Mohon tunggu...
Kristina Mariapul N. Sirait
Kristina Mariapul N. Sirait Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Mardi Waluya 2 Kota Sukabumi

Seorang guru yang mencintai dunia mengajar dan anak-anak, mencintai dunia bahasa dan selalu ingin belajar, mencintai dunia menulis dan rasanya tulisan tak pernah usai, mencintai kehidupan dan selalu rindu mendapat kehidupan baru, mencintai cinta dan rasanya terlalu sering menderita dalam cinta.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Lama dan Tak Terduga

4 Juli 2023   20:21 Diperbarui: 4 Juli 2023   20:35 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ternyata lama sudah aku tak melongokmu di sini. Banyak kejadian yang kualami. Banyak rasa yang mengharu biru di relung kalbu. Tapi entah mengapa, tak kulayangkan lariku ke tempat ini. Aku seakan ingin melupa segala termasuk tempat aku biasa mengadu di sini.

Untungnya, ya untung kukatakan, aku tak lari dari Tuhanku. Dalam sedihku, air mata kutumpahkan dalam doa-doaku. Dalam keluh kesahku, syukur tak ingin kulalaikan. Tetap kumengucap syukur karena aku masih dapat menyampaikan keluh kesah dan harapku hanya kepada-Nya.

Tahukah kau kawan, senang sekali saat aku bersama guru dan karyawan di yayasan kami mendapat kesempatan berlibur ke Pulau Bali. Dulu, 27 tahun yang lalu, aku pun mendapatkan kesempatan itu melalui studi tour SMA-ku kala itu. Sempat terbersit sedih dan tak ingin ikut, mengingat suami dan kedua anakku tak dapat kuajak dikarenakan alasan keuangan yang tidak memungkinkan. 

Kenapa hanya aku yang berangkat? Lalu mereka, 3 laki-lakiku aku tinggal? Tapi untungnya, sekali lagi kukatakan untung: suamiku membujuk tuk aku tetap pergi. Tentu sayang kalau sampai hal itu kulewatkan. Karena tidak mungkin biaya yang harus dikeluarkan yayasan untuk akomodasiku diberikan cuma-cuma jika aku tidak ikut, alias hangus.

Akhirnya Selasa, 20 Juni dini hari kami berangkat menggunakan bus pariwisata. Bersama seorang tour guide kami menikmati perjalanan panjang kami. Tentu salah satu yang menyenangkan adalah jam makan yang tak pernah terlambat. Sehingga aku yang biasanya mabuk darat, perjalanan Sukabumi-Baki-Sukabumi dapat kulalai tanpa mabuk. Untung!

Namun, dibalik kesenangan semua itu, tetap ada renungan di benakku. Maksudku, sempat aku berpikir, bagaimana jika ini adalah perjalanan terakhirku? Apakah pamitanku pada suami dan anak-anakku malam dan dini hari itu adalah pamitan terakhirku? Lalu, di hari pertama dan sesudah kunjungan ke obyek pertama kami (Tanah Lot), ada berita duka yang kami terima. Seorang rekan guru SD tak bisa ikut terus bersama kami karena harus mudik dikarenakan ayahnya yang meninggal. RIP bapak...

Rombongan tetap melanjutkan kunjungan ke objek wisata lainnya setelah membereskan tiket dan segala sesuatu keperluan dan kepulangan rekan kami itu. Kami menikmati, aku menikmatinya. Tanggal 25 subuh kami telah sampai di rumah kami lagi di Sukabumi.

Ketika di Bali, kami sudah tahu bahwa rombongan pegawai yayasan yang hanya berjumlah 10 orang setelah kepulangan kami nantinya juga akan ke Bali, 27-30 Juni. Bedanya dengan kami, mereka naik pesawat.

Benar saja, aku pun melihat postingan status beberapa pegawai yayasan yang menunjukkan keberadaan mereka di Bali. Hanya saja, kesedihan terjadi lagi. Tadi pagi, ada berita duka yang disampaikan kepwla sekolah tentang supir yayasan yang meninggal dunia. Yang mengagetkan, beliau meninggal di RSUP Bali. Tanda tanya besar.

Lalu melihat salah satu karyawan yayasan juga membuat status berita duka ini, akhirnya aku tanyakan pada beliau tentang keberadaan jenazah. Dan ternyata, sungguh sangat menyedihkan, almarhum masuk RS sejak tanggal 29 Juni dikarenakan sakit jantung. Tak bisa kubayangkan betapa repotnya rombongan kecil itu harus mengurus ke RS, mengabari keluarga di Sukabumi, dan bahkan harus ada yang tinggal serta meninggalkan yang sakit di RS karena jadwal kepulangan yang tidak mungkin ditunda. Ya walaupun ada dua atau tiga tiket pesawat yang terpaksa dibatalkan karena harus menunggui si sakit tentunya.

Saat ini, saat aku mengetikkan kata-kataku ini, jenazah didampingi anak dan menantunya masih dalam perjalanan menggunakan ambulans dari Bali-Sragen, Sragen-Sukabumi. Sungguh tak bisa kubayangkan bagaimana keluarga rekan kami ini kehilangan suami, ayah, dan kakek terkasihnya dengan cara seperti ini. Beliau jalan-jalan ke Bali, keterusan jalan ke Surga-Nya. Selamat jalan pak Uding. Biasanya Bapak yang nyupirin mobil yayasan, sekarang Bapak yang disupirin ambulans yayasan dari Sragen ke rumah Bapak. Tenanglah di alam keabadian.

Sungguh, tiada yang dapat menebak jalan dan rencana Tuhan. Tinggal kita siap sedia selalu dan berserah pada kehendak serta kuasa-Nya. Semoga siap saat tak terduga Ia memanggil kita. Entah sebentar atau masih lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun