Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Paman Anwar Tak Menarik Lagi

9 November 2023   13:01 Diperbarui: 9 November 2023   13:09 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Ketua Hakim MK Anwar Usman dibehentikan dari jabatan ketua MK. Foto: antaranews.com

Cap buruk pun melekat selamanya pada hakim Anwar Usman. Waktu 40 tahun menjabat sebagai hakim dilumat seketika. Usai membuat putusan terkait batas usia capres-cawapres, hakim Anwar Usman dihujat sana-sini. Keadaan ini kemudian diperburuk dengan kondisi ketika hakim Anwar Usman dinyatakan melanggar kode etik. 

Selain melanggar kode etik Mahkamah Konstitusi (MK), hakim Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Hakim MK. Belum sempat menghela napas karena diberhentikan dari jabatan ketua, hakim Anwar Usman didesak untuk mundur dari jabatannya sebagai hakim MK. Setelah dia mundur dari hakim MK, apalagi coba?

Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Ketua Hakim MK Anwar Usman tentu membuka tabir jalan buntu yang dialami pasangan Prabowo-Gibran. Semenjak perkara terkait pelanggaran kode etik hakim MK masuk ke loket MKMK, perang hujatan semakin memanas. 

Buntutnya, Mantan Ketua MK Anwar Usman harus turun dari jabatannya sebagai Ketua Hakim MK menjadi hakim anggota. Tak ada celah banding setelah Anwar Usman diberhentikan. Tak ada pula pasal atau regulasi yang mengatur secara pasti bahwa ketua hakim MK yang diberhentikan, boleh mengajukan banding. Sampai di sini, hakim Anwar tak punya pilihan lain.

Hakim Anwar membuat pernyataan resmi ke publik bahwa rencana politisasi dirinya buntut Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capares-cawapres sudah diketahui sebelumnya. Anwar merasa ada grand design yang mencoba mempolitisasi dan menjadikan dirinya sebagai obyek dalam berbagai putusan MK. Delik putusan yang mengarah pada poin back up membuka peluang bagi generasi mendatang dilihat Anwar sebagai sebuah hal yang wajar.

Mantan Ketua Hakim MK Anwar Usman dibehentikan dari jabatan ketua MK. Foto: antaranews.com
Mantan Ketua Hakim MK Anwar Usman dibehentikan dari jabatan ketua MK. Foto: antaranews.com

Untuk itulah hakim Anwar berani mengetok palu. Terkait putusan meloloskan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo pada Pilpres 2024 mendatang diamini hakim Anwar sebagai celah bagi cita-cita generasi yang akan datang. Inilah yang direspon Anwar Usman ketika pertanyaan soal MK dipelesetkan menjadi Mahkamah Keluarga.

Pasca diputuskan bersalah dan melanggar kode etik hakim MK, hakim Anwar merasa sendiri. Berbagai tudingan dan permohonan ekstra tetap membanjir, meski Anwar sudah diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Hakim MK. Masih saja ada teriakan dan desakan agar Anwar mundur dari keanggotaan hakim MK. Kehadiran Anwar Usman dalam keanggotaan hakim MK masih dilihat sebagai celah intervensi konflik kepentingan. 

Memang sejumlah ketentuan terkait pemberhentian dirinya sudah dibacakan secara jelas, termasuk melarang hakim Anwar Usman untuk menangani berbagai jenis sengketa berkaitan dengan Pileg, Pilkada, dan Pilpres. Akses hakim Anwar Usman kini semuanya ditutup. Keberadaan hakim Anwar Usman justru dibatasi dalam proses penanganan perkara.

Hakim Anwar Usman sejatinya tak hanya menyinggung soal rencana politisasi yang mengarah pada dirinya. Hakim Anwar Usman juga menyinggung soal fitnah keji yang dilakukan sejumlah pihak kepada dirinya. 

Dalam kutipan pembelaannya yang disiarkan secara publik, hakim Anwar Usman berujar bahwa harkat dan mertabatnya sebagai hakim selama 40 tahun dilumat oleh sejumlah fitnah yang amat keji dan kejam. 

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Foto: merahputih.com
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Foto: merahputih.com

Fitnah keji dan kejam dialamatkan pada dirinya terkait Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu dibaca sebagian orang sebagai bentuk intervensi hakim Anwar Usman kepada keponakannya Gibran Rakabuming Raka. Jika tak ada nama sosok Gibran yang kemudian melaju ke kursi cawapres, mungkin putusan ini tak terlalu riuh untuk dibicarakan.

Rekam jejak tetap akan menjadi sejarah. Meski sudah melakukan pembelaan secara virtual, ingatan publik soal hakim Anwar Usman akan terus menyandera. Wibawa dan integritasnya sebagai seorang hakim tak lagi "sesuci" dulu. Kini hakim Anwar Usman telah ternodai. 

Pelanggaran kode etiknya masuk kategori pelanggaran berat dan oleh karenanya ia diberhentikan dari jabatan hakim ketua MK. Seandainya MKMK Banding sudah dibentuk, hakim Anwar Usman bisa sesegera melakukan banding. Dalam hal inilah, hakim Anwar Usman hanya bisa berpasrah. Jabatan ketua MK tentu tak lagi menjadi milik Allah, tetapi sepenuhnya bergantung pada MKMK.

Hakim Anwar Usman sudah pasti tak mampu melakukan "perlawan secara hukum." Apa yang bisa dibuat adalah memasrahkan semuanya. Tudingan, ejekan, caci-maki, dan pandemi kata hujatan hanya bisa dibaca, didengar, dan diresapkan. 

Ketiadaan Majelis Kehormatan Banding di tubuh MK membuat hakim Anwar Usman hanya bergumam dan mendoakan mereka yang dianggap mempolitisasi, memfitnah, menghujat, dan merusak harga dirinya. Satu-satunya cara adalah membentuk Majelis Kehormatan Banding MK. Melalui MK Banding, hakim Anwar Usman bisa mengajukan nota pembelaannya secara terstruktur dan gamblang.

Pertanyaannya, jika hakim Anwar Usman ngotot agar ia melakukan banding, apakah dimungkinkan MK membentuk lembaga lain serupa MK Banding? Secara yuridis, untuk saat ini, tentu tak ada aturan pasti yang menyebut bahwa hakim ketua MK yang diberhentikan dapat mengajukan banding. Pemberhentian hakim Anwar dari jabatan sebagai hakim ketua memberikan dampak turunan, yakni hakim Anwar tidak bisa lagi mencalonkan diri sebagai hakim ketua dan tidak diberi akses untuk mengurus perkara yang berpotensi menciptakan conflict of interest.

Ketua MK Anwar Usman di Kantor MK. Foto: rri.co.id
Ketua MK Anwar Usman di Kantor MK. Foto: rri.co.id

Lalu pertanyaannya selanjutnya, "Bagaimana jika hakim Anwar Usman mundur dari keanggotaan hakim MK?" Sejumlah pihak mendesak, tetapi hakim Anwar tak goyah. Jabatan yang semula disampaikan hakim Anwar sebagai "milik Allah" membuat hakim Anwar tetap kokoh bertahan. Padalah, jika hakim Anwar memilih mundur, kemungkinan besar wibawanya sebagai hakim MK masih dijaga -- setidaknya untuk mengobati iklim hati masyarakat saat ini. 

Kesadaran diri atas kesalahan yang telah dibuat dan memilih mundur dari jabatan hakim MK justru mengindikasikan bahwa hakim Anwar Usman mampu memperbaiki diri. Akan tetapi, selama hakim Anwar masih berkutat dengan suasana kehakiman, hakim Anwar akan tetap disandera label buruk dari publik. Konsekuensinya, apapun keputusan yang melibatkan hakim Anwar Usman ke depannya, pasti dianggap kurang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun