Praktik Baik merupakan kegiatan yang sudah dilakukan atau pengalaman keberhasilan terbaik dari guru dalam menjalankan tugas mereka. Tugas guru disini tidak sekedar mengajar tetapi juga mendidik. Karena sesungguhnya pengajaran adalah bagian dari Pendidikan.Â
Seperti yang disampaikan oleh Bapak Ki Hadjar Dewantara bahwa mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dengan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani dan rohani.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang memanusiakan manusia adalah pendidikan yang membantu mengembangkan dan mengarahkan potensi manusia (peserta didik) yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik dan menjadi manusia yang benar-benar manusia.
Untuk itu sebagai pendidik hendaknya kita mampu menjadi "among" Sistem Among sering dikaitkan dengan asas yang berbunyi: Ing ngarso sung tuladha. , Ing madya mangun karsa,Tut Wuri Handayani, ini telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya.
Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang. Menurut saya kasih sayang dapat diwujudkan dengan tidak melakukan pembiaran pada anak didik.
Sekarang marak terjadi siswi SMA yang masih awet dan bertahan dalam penggunaan masker. Padahal pandemic covid sudah berlalu. Hanya untuk mengelabui bapak/ibu guru, supaya tidak ketahuan. Di saat bergaul dengan teman-temannya dan tidak ada bapak/ibu guru disekitarnya mereka membuka masker dan ternyata banyak yang memakai lip balm/ lip gloss dan semacamnya.
Apa itu lip balm dan apakah sama dengan lip gloss? Lip balm adalah produk pelembap bibir yang umumnya terbuat dari lilin, bee wax, petroleum jelly, shea butter, dan diperkaya vitamin. Manfaat lip balm juga untuk mencegah dan mengatasi bibir kering, pecah-pecah, dan bibir gelap.Sedangkan Lip gloss memiliki formula yang cenderung liquid dan juicy. Warnya yang lembut dan bening jadi pembeda antara lip gloss dan lipstick.
Alasan mereka saat ditanya adalah supaya bibirnya lembab atau tidak kering dan pecah-pecah. Namun tampak seperti tidak layak karena warnanya tidak sama dengan warna bibir aslinya. Sehingga menjadi pusat perhatian diantara sekitarnya.Kasih sayang dan perhatian kita berikan berupa nasehat dan himbauan. Bahkan kami mengijinkan asal tidak berwarna karena kebutuhan perawatan atau pengobatan.
Karena lip balm, lip gloss dan semacamnya termasuk kategori kosmetik. Dan terdapat peraturan sekolah yang sudah mereka langar yakni tentang penggunaan kosmetik. ( Tidak diijinkan siswi menggunakan kosmetik dalam lingkungan sekolah).Ternyata hanya beberapa saja yang mengindahkan nasehat tersebut. Sepertinya kebutuhan dasar mereka akan kesenangan, kebebasan dan diakui belum terpenuhi.
Sampai akhirnya salah satu dari mereka berani menyampaikan, lalu mengapa guru boleh berhias? Alangkah terkejutnya kami saat itu. Sungguh miris jika memperhatikan cara berpikir anak jaman sekarang. Yang acuannya hanya dari media HP. Seakan akan tidak ada lagi pendekatan personal, pupus rasa saling menghormati dan menyayangi.
Untuk itu penulis mengangkat tema Praktik Baik di Sekolah dengan tidak melakukan pembiaran. Melihat fenomena di atas, sangat mengkhawatrkan mengingat beberapa dampak negatifnya. Dari segi penggunaan yang terlalu sering dan jangka waktu lama, dan dari segi norma Susila (agama).
Penggunaan lip balm ternyata memiliki dampak yang berbahaya bagi tubuh kita. Hal ini karena lip balm merupakan salah satu alat kosmetik yang terbuat dari bahan kimia. Jika digunakan terlalu sering, maka pasti lip balm akan memberikan dampak buruk kepada tubuh kita, khususnya pada area bibir.
Bahaya menggunakan lip balm terlalu sering tentunya tak bisa dianggap sembarangan. Maka dari itu, mulai dari sekarang kita perlu mengetahui apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan dari salah satu kosmetik ini. Antara lain; bibir menjadi lebih kering, dapat sebabkan iritasi sekitar bibir, bibir terlihat kurang segar dan menjadi ketergantungan.
Dilihat dari seni morma social atau agama. "bagi setiap muslimah, baik berstatus sebagai pelajar ataupun lainnya, agar memperhatikan etika berhias dalam Islam, berpenampilan alamiah dengan tetap menjaga kebersihan dan kebersahajaan, tanpa harus menghias diri dengan make-up berlebihan yang justru akan menimbulkan fitnah dan menarik perhatian/memancing syahwat lawan jenis. Wallhu a'lam bis shawb.[] (Smarteen.co.id- januari 2020).Â
Dari sinilah peraturan sekolah tentang berdandan itu muncul. Bahwa selain tidak layak dan sekolah adalah tempat mencari ilmu dikhawatirkan siswi tersebut secara tidak sengaja akan mengundang lawan jenisnya untuk memperhatikan, lalu mendekat dan bergaul. Tidak dalam koridor bergaul secara normal, namun mengarah pada pergaulan bebas yang tidak tahu batas. Naudzubillah...Â
Lalu, apa kata psikolog terhadap fenomena ini? Vera Itabiliana, psikolog anak dan remaja mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada larangan remaja mengenakan makeup, asal sesuai dengan situasi dan kondisi. Namun menurut dia, sekolah bukan tempat yang tepat untuk berdandan. "Jadi, memang penting bagi orangtua dan pihak sekolah untuk menetapkan koridor bahwa sekolah bukan tempat yang tepat untuk menggunakan makeup. (Suara.com- agustus 2017).
Dapat disimpulkan bahwa sekolah atau Lembaga harus bekerja sama dengan orang tua siswa tentang kesepakatan atau peraturan sekolah ini. Supaya berkesinambungan dalam mendidik anak/siswa. Guru sebagai orang tua di sekolah terus memberikan teladan,menuntun dan tidak melakukan pembiaran, demikian juga orang tua.
Dengan mengikuti langkah-langkah segitiga restitusi yakni menstabilkan identitas, validasi Tindakan yang salah dan menanyakan kesepakatan atau peraturan sekolah. Para siswi sudah menemukan solusi dari permasalahnnya yakni dengan menyadari bahwa di sekolah terdapat peraturan dan tata krama.
Dan menyadari pula bahwa jika untuk pencegahan,perawatan diijinkan oleh orang tua di sekolah (guru) dengan syarat tidak berwarna. Mereka menerima dengan terbuka langkah restitusi ini.Restitusi dilakukan sebagai upaya membantu siswa memperbaiki diri agar dapat kembali ke kelompoknya dengan karakter yang lebih baik dan kuat.
Guru disini bisa memerankan diri sebagai teman, pemantau dan manajer. Seperti yang disampaikan oleh William Gossen bahwa terdapat 5(lima) posisi kontrol yang dapat diterapkan seorang guru. Kelima posisi kontrol tersebut adalah guru sebagai Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.
Berperan sebagai teman untuk pendekatan personal heart to heart, sebagai pemantau dengan membawa data dan menunjukan rasa care/perhatian dan sebagai manajer, pada posisi ini guru mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan siswanya, memotivasi siswa untuk mempertanggung jawabkan segala perilakunya serta mendukung siswa untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh siswa itu sendiri.
Semua usaha yang dilakukan adalah berpihak pada murid dengan tidak melakukan pembiaran. Seperti yang terdapat pada filososfi Pendidikan Bapak Ki Hadjar Dewantara yakni Pendidikan yang menitik beratkan pada peserta didik sebagai prioritas utama untuk dilayani. Menuntun...bukan menuntut, menghamba.... bukan menyembah. Mari kita gerakkan hati dan pola pikir kita untuk senantiasa memunculkan nilai-nilai kebajikan universal siswa sehingga terwujud profil pelajar Pancasila.