Mohon tunggu...
Kristina Widiastuti
Kristina Widiastuti Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobby saya adalah senam, menyanyi dan menari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Praktik Baik di Sekolah dengan Tidak Melakukan Pembiaran

18 Maret 2023   11:15 Diperbarui: 18 Maret 2023   11:11 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggunaan lip balm ternyata memiliki dampak yang berbahaya bagi tubuh kita. Hal ini karena lip balm merupakan salah satu alat kosmetik yang terbuat dari bahan kimia. Jika digunakan terlalu sering, maka pasti lip balm akan memberikan dampak buruk kepada tubuh kita, khususnya pada area bibir.

Bahaya menggunakan lip balm terlalu sering tentunya tak bisa dianggap sembarangan. Maka dari itu, mulai dari sekarang kita perlu mengetahui apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan dari salah satu kosmetik ini. Antara lain; bibir menjadi lebih kering, dapat sebabkan iritasi sekitar bibir, bibir terlihat kurang segar dan menjadi ketergantungan.

Dilihat dari seni morma social atau agama. "bagi setiap muslimah, baik berstatus sebagai pelajar ataupun lainnya, agar memperhatikan etika berhias dalam Islam, berpenampilan alamiah dengan tetap menjaga kebersihan dan kebersahajaan, tanpa harus menghias diri dengan make-up berlebihan yang justru akan menimbulkan fitnah dan menarik perhatian/memancing syahwat lawan jenis. Wallhu a'lam bis shawb.[] (Smarteen.co.id- januari 2020). 

Dari sinilah peraturan sekolah tentang berdandan itu muncul. Bahwa selain tidak layak dan sekolah adalah tempat mencari ilmu dikhawatirkan siswi tersebut secara tidak sengaja akan mengundang lawan jenisnya untuk memperhatikan, lalu mendekat dan bergaul. Tidak dalam koridor bergaul secara normal, namun mengarah pada pergaulan bebas yang tidak tahu batas. Naudzubillah... 

Lalu, apa kata psikolog terhadap fenomena ini? Vera Itabiliana, psikolog anak dan remaja mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada larangan remaja mengenakan makeup, asal sesuai dengan situasi dan kondisi. Namun menurut dia, sekolah bukan tempat yang tepat untuk berdandan. "Jadi, memang penting bagi orangtua dan pihak sekolah untuk menetapkan koridor bahwa sekolah bukan tempat yang tepat untuk menggunakan makeup. (Suara.com- agustus 2017).

Dapat disimpulkan bahwa sekolah atau Lembaga harus bekerja sama dengan orang tua siswa tentang kesepakatan atau peraturan sekolah ini. Supaya berkesinambungan dalam mendidik anak/siswa. Guru sebagai orang tua di sekolah terus memberikan teladan,menuntun dan tidak melakukan pembiaran, demikian juga orang tua.

Dengan mengikuti langkah-langkah segitiga restitusi yakni menstabilkan identitas, validasi Tindakan yang salah dan menanyakan kesepakatan atau peraturan sekolah. Para siswi sudah menemukan solusi dari permasalahnnya yakni dengan menyadari bahwa di sekolah terdapat peraturan dan tata krama.

Dan menyadari pula bahwa jika untuk pencegahan,perawatan diijinkan oleh orang tua di sekolah (guru) dengan syarat tidak berwarna. Mereka menerima dengan terbuka langkah restitusi ini.Restitusi dilakukan sebagai upaya membantu siswa memperbaiki diri agar dapat kembali ke kelompoknya dengan karakter yang lebih baik dan kuat.

Guru disini bisa memerankan diri sebagai teman, pemantau dan manajer. Seperti yang disampaikan oleh William Gossen bahwa terdapat 5(lima) posisi kontrol yang dapat diterapkan seorang guru. Kelima posisi kontrol tersebut adalah guru sebagai Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

Berperan sebagai teman untuk pendekatan personal heart to heart, sebagai pemantau dengan membawa data dan menunjukan rasa care/perhatian dan sebagai manajer, pada posisi ini guru mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan siswanya, memotivasi siswa untuk mempertanggung jawabkan segala perilakunya serta mendukung siswa untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh siswa itu sendiri.

Semua usaha yang dilakukan adalah berpihak pada murid dengan tidak melakukan pembiaran. Seperti yang terdapat pada filososfi Pendidikan Bapak Ki Hadjar Dewantara yakni Pendidikan yang menitik beratkan pada peserta didik sebagai prioritas utama untuk dilayani. Menuntun...bukan menuntut, menghamba.... bukan menyembah. Mari kita gerakkan hati dan pola pikir kita untuk senantiasa memunculkan nilai-nilai kebajikan universal siswa sehingga terwujud profil pelajar Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun