Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Hakim MK Melanggar, Gibran Tetap Melenggang

7 November 2023   11:36 Diperbarui: 7 November 2023   12:01 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari ini MKMK akan membacakan hasil sidang pelanggaran kode etik hakim MK. Foto: https://nasional.kompas.com 

Ketua MK tentu akan pasang badan terkait hasil putusan MKMK. Apapun yang terjadi, Paman Anwar bersedia. Jika dinyatakan melanggar, Ketua MK Anwar Usman hanya akan diberi teguran dan sanksi. Imbasnya, ia mungkin akan kehilangan kepercayaan, wibawa, dan citra. Tapi, tak apa. Ada balasan berlipat yang akan diterima meski ia dinyatakan melanggar. Yang terpenting adalah putusan yang sudah ia tetapkan, mampu menjaga posisi Gibran. Melanggar kode etik memang sudah seharusnya. Hakim MK pasti tak jauh dari frasa "Namanya juga manusia, tak luput dari kesalahan."

Di ruang sidang MKMK sedang berlangsung evaluasi etik hakim MK. Para hakim MK ini diuji, diselidiki, dicecar pertanyaan, dan diberi teguran atau sanksi. Di ruang sidang itu, mereka tengah menunggu teguran. Hanya soal mereka dan perilaku mereka. Terkait putusan yang mereka buat beberapa hari yang lalu soal batas usia capres-cawapres tidak ada kaitannya sama-sekali. Ya, sidang MKMK hanya sebatas ada pelanggaran kode etik MK atau tidak. Hanya itu.

Sidang pelanggaran kode etik Mahkamah Konstitusi (MK) akan berakhir dengan sebuah putusan. Hari ini Selasa (7/11/2023) -- sehari sebelum waktu pengusulan bakal pasangan calon pengganti --  Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membacakan hasil putusan sidang kode etik yang menyeret nama kesembilan hakim MK. 

Sidang kode etik MKMK ini merupakan buntut dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Atas putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), ada sejumlah pihak yang merasa bahwa putusan tersebut keluar dari koridor hukum yang semestinya. Untuk itu perlu dikaji ulang.  

Dalam proses sidang yang berlangsung selama sepekan, isu terkait putusan MK selalu menjadi topik hangat. Bahkan, topik putusan MK ini selalu dikaitkan dengan nama putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Gibran Rakabuming Raka. Semenjak Gibran diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 mendatang, publik merasa ada yang tidak beres dengan tata kelola hukum di MK. 

Publik beropini bahwa putusan MK soal batas usia capres-cawapres sarat kepentingan. Conflict of interest yang melibatkan paman Gibran yang juga Ketua MK Anwar Usman dinilai sangat memengaruhi arah putusan MK kemarin. Tapi apa daya kata Arief Hidayat. Apa yang sudah diputuskan tentu tidak bisa dikembalikan.

Hari ini MKMK akan membacakan hasil sidang pelanggaran kode etik hakim MK. Foto: https://nasional.kompas.com 
Hari ini MKMK akan membacakan hasil sidang pelanggaran kode etik hakim MK. Foto: https://nasional.kompas.com 

Hasil putusan MKMK hari ini tentu tidak akan memengaruhi putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Sidang MKMK pada dasarnya hanya fokus pada masalah etik hakim MK. Dalam hal ini, MKMK tidak akan menilai, mengubah, atau membatalkan putusan yang sudah dibuat MK. Artinya, MKMK hanya memiliki kewenangan untuk menangani pelanggaran kode etik -- bukan terkait hasil putusan MK. 

Ranah koreksi hasil putusan atau upaya review putusan, tetap akan dikembalikan ke MK. Jika nanti Anwar Usman dan kawan-kawan terbukti melanggar, mereka hanya diberikan semacam teguran atau sanksi. Lebih dari itu -- terkait pembatalan putusan yang telah mereka buat untuk bangsa ini -- bukan lagi menjadi kewenangan MKMK.

Jika ingin menguji hasil putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), maka perlu dibuat kajian baru. Perlu ada permohonan baru yang secara spesifik untuk menguji atau mengoreksi putusan yang telah dibuat MK. Artinya, perkara terkait pelanggaran kode etik hakim MK dan review hasil putusan MK ditempatkan pada bilik yang berbeda. 

Tentu ketika diselidiki secara berbeda, ada jeda waktu yang harus disediakan. Di sini, kita sampai pada pemahaman bahwa menguji putusan MK tentu bukanlah hal yang mudah. Terkait sifat putusan MK yang final dan mengikat, juga bukanlah poin sepele yang mudah diuji.

Putusan MKMK hari ini sejatinya tak akan memengaruhi kedudukan Prabowo-Gibran. Sinyal-sinyal yang sudah dikemukakan Ketua MKMK Jimly Assihiddiqie dalam konferensi pers terkait hasil putusan, tentu jauh dari unsur menyinggung hasil putusan MK. Jimly bahkan menilai bahwa kewenangannya dalam MKMK sangatlah terbatas. MKMK hanya bermain di koridor pelanggaran kode etik hakim MK. Hasil putusan MK, meski hakim MK-nya dinyatakan melanggar, tetap bersifat final-mengikat dan hasil putusan itu harus dikembalikan ke MK.

Kode yang disampaikan Ketua MKMK, tentunya memberikan gambaran awal bahwa memang hasil putusan sidang MKMK nanti tak akan lari jauh dari apa yang sudah dihidangkan akhir-akhir ini di media. Artinya, isu terkait hasil putusan MKMK yang hanya memeriksa pelanggaran kode etik hakim MK, tidak akan menyentuh hasil putusan MK yang menjadi sorotan utama selama ini. 

Menariknya, ketika isu ini sengaja digulirkan lebih awal dengan maksud agar publik tidak akan kaget dengan hasil putusan sidang MKMK dibacakan. Inilah strategi komunikasi yang lumrah dilakukan. Seberapa besar respon publik ketika isu digulirkan lebih awal membuat MKMK mampu memanajemen hasil putusan dengan baik.

Ketua MK Anwar Usman dan Presiden Joko Widodo. Foto: https://www.detik.com
Ketua MK Anwar Usman dan Presiden Joko Widodo. Foto: https://www.detik.com

Hemat saya, apapun putusan MKMK terkait pelanggaran kode etik hakim MK justru hanya membuat Prabowo-Gibran makin dikenal. Hastag dengan nama Prabowo-Gibran justru akan lebih nyantol di ingatan publik ketimbang efek putusan MKMK. Pandemi hastag Prabowo-Gibran ini tentu bisa dikelola oleh buzzer untuk membuat narasi-narasi positif. 

Selain itu, hasil putusan yang hanya menyentuh aspek kode etik hakim MK -- bukan hasil putusan  MK Nomor 90/PU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) -- justru membuat Prabowo-Gibran lebih mantap menuju Pilpres 2024. Hal ini tentu berkaitan dengan jadwal yang disampaikan KPU terkait schedule pengusulan bakal pasangan calon pengganti.  

Hemat saya, ketika hasil putusan MKMK hanya menangani masalah kode etik hakim MK, artinya pasangan Prabowo-Gibran hanya memiliki waktu satu kali 24 jam untuk mengubah pasangan. Sesuai jadwal KPU, hari Rabu (8/11/2023) merupakan waktu bagi pasangan calon untuk pengusulan bakal calon pengganti. Tentu hal ini tidak mungkin bagi pasangan Prabowo-Gibran. Jeda waktu satu kali 24 jam bagi pasangan Prabowo-Gibran tak lain adalah waktu selebrasi untuk mengesahkan komitmen. 

Sedangkan hari Senin (13/11/2023) adalah waktu penetapan pasangan calon. Artinya, jika hendak diubah, Prabowo memiliki waktu satu hari untuk menemukan pasangan calon yang baru. Keadaan ini tentunya tidak mungkin. Atribut-atribut kampanye Prabowo-Gibran sudah terpampang di mana-mana. Jadi, agaknya tidak mungkin bagi Prabowo-Gibran untuk dipisahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun