Wajah Wagiman terlihat semringah duduk di kursi berroda berwarna hitam dominan abu - abu. Lelaki bertubuh lebar tak berperasaan itu duduk berputar ke kiri kanan sambil sesekali merebahkan lehernya bila saldo keuangan perusahaan tidak cukup untuk membayar tagihan supplier. Kursi panas itu hanya bisa merintih mencoba tetap bertahan menahan kesuburan tuannya.
Pagi itu Wagiman mengenakan celana panjang kekuningan di padu hem kotak - kota, berjalan menyusuri lorong gelap loading dock B. Kemudian berbelok ke kanan sedikit berhati - hati menuruni anak tangga licin berdebu menuju kantornya di basement mall. Ia tak suka duduk di emperan kantor, menyeruput kopi pahit dan atau mengotori udara pagi dengan hempasan asap rokok putih tebal. Selain merogoti organ dalam tubuh juga mengikis perlahan isi dompet yang terkadang tak bisa bertahan menempel hingga akhir bulan sebagai akibat gaya hidup yang salah. Cukup mengelus dada menghela napas panjang melihat sekawanan rekan kerja menghabiskan semangat pagi dengan mengusap layar ponsel berlomba mengejar tingkatan level dan membentengi diri dari serangan musuh.
Seorang workaholic seperti Wagiman hanya fokus memandang layar komputernya sambil sesekali merenggut, menggaruk kepala, menopang dagu lalu kembali jemarinya menari lincah pada keyboard. Ia benar - benar menerapkan cara kerja managernya yang hampir tak punya waktu sedetikpun untuk hanya sekedar menoleh ke kanan kiri. Rekan kerja lain seolah - olah di buat heran sekaligus takjub akan kehebatan Wagiman dalam menaklukkan kursi panas tersebut.
Sebab baru setahun perusahaan itu berdiri tegak epic menggoda namun posisi jabatan yang sekarang dijajal Wagiman ini sudah berganti 9 orang muda kreatif. Mereka memilih resign bukan tanpa alasan. para kawula milenial ini menginginkan agar gaji besar yang mereka peroleh setiap bulannya tak lantas membeli mematikan daya imajinasi sarat akan kreatifitas. Tak bisa hanya diam terpaku menjalankan ide usang mereka yang telah lebih dulu jatuh bangun sebelum akhirnya meraih sukses. Berbekal mereka makan banyak asam garam di terapkan secara detail pada era kebangkitan.
Namun entahlah saraf seorang Wagiman yang hidup di era 90an mampu di setting dengan mudah mengikuti pola penerapan seperti ini. Hanya bisa berharap Wagiman masih menggunakan akal sehatnya bila di pancing berbelok mengikuti ide gila atasannya. Mengingat kasus first travelyang sedang hangat di perbincangkan setanah air maupun mata dunia internasional bisa saja secara tidak langsung merangsang sel saraf motorik sebagian orang untuk berbuat jahil bergaya hidup hedonism. Kasus ini ibarat serigala berbulu domba - membungkus rapi kejahatan, memberdayai dengan kebaikan lalu secara membabi buta merampas mencuri hak dan niat suci orang lain. Tak apalah orang lain menderita yang penting aku senang berselancar mengitari seluruh permukaan bumi dan memiliki ini itu.
Sistim kerja seperti Wagiman yang tak pernah membantah sedikitpun terkait metode pembuatan laporan neraca rugi - laba selalu saja mendapat apresiasi yang luar biasa ketimbang pendahulunya. Laporan yang di sodorkan ke meja atasan semacam lezatnya steak wagyu tenderloin di lahap begitu saja tanpa meninggalkan bekas coretan harap segera di revisi dan di kirimkan kembali besok pagi sebelum jam 09.00. Loyalitas dan totalitas seorang Wagiman - makan minumpun di depan layar komputer serta sedikit bersosialisasi dengan rekan kerja lain menjadi nilai plus tersendiri di hadapan para penguasa pemangku jabatan.
Surabaya, 06 September 2017
Kristianus Ato
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H