Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo-Gibran di Ujung Putusan MKMK

3 November 2023   18:00 Diperbarui: 3 November 2023   18:15 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo-Gibran resmi mendaftar ke KPU. Foto: https://nasional.kompas.com

Ketika dugaan kecurangan dan pelanggaran lain terkait MK dibawa ke ranah pengadilan, sekali lagi kubu Prabowo-Gibran harus menunggu. Rasa was-was, cemas, gelisah, galau, dan sejenisnya kembali menyelimuti kubu Prabowo-Gibran. Narasi yang dibangun saat ini adalah Ketua MK Anwar Usman melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menilai ada pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK. Gugatan pemohon terkait pembatalan putusan MK, bahkan dinilai masuk akal untuk didalami. Artinya, putusan yang sudah diputuskan oleh MK kemarin bisa dibatalkan. Sejauh itu?

Ketu MKMK Jimly Asshiddiqie memeriksa pelanggaran etik hakim MK. Foto: https://news.detik.com
Ketu MKMK Jimly Asshiddiqie memeriksa pelanggaran etik hakim MK. Foto: https://news.detik.com

Jika memang bisa dibatalkan, kira-kira apa yang bisa menjadi rujukan hukum? Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menilai bahwa Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman bisa menjadi referensi yuridis. Dalam Pasal 17 Ayat 3 dan 4 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebut ketua majelis hingga hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang ditangani.

Selain Pasal 17, pada Ayat 5 dan 6 dijelaskan juga mengenai putusan yang tidak sah. Artinya, jika diketahui bahwa hakim yang memutuskan bertentangan dengan kode etik, hal itu juga berdampak pada putusan yang sudah diputuskan. Apakah dengan demikian putusan yang tidak sah bisa dibatalkan? Pada Pasal 17 Ayat 7 berbunyi perkara yang tidak sah bisa diperiksa kembali dengan susunan majelis yang berbeda. Dalam hal ini, kubu Prabowo-Gibran harus menunggu lagi. Apakah demikian?

Jika kita melihat secara lebih mendalam, tugas MKMK dalam hal ini bukan menguji atau memeriksa putusan. Tugas MKMK adalah menegakkan kode etik para hakim konstitusi yang menangani perkara. Jika, dalam hal ini, jika didapati hakim yang bermasalah, maka MKMK berkewajiban menegur atau setidaknya memberikan sanksi kepada hakim MK yang melanggar. Ruang gerak MKMK tidak lagi mengurus ranah putusan yang sudah diputuskan. Artinya, apa yang sudah diputuskan hakim MK, tetap mengikat dan final. Apakah dengan itu, kubu Prabowo-Gibran tak perlu menanti lagi? 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun