Pertama, pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dilakukan dengan membandingkan beban operasional dengan pendapatan operasional. Penggunaan rasio ini memberikan gambaran mengenai seberapa efisien pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya keuangan yang ada, yang merupakan indikator kunci dalam menilai keberhasilan pengelolaan anggaran daerah. Metode ini cukup tepat untuk menilai efektivitas pengelolaan anggaran karena beban operasional dan pendapatan operasional adalah dua komponen yang paling langsung mencerminkan kinerja keuangan.
Selanjutnya, ukuran pemerintah daerah diukur dengan menggunakan total aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah, yang dihitung dalam bentuk logaritma natural (Ln). Pengukuran ini berfungsi untuk mengidentifikasi besar atau kecilnya skala operasional pemerintah daerah. Dengan menggunakan logaritma, peneliti mencoba mengurangi dampak dari nilai ekstrem yang mungkin terjadi pada daerah-daerah dengan aset yang sangat besar. Penggunaan ukuran ini memungkinkan untuk menganalisis hubungan antara skala pemerintah daerah dengan kinerja keuangan yang dimilikinya.
Ukuran legislatif, yang diukur berdasarkan jumlah anggota DPRD yang aktif, menggambarkan seberapa banyak wakil rakyat yang terlibat dalam pembuatan kebijakan daerah. Jumlah anggota DPRD ini dianggap sebagai indikator dari seberapa besar pengaruh legislatif terhadap pembuatan kebijakan yang bisa berdampak pada pengelolaan keuangan daerah. Pengukuran ini relevan, karena lebih banyak anggota legislatif yang aktif bisa berarti adanya lebih banyak perspektif dalam pembuatan kebijakan fiskal yang berdampak pada kinerja keuangan daerah.
Tingkat ketergantungan keuangan diukur dengan menggunakan rasio antara dana alokasi umum (DAU) dan total pendapatan daerah. Rasio ini menunjukkan seberapa besar ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Semakin besar nilai rasio ini, semakin tinggi ketergantungan suatu daerah terhadap dana pusat. Pengukuran ini penting karena menggambarkan kemampuan daerah dalam mengelola pendapatan mereka sendiri, serta sejauh mana kemandirian fiskal mereka.
Leverage, yang diukur dengan menggunakan rasio debt to equity, menunjukkan sejauh mana pemerintah daerah mengandalkan utang untuk membiayai proyek atau kegiatan mereka. Rasio ini mengukur proporsi antara utang dan ekuitas yang dimiliki daerah, yang menjadi indikator dari tingkat risiko keuangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan. Pengukuran leverage ini relevan dalam konteks kinerja keuangan karena utang yang terlalu besar dapat berdampak pada kestabilan fiskal daerah.
Terakhir, pendapatan asli daerah (PAD) diukur dengan melihat jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh daerah itu sendiri, tanpa melibatkan dana dari pemerintah pusat. PAD merupakan salah satu indikator utama dalam menilai kemandirian fiskal suatu daerah. Semakin besar PAD yang dihasilkan, semakin mandiri daerah tersebut dalam pembiayaan kegiatan pemerintahannya. Oleh karena itu, pengukuran PAD memberikan gambaran yang jelas tentang sejauh mana suatu daerah mampu mendanai kebutuhannya tanpa bergantung pada dana dari luar daerah.
Secara keseluruhan, pengukuran variabel dalam penelitian ini telah dirancang dengan sangat hati-hati dan menggunakan indikator yang sesuai untuk menilai kinerja keuangan pemerintah daerah. Namun, penting untuk dicatat bahwa pengukuran ini bergantung pada data yang tersedia dan dapat dipengaruhi oleh kualitas laporan keuangan yang disampaikan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, ketelitian dalam mengumpulkan dan memverifikasi data sangat penting untuk memastikan akurasi hasil penelitian.
Pembahasan :Â
Faktor-Faktor Penentu Kinerja Keuangan Daerah
Pengelolaan Anggaran
Pengelolaan anggaran yang baik merupakan faktor penentu utama dalam kinerja keuangan daerah. Dengan perencanaan anggaran yang tepat dan alokasi dana yang efisien, pemerintah daerah dapat memastikan bahwa setiap sektor mendapatkan porsi yang sesuai. Selain itu, pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pemborosan atau korupsi.