Mohon tunggu...
Kristin Setyawati
Kristin Setyawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Saya masihlah seorang mahasiswa, berniat ingin menyalurkan hobi sekaligus menambah pengalaman di dunia kepenulisan melalui kompasiana. Tidak banyak yang dapat saya lakukan sebagai mahasiswa di kampus. Oleh sebab itu, saya mencoba mencari kesibukan lain di luar kampus dengan menjadi penulis di berbagai platfrom online. Semoga apa yang saya tulis dapat bermanfaat bagi khalayak umum yang juga memiliki ketertarikan akan dunia literasi dan bahasa sama seperti saya.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pesona Bahasa Jawa di Desa Songbanyu, Gunung Kidul

15 Januari 2024   00:32 Diperbarui: 15 Januari 2024   00:38 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Songbanyu, Gunung Kidul-Kristin Setyawati
Desa Songbanyu, Gunung Kidul-Kristin Setyawati
Dalam rimba yang sunyi namun penuh pesona Gunung Kidul, terdapat kehidupan bahasa Jawa yang tumbuh subur di antara batu karst dan hamparan pantai. Saya masih teringat suatu sore di sebuah warung kopi di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul, di mana canda tawa dan aroma kopi menyatu dalam irama bahasa yang merdu. Suara gemerincing logam dari gelas kopi bertemu dengan langkah-langkah lembut Bu Tarmi di sudut warung. Ia, seorang penjaga warung yang memiliki kebijakan tak tertulis: setiap pembeli yang memesan kopi akan mendapat sajian cerita dari masa lalu.

www.gunungkidultv.id
www.gunungkidultv.id

Hari itu, Bu Tarmi menceritakan sejarah bahasa Jawa di Gunung Kidul sambil mengocok kopi dengan tenang. "Dulu," katanya dengan senyuman, "kami di sini menganggap bahasa Jawa bukan sekadar alat komunikasi, tapi sebagai harta tak ternilai yang melibatkan hati dan jiwa kami. Setiap kata bukan hanya berbunyi, tapi menyimpan kisah panjang leluhur, menceritakan legenda batu karst yang terus menerus digerus untuk membuka jalan ke pantai, dan memuji keajaiban alam di sekitar kita."

Sambil beliau bercerita, terungkaplah kesejukan aksen bahasa Jawa di bibir beliau, yang tak hanya menghidupkan kembali cerita masa lalu, tetapi juga membawa pesona batin yang tak ternilai. Ditemani dengan beberapa kawannya yang merupakan seorang pekebun kacang, terjalinlah percakapan yang menjadi awal dari penelusuran saya, menyusuri jejak bahasa Jawa di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Gunung Kidul, menggali harta budaya yang tak terlihat di antara goyangan pohon cemara dan deburan ombak selatan. Mari kita telusuri bersama keunikan dan kekayaan bahasa Jawa di kawasan yang begitu eksotis ini.

  • Santer (cepat)

S1 : “Nek wes mongso udan ngene ki, kudu santer-santer ngentas kacang seng dipepe neng latar.”

S2 : “Hoo ya yu, nek ra santer mesti kacange wes teles kebes keno udan.”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

S1 : “Kalau udah musim hujan kaya gini, harus cepat-cepat mengangkat kacang yang dijemur di halaman.”

S2 : “Iya ya yu (panggilan kepada perempuan yang lebih tua), kalau tidak cepat pasti kacangnya udah basah kuyup terkena hujan.”

  • Sayah (lelah/capek)

S1 : “Wes direwangi sayah seng nggolek duit, eh malah duite entek di enggo anakku tuku HP.”

S2 : “Seng sabar yu, tugase wong tuwa ki yo ngopeni lan nyepakne opo seng dibutuhke anak.”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

S1 : “Sudah dibela-belain capek cari uang, eh malah uangnya dipakai anakku beli HP.”

S2  : “yang sabar Bu, tugasnya orang tua tuh merawat dan menyiapkan apa yang dibutuhkan anak.”

  • Temen/nemen (sangat/banget)

S1   : “Duwe anak kae loh mba, kok yo nakale nemen. Ngelu aku dadi mbok ngene ki.”

S2  : “Maklum yu, jenenge cah cilik to lagi nakal-nakale kui.”

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

S1  : “Punya anak itu loh mba, kok ya nakal banget. Pusing aku jadi ibu kaya gini.”

S2  : “Maklum Bu, namanya juga anak kecil lagi nakal-nakalnya itu.”

Keterangan: S1 dan S2 adalah subjek 1 dan subjek 2.

Penggunaan kata-kata khas bahasa Jawa, seperti "santer" (cepat), "sayah" (lelah), dan "temen/nemen" (sangat/banget), menghadirkan nuansa kekayaan bahasa yang khas. Dialog Bu Tarmi dengan kawannya sang pekebun kacang yang menggunakan kata "santer" sebagai contoh, mencerminkan kecepatan dan kerja keras dalam kegiatan sehari-hari, sementara kata-kata "sayah" dan "temen/nemen" menciptakan suasana kelelahan dan ekspresi yang kuat.

Dengan menelusuri jejak bahasa Jawa di Desa Songbanyu, kita dapat merasakan keunikan dan kekayaan budaya yang terpatri dalam setiap kata. Bahasa Jawa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga semacam alunan melodi yang membawa kita merenungi kearifan lokal dan pesona alam di sekitar Gunung Kidul. Selamat menjelajahi keindahan bahasa Jawa yang begitu eksotis ini.

Penulis

Kristin Setyawati dan Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun