahwa pada alat musik tradisional Sape' ini mewujudkan rasa kecintaan orang Dayak terhadap alam semesta, yang adalah ciptaan Tuhan.

Terkait dengan penggunaannya, alat musik tradisional Sape' pada umumnya digunakan oleh seniman Dayak sebagai salah satu sarana upacara budaya, seperti halnya: naik dango ataupun gawai padi. Hal ini mengungkapkan bahwa dalam penggunaan Sape', seniman Dayak lebih fokus kepada bagaimana cara mereka mengaktualisasikan alat musik tersebut, agar dapat menghantar dirinya maupun orang lain kepada Tuhan, Sang Pencipta dan Sang Pemberi Kehidupan. Sikap tersebut pun akhirnya diwujudkan oleh seniman-seniman Dayak. Para seniman Dayak, khususnya yang bermain Sape' menjadikan alat musik tradisional yang satu ini sebagai salah satu sarana bagi mereka untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas kebaikan-Nya kepada manusia, yang terbukti dalam acara naik dango ataupun gawai padi tadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sape' ambil bagian dalam acara naik dango atau gawai padi orang Dayak dalam menyampaikan ungkapan rasa syukur masyarakat Suku Dayak atas hasil padi yang mereka dapati.

Orang-orang suku Dayak tentulah menghidupi dan menghayati ketiga dimensi kehidupan harmonis tersebut, sehingga mereka dapat hidup dalam kemakmuran, kesejahteraan, kedamaian, dan kerohanian. Bagi orang-orang Dayak, apabila salah satu dari ketiga dimensi tersebut tidak dihidupi maupun dihayati, maka mereka tidaklah dapat memperoleh kebaikkan Tuhan. Ketiga dimensi kehidupan masyarakat Dayak tersebut haruslah dapat berjalan secara bersamaan di dalam kehidupan masyarakat Dayak. Dengan demikian, Sape' yang dimiliki suku Dayak Kalimantan Barat ini pun dapat terlihat dengan nyata bahwa di dalam setiap bagian Sape' tersebut mencerminkan ketiga dimensi kehidupan masyarakat Dayak, yakni berelasi dengan alam, sesama, dan Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun