Tentu ketika diselidiki secara berbeda, ada jeda waktu yang harus disediakan. Di sini, kita sampai pada pemahaman bahwa menguji putusan MK tentu bukanlah hal yang mudah. Terkait sifat putusan MK yang final dan mengikat, juga bukanlah poin sepele yang mudah diuji.
Putusan MKMK hari ini sejatinya tak akan memengaruhi kedudukan Prabowo-Gibran. Sinyal-sinyal yang sudah dikemukakan Ketua MKMK Jimly Assihiddiqie dalam konferensi pers terkait hasil putusan, tentu jauh dari unsur menyinggung hasil putusan MK. Jimly bahkan menilai bahwa kewenangannya dalam MKMK sangatlah terbatas. MKMK hanya bermain di koridor pelanggaran kode etik hakim MK. Hasil putusan MK, meski hakim MK-nya dinyatakan melanggar, tetap bersifat final-mengikat dan hasil putusan itu harus dikembalikan ke MK.
Kode yang disampaikan Ketua MKMK, tentunya memberikan gambaran awal bahwa memang hasil putusan sidang MKMK nanti tak akan lari jauh dari apa yang sudah dihidangkan akhir-akhir ini di media. Artinya, isu terkait hasil putusan MKMK yang hanya memeriksa pelanggaran kode etik hakim MK, tidak akan menyentuh hasil putusan MK yang menjadi sorotan utama selama ini.Â
Menariknya, ketika isu ini sengaja digulirkan lebih awal dengan maksud agar publik tidak akan kaget dengan hasil putusan sidang MKMK dibacakan. Inilah strategi komunikasi yang lumrah dilakukan. Seberapa besar respon publik ketika isu digulirkan lebih awal membuat MKMK mampu memanajemen hasil putusan dengan baik.
Hemat saya, apapun putusan MKMK terkait pelanggaran kode etik hakim MK justru hanya membuat Prabowo-Gibran makin dikenal. Hastag dengan nama Prabowo-Gibran justru akan lebih nyantol di ingatan publik ketimbang efek putusan MKMK. Pandemi hastag Prabowo-Gibran ini tentu bisa dikelola oleh buzzer untuk membuat narasi-narasi positif.Â
Selain itu, hasil putusan yang hanya menyentuh aspek kode etik hakim MK -- bukan hasil putusan  MK Nomor 90/PU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) -- justru membuat Prabowo-Gibran lebih mantap menuju Pilpres 2024. Hal ini tentu berkaitan dengan jadwal yang disampaikan KPU terkait schedule pengusulan bakal pasangan calon pengganti. Â
Hemat saya, ketika hasil putusan MKMK hanya menangani masalah kode etik hakim MK, artinya pasangan Prabowo-Gibran hanya memiliki waktu satu kali 24 jam untuk mengubah pasangan. Sesuai jadwal KPU, hari Rabu (8/11/2023) merupakan waktu bagi pasangan calon untuk pengusulan bakal calon pengganti. Tentu hal ini tidak mungkin bagi pasangan Prabowo-Gibran. Jeda waktu satu kali 24 jam bagi pasangan Prabowo-Gibran tak lain adalah waktu selebrasi untuk mengesahkan komitmen.Â
Sedangkan hari Senin (13/11/2023) adalah waktu penetapan pasangan calon. Artinya, jika hendak diubah, Prabowo memiliki waktu satu hari untuk menemukan pasangan calon yang baru. Keadaan ini tentunya tidak mungkin. Atribut-atribut kampanye Prabowo-Gibran sudah terpampang di mana-mana. Jadi, agaknya tidak mungkin bagi Prabowo-Gibran untuk dipisahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H