Mohon tunggu...
Kristianus Garman
Kristianus Garman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pecinta Kebijaksanaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Minggu Palma

24 Maret 2024   20:49 Diperbarui: 24 Maret 2024   20:56 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lautan manusia berkumpul dan khusuk dalam doa. Dari berbagai tempat berkumpul bersama merayakan peristiwa yang sangat mulia. "Hosana Putera Daud," semua orang bersorak gembira dan mengangkat daun Palma di tangan. Semua orang sangat sukacita, sebab sang penyelamat sudah datang. "Dimana penyelamatnya mama," tanya Adit kepada mamanya. " Itu Tuhan Yesus yang bergantung di salib itu," jawab mamanya dengan senyum. Terus," kenapa kita melambaikan tangan dan mengangkat daun Palma ketika bapa uskup masuk Gereja," lanjut Adit. Mamanya nampak bingung, entah apa yang ada dalam benak anaknya. " Adit, sayang. Tuhan Yesus itu sudah menyelamatkan kita dan Ia telah memberikan tugas kepada kita semua, terutama kepada para imam, uskup dan paus untuk mewartakan kasihnya. Dan kenapa bapa uskup yang masuk Gereja kita menghormatinya. 

Karena dalam dirinya Tuhan Yesus hadir untuk merayakan Ekaristi keselamatan. Dan uskup dan para imamlah yang mempunyai kewajiban untuk memimpin perayaan Ekaristi, juga Ia merupakan simbol kehadiran Yesus yang masuk ke kota Yerusalem ," jelas mamanya panjang lebar. " Kalau begitu Ma, hanya pada mereka ada Tuhan Yesus?" Lanjutnya. Mamanya sangat pusing menjawabnya. Adit masih berumur 10 tahun, tetapi kemampuan untuk mengetahui banyak hal sangat tinggi dalam dirinya. Namun, sang ibu menjelaskan kepadanya dengan teliti. Memang menghadapi pertanyaan seperti ini harus mempunyai kemampuan untuk memahami aspek kognitif Mereka." Begini, Adit," mamanya mulai menjelaskannya lagi. 

"Semua orang yang telah dibaptis dalam nama Yesusitu adalah murid -Nya, sebagai murid tentu Yesus selalu hadir bersama kita. Dan uskup dan para imam, mereka dipanggil secara khusus untuk melayani Tuhan," jelas mamanya. "Oh begitu ya, Ma. Adit sudah mengerti mama," ketusnya polos.Mamanya tersenyum puas. Ia sangat senang karena anaknya telah mengerti apa yang ditanyakan." Ma, nanti aku mau jadi imam ya, Ma." Ungkapnya lagi. Pernyataan ini membuat mamanya sangat kaget. Usia masih belia tapi mimpinya sampai ke bubung langit. " Adit tau kan bahwa jadi imam itu harus menghadapi berbagai tantangan," jawab mamanya. " Apa tantangannya Ma," balasnya dengan semangat. " Mereka itu tidak menikah, pergi meninggalkan keluarga, hidup miskin, dan taat kepada Tuhan,apakah kamu mau seperti itu?" Balas sang mama. "Hem,...nantikan itu dilatih to, Ma? tanyanya. 

" Ia Adit, mereka itu dididik dengan pendidikan yang sangat ketat. Mereka sekolah lama sekali. Ada yang 11 tahun dan ada yang sampai 13 tahun, pokonya lama sekali, Dit," jelas mamanya panjang lebar. Adit hanya mengangguk. Ia mengejutkan keningnya. Seakan-akan ada pertanyaan yang tersisa dibenaknya." Mama, katanya imam itu orang yang harus hidup sederhana, tetapi mereka banyak mobil mewah tu." Pertanyaan yang sangat pelik. Mamanya diam sejenak. Memikirkan jawaban apa yang mesti diberikan kepada buah hatinya. Pertanyaan ini memang bersifat tendensius. Salah jawab akan menyebabkan pemahaman yang salah pula. Apalagi usia Adit masih kecil yang otaknya belum mampu menangkap dan memahami realitas yang baru. Ia bergeming sejenak. Ia menarik nafas. Ia sungguh merasakan kehadiran sang anak menjadi tantangan dan kebahagiaan untuk kemapuan yang tajam dalam bertanya. 

Memang banyak imam sekarang yang mempunyai mobil mewah dan mereka hanya menggunakan untuk kegiatan pastoral." Begini Adit. Mereka itu mempunyai mobil agar mereka itu bisa melayani umat yang jauh dari pusat paroki. Dengan adanya mobil mereka dapat melayani umat dengan baik dan tepat waktu." " Ohh, begitu ya, Ma." Balasnya singkat. Namun, dari matanya masih tersimpan seribu tanya. Ia nampaknya belum puas dengan jawaban mamanya. Dan mamanya berpikir bahwa kalau saja Adit tanya kepada orang-orang yang memberikan jawaban yang salah. Nanti ia hanya menerima dan mengolah semua jawabannya. Sang ibu pun mulai khawatir, sampai -sampai ia mengawasi pergerakan sang anak. Dengan siapa ia bermain, selalu diawasi. Sejenak mamanya berpikir. Memang kehidupan selibat para imam banyak tanya yang tak dijawab atau ditanggap. Contohnya, mereka menggunakan mobil, sedangkan umat-umat mereka masih terjerat dengan kondisi ekonomi yang ekstrim. Katanya, mereka adalah Kristus yang nampak. Dan sebagainya pilihan Yesus semestinya mereka harus membawa rahmat pembebasan bagi mereka. Tetapi, sekarang malah mereka tidak menghidupkan spiritualis itu. Ah, ia sempat bingung, kenapa Ia berpikir seperti itu. Toh, banyak imam yang berjuang membebaskan umat mereka keluar dari belenggu kemiskinan. Begitulah realitasnya. Dan semua ini gara-gara Adit yang selalu banyak tanya. Adit, setelah Minggu Palma.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Paradoks Cinta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun