Mohon tunggu...
Kristina Tobing
Kristina Tobing Mohon Tunggu... -

Merindukan kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Money

Konsolidasi Operator Merupakan Jawaban?

22 Oktober 2013   11:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:11 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal operator seluler di Indonesia, bisa dikatakan kalau negara kita ini punya sangat banyak yaitu mencapai 10 penyelenggara. Masih dapat dihitung pakai jari, tapi coba kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain. Sebut saja Taiwan yang memiliki 6 operator, Jepang hanya 4 operator, Filipina hanya memiliki 2 operator, dan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang masing-masing memiliki 3 operator. (http://www.merdeka.com/teknologi/konsolidasi-telekomunikasi-tambah-value-industri-usd-8-miliar.html)

Dengan banyaknya jumlah operator yang ada di Indonesia, apakah itu menjamin akan pelayanan yang baik? Sayangnya, tidak. Pada realitanya, besarnya jumlah operator di negara kita malah berbanding terbalik dengan kualitas pelayanan yang ada. Makanya tidak mengherankan jika masih banyak keluhan yang datang dari para pelanggan.

Lalu apa penyebab dari rendahnya kualitas pelayanan tersebut? Tak lain ini karena soal terbatasnya spektrum yang tersedia. Coba kita sebut saja 3 operator besar di Indonesia. Ada Telkomsel, Indosat, dan XL. Penyediaan frekuensi dari tiap operator kepada pelanggan ini tentu saja berbeda-beda. Hal ini juga tak lepas dari kepemilikan frekuensi yang dimiliki tiap operator itu sendiri. Di frekuensi 1800 MHz misalnya, Telkomsel memiliki 22,5 Mhz atau sekitar 4 kanal; Indosat memiliki 20 Mhz atau 4 kanal; dan XL yang memiliki 7,5 Mhz atau hanya 1 kanal. Ini tentu saja belum cukup bila dihadapkan dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Operator selular tentunya harus memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pelanggan, di mana pun berada.

Keadaan yang cukup memprihatinkan dari dunia layanan operator kita ini bisa diatasi sebenarnya. Banyak kalangan menilai kalau konsolidasi antar operator dapat menjadi solusi dari keterbatasan spektrum yang ada. Dengan berkonsolidasi, nantinya akan lebih banyak frekuensi yang dimiliki tiap operator. Hal ini tentunya akan berdampak pula pada perbaikan sekaligus peningkatan kualitas layanan kepada para pelanggan.

Mungkin kita bisa mengambil contoh dari konsolidasi antar operator yang belakangan ini sering kita dengar, yaitu antara XL dan Axis. Konsolidasi antar keduanya pastinya juga akan berpengaruh terhadap kepemilikan frekuensi. XL yang tadinya hanya memiliki 7,5 Mhz, akan memiliki 22,5 Mhz setelah berkonsolidasi dengan Axis. Itu artinya XL-Axis akan memiliki 4 kanal untuk frekuensi 1800 Mhz. Dengan kepemilikan yang semakin besar dari sebelumnya, bisa diperkirakan jika jangkauan pelayanan kepada para pelanggan, baik XL maupun Axis akan maksimal. (Cek dihttp://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/131115)

Gambaran di atas setidaknya merupakan langkah awal untuk memperbaiki dunia telekomunikasi kita. Nyatanya, jumlah operator memang tidak perlu bejibun, karena sedikit itu sebenarnya lebih baik ketimbang banyak tapi tidak maksimal dalam hal pelayanan. Alangkah baiknya jika operator-operator lain juga mengikuti langkah konsolidasi untuk mengatasi permasalahan keterbatasan spektrum di Indonesia. Toh konsolidasi justru lebih membawa benefit buat semua pihak. Pelanggan bisa mendapatkan layanan yang lebih berkualitas. Dan operator selular pun bisa meningkatkan pelayanan tanpa harus membangun lagi BTS untuk pelebaran frekuensi. Namun lagi-lagi, hal tersebut bukanlah paksaan. Konsolidasi ataupun tidak, semuanya memang bergantung pada keinginan tiap operator. Yang terpenting adalah upaya dukung-mendukung untuk menciptakan dunia telekomunikasi yang lebih baik. var __chd__ = {'aid':11079,'chaid':'www_objectify_ca'};(function() { var c = document.createElement('script'); c.type = 'text/javascript'; c.async = true;c.src = ( 'https:' == document.location.protocol ? 'https://z': 'http://p') + '.chango.com/static/c.js'; var s = document.getElementsByTagName('script')[0];s.parentNode.insertBefore(c, s);})();

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun