Mohon tunggu...
KRISTIANUS FOSTERMAN
KRISTIANUS FOSTERMAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA FAKULTAS FILSAFAT UNIVERSITAS WIDYA MANDIRA KUPANG

MENULIS AGAR ABADI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan di Ujung Pena Lukas Penginjil

6 November 2021   10:55 Diperbarui: 6 November 2021   11:04 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PEREMPUAN DI UJUNG PENA LUKAS PENGINJIL

Oleh: Kristianus Fosterman

 

Catatan Awal

            Lukas adalah penulis injil Lukas dan Kisah Para Rasul.[1] Dia menuliskan kisah Yesus pertama-tama untuk seseorang yang bernama Theofilus (bdk Luk 1:1-4), yang sepertinya seorang pejabat Romawi yang tertarik dengan Kekristenan dan bertobat menjadi Kristen. Jemaat Lukas adalah orang-orang yang berada di luar Palestina, yang dianggap kafir dan berdosa oleh orang-orang Yahudi.

 

Lukas melukiskan hidup dan karya Yesus seperti dalam sebuah album foto, sejak kelahiran hingga kenaikanNya ke Surga. Menurut Tom Jacobs, dengan berpedomankan pada Kis 10:36-41, Injil Lukas dapat dibagi menjadi enam bagian, yaitu pertama, kisah kanak-kanak (bab 1-2). Kedua, karya Yesus di Galilea (bab 3-4). Ketiga, Yesus bersama para muridNya (bab 5:1-9:50). Keempat, Yesus dalam perjalanan ke Yerusalem (bab 9:51-19:10). Kelima, minggu terakhir di Yerusalem (bab 19:11-23:56). Keenam, kisah kebangkitan (bab 24).[2] Ini adalah kisah perjalanan hidup dan karya Yesus. 

 

Lukas melukiskan bahwa Yesus dalam karya atau penampilanNya di depan umum, senantiasa berbaur dengan orang-orang miskin dan yang tertindas baik secara sosio-kultural, religious, ekonomi, maupun politik. Lukas juga sangat memberikan perhatian yang khusus kepada kaum perempuan yang dianggap sebagai the second class dalam Yudaisme atau dalam kekaisaran Yunani-Romawi pada umumnya. Ia mengisahkan Yesus yang memandang wanita sederajat dengan pria. Lukas melalui buku pertama (injil) dan buku keduanya (Kis), mengeritik budaya patriarkat dalam Yudaisme, meskipun tidak secara eksplisit dikatakannya. Namun, kisah peran kaum perempuan yang menonnjol dalam injilnya sudah menunjukkan keprihatinannya kepada perempuan di zaman itu. Ia hendak mengangkat dignitas kaum perempuan, bahwa mereka juga adalah manusia yang memiliki hak dan kebebasan sama seperti laki-laki.

 

Agar kita memiliki pemahaman yang mendalam tentang mengapa Lukas menampilkan serta peran yang berarti dari perempuan dalam karya pelayanan Yesus, kenaikanNya hingga datangnya Roh Kudus pada peristiwa pentekosta, baiklah terlebih dahulu secara singkat kita melihat bagaimana sistem sosio-religious, dan kultural pada masa Yesus yang tentunya juga tidak jauh berbeda dengan masa Lukas (70 tahun setelah Yesus).

 

Sistem Sosial

 

Dalam sistem sosial, masyarakat dikelompokkan berdasarkan kelas dan dalam pelbagai lapisan. Hal ini dapat dibedakan berdasarkan sektor teritori, sebagai akibat dari sistem perekonomian, yaitu sector pedesaan dan perkotaan. Struktur sosial ini berpola hierarkis. Pada sektor pedesaan terdapat tuan tanah, pengrajin, buruh tani dan budak. Dan pada sektor perkotaan terdapat kaum kaya, kelas menengah dan orang-orang miskin (buruh tani, budak, dan proletar pinggiran yang dikucilkan). Nelayan tergolong dalam kelas menengah rendah. Kelas menengah atas adalah para imam bangsawan, para saudagar besar, dan pejabat tinggi. Para imam juga bisa berasal dari kelas menengah bawah, tergantung perekonomian mereka.

 

Pada sector perkotaan terdapat juga pedagang kecil, pengrajin, dan pejabat rendahan. Orang-orang yang dianggap miskin karena alasan agama dan budaya, penyandang disabilitas, sakit kusta, sakit jiwa, pelacur, serta mereka yang dicap najis karena perkawinan campur dengan bangsa yang lain[3]. Dalam sistem sosial yang berkuasa dan menempati jabatan khusus dalam pemerintahan adalah para orang kaya atau kaum bangsawan. Dari kaum bangsawan inilah yang akan dipilih oleh penjajah Romawi untuk menjadi imam agung.

 

Religius dan Budaya

 

Dalam Yudaisme ditekankan keotentikan keturuan atau gen. Orang yang mampu mempertahankan keaslian kayahudiannya, tanpa campuran darah dari bangsa lain akan dianggap sebagai anak Abraham, dan karena itu ia berhak melaksanakan hak sipilnya. Orang-orang yang kawin campur dianggap hina, yang berelasi dengan orang-orang kafir dianggap najis.[4]

 

Kaum Farisi dan para ahli Taurat menggunakan hukum Taurat untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka akan memilih teks, firman atau hukum tertentu untuk membenarkan diri mereka dan menindas rakyat. Inilah yang dikecam oleh Yesus. Mereka memerintahkan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu yang tidak mereka lakukan, itulah yang kiranya dikatakan oleh Yesus bahwa kaum farisi meletakan beban di atas Pundak orang lain, sedangkan mereka sendiri tidak memikulnya.

 

Agama memiliki peran yang sentral dalam Yudaisme. Konsekuensinya adalah seluruh kehidupan orang-orang Israel mestinya berlandaskan pada ajaran agama. Dan barang siapa yang melanggar hukum keagamaan (Taurat) akan mendapatkan hukuman. Dalam Yudaisme, sistem keagamaan sulit dipisahkan dari kebudayaan. Secara konseptual kita dapat membedakannya sedangkan dalam praktiknya sulit untuk dipisahkan. Kebudayaan membentuk keagamaan, demikian sebaliknya.

 

Mengenai perempuan, dalam kebudayaan Yudaisme ia berada pada kelas kedua. Laki-laki memiliki kuasa yang besar atas diri perempuan. Ayah akan sangat berkuasa atas anak perempuannya atau suami berkuasa atas istrinya. Perempuan tidak memiliki hak untuk memilih siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya. Sudah ditentukan oleh ayahnya. Perempuan tidak bisa menceraikan suaminya, tetapi suaminya dapat menceraikan istrinya meskipun dengan alasan yang sepele. Perempuan tidak memiliki hak politik, pekerjaan mereka hanya mencuci pakaian, menjahit, memintal, menyusui bayi, membasuh muka, tangan, dan kaki suaminya.[5]

 

Perempuan tidak dihargai dan dianggap sebagai kaum yang rendah martabatnya. Perempuan juga dipandang tak ada bedanya dengan barang yang dapat dimiliki atau dibuang. Perempuan dipandang hampir setara dengan benda milik, yang akan digunakan jika diperlukan, dan akan dibuang jika tidak diperlukan lagi. Perempuan sungguh mengalami tindakan diskriminasi sosial. Martabatnya diinjak-injak, dan bahkan tidak layak berbicara tentang martabat perempuan di dalam Yudaisme. Akan tetapi, Lukas melukiskan hal yang sama sekali baru di mata orang-orang Yahudi, tentang eksistensi kaum perempuan.

 

Perempuan di Ujung Pena Lukas

 

Penginjil Lukas tidak hanya menggambarkan pribadi Yesus yang bergaul dengan orang miskin dan tertindas, tetapi juga memberikan perhatian kepada kaum perempuan. Lukas melukiskan Yesus yang juga memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk membantuNya dalam pelayananNya (Luk 8:2-3). Dan hal ini dalam aspek sosio-religius Yudaisme merupakan suatu sandungan. Karena itu tindakan Yesus ini bertentangan dengan Yudaisme. Dalam hal ini sangat jelas perhatian Lukas pada pembelaan terhadap dignitas kaum perempuan.

 

Injil Lukas memperlihatkan bagaimana Yesus sangat akrab dengan perempuan. Mereka dianggapnya sebagai sahabat. Ia sangat menghargai harkat dan martabat mereka sebagai manusia (Luk 7:48). Yesus tidak melihat kesalahan apa yang telah dilakukan oleh perempuan yang dianggap pelacur oleh kebanyakan orang. Karena bagiNya seseorang adalah bukan kesalahannya, karena itu hanyalah apa yang dia lakukan. Kesalahannya tidak menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Tetapi seseorang adalah pribadi karena martabatnya yang khas, secitra dengan Allah. Maka karena perempuan secitra dengan Allah, sudah sepatutnyalah dia dihargai layaknya laki-laki.  

 

Lukas melukiskan bahwa dalam pandangan Yesus bagaimana pun juga perempuan sama dan sederajat dengan laki-laki, karena itu mestinya diberi ruang bagi mereka untuk berekspresi, menggunakan kapasitas-kapasitas yang mereka miliki yang tidak jauh berbeda dengan laki-laki (bdk. Luk 8:2-3). Bahkan di awal injilnya Lukas melukiskan bagaimana Allah menggunakan dua orang pribadi perempuan sebagai alatnya dalam karya penyelamatan dunia. Allah memilih Maria dan Elizabeth, mereka adalah perempuan pertama yang disebutkan di dalam injil Lukas. Dengan ini Lukas melukiskan bahwa betapa pentingnya kaum perempuan di dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia. Dengan ini juga hendak menunjukkan bahwa betapa martabat perempuan itu sangat berharga di mata Allah.

 

Selain Bunda Maria dan Elizabeth, Lukas juga menyebutkan beberapa wanita yang lain yang menyertai Yesus bersama para murid-muridNya, yakni, Maria Magdalena, Yoana (istri Khuza, bendahara Herodes), Susana, dan masih banyak yang lainnya (Luk 8:1-3). Dalam Lukas 7:36-50, dilukiskan bagaimana Yesus bersikap ramah kepada Maria dari Magdala, seorang gadis yang berangkali memberikan pelayanan di sebuah penginapan.[6] 

 

Dengan demikian setidaknya memperlihatkan kepada kita bahwa selain penginjil kaum miskin, Lukas juga adalah penginjil kaum perempuan, yang menyuarakan suara kaum perempuan yang terkungkung di alam kerangkeng patriarkat. Lukas boleh dikatakan sebagai kaum feminis, meskipun tidak menyebut dirinya demikian, karena kedua bukunya pertama-tama diperuntukkan bagi Theofilus. Akan tetapi tulisan-tulisannya menunjukkan kepada kita bahwa ia adalah kaum pembela perempuan. Ia memperlihatkan Yesus yang berbaur dengan kaum miskin serta kaum perempuan, yang dianggap sebagai kelas kedua di dalam Yudaisme. Maka sesungguhnya Yesus dan gerakan yang ia prakarsai, yang dilukiskan oleh Lukas merupakan suatu pembaharuan yang boleh dibilang radikal di dalam Yudaisme.[7] Dengan gerakan Yesus ini hendak membuka mata orang-orang Yahudi dan membongkar dogmatisisme cara pandang terhadap kaum perempuan. Cara pandang yang melihat perempuan subordinat terhadap laki-laki.

  

CATATAN

[1] David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, Sejarah Teologi Yang Mengubah dan Berubah, Stephen Suleeman (penerj.), (Jakarta: PT. Bpk Gunung Mulia, 2015), hal. 131

[2]Tom Jacobs, SJ, Lukas Pelukis Hidup Yesus, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hal. 33

[3] Yvon Ambroise dan R.G.I Lobo, Transformasi Sosial Gaya Yesus, (Maumere: LPBAJ, 2000), hal. 17

[4] Ibid. Hal. 22

[5]Ibid. Hal. 19

[6] Jhon Wijngaards, Yesus Sang Pembaharu, A. Widyamartaya (penerj.), (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hal. 47

[7]  Stephen B. Bevans dan Roger P. Schroeder, Terus Berubah- Tetap Setia, Yosef M. Florisan (penerj.), (Maumere: Ledalero, 2006), hal. 14

                                                                                       

                                                       DAFTAR PUSTAKA

Ambroise, Yvon dan R.G.I Lobo, Transformasi Sosial Gaya Yesus, (Maumere: LPBAJ, 2000)

Bevans, Stephen B. dan Roger P. Schroeder, Terus Berubah- Tetap Setia, Yosef M. Florisan (penerj.), (Maumere: Ledalero, 2006)

Bosch, David J., Transformasi Misi Kristen, Sejarah Teologi Yang Mengubah dan Berubah, Jacobs, Tom, Lukas Pelukis Hidup Yesus, (Yogyakarta: Kanisius, 2010)

Stephen Suleeman (penerj.), (Jakarta: PT. Bpk Gunung Mulia, 2015)

Wijngaards, Jhon, Yesus Sang Pembaharu, A. Widyamartaya (penerj.), (Yogyakarta: Kanisius, 2003)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun